Minggu, 20 Juli 2014

Tindak Pidana dalam UUPPLH

TINDAK PIDANA DALAM UUPPLH
Oleh: Alvi Syahrin


Ketentuan Pidana dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) diatur dalam Bab XV, yaitu dari Pasal 97 sampai dengan Pasal 120 UUPPLH.

Ketentuan Pasal 97 UUPPLH, menyatakan tindak pidana yang diatur dalam ketentuan Pidana UUPPLH, merupakan kejahatan. Kejahatan disebut sebagai “rechtsdelicten” yaitu tindakan-tindakan yang mengandung suatu “onrecht”  hingga orang pada umumnya memandang bahwa pelaku-pelakunya itu memang pantas dihukum, walaupun tindakan tersebut oleh pembentuk undang-undang telah tidak dinyatakan sebagai tindakan yang terlarang di dalam undang-undang. Kejahatan (rechtsdelicten) merupakan perbuatan yang tidak adil menurut filsafat, yaitu yang tidak tergantung dari suatu ketentuan hukum pidana, tetapi dalam kesadaran bathin manusia dirasakan bahwa perbuatan itu tidak adil, dengan kata lain kejahatan merupakan perbuatan tercela dan pembuatnya patut dipidana (dihukum) menurut masyarakat tanpa memperhatikan undang-undang pidana.


Terkait dengan tindak pidana lingkungan yang dinyatakan sebagai kejahatan (rechtsdelicten), maka perbuatan tersebut dipandang sebagai secara esensial bertentangan dengan tertib hukum atau perbuatan yang bertentangan dengan (membahayakan) kepentingan hukum. Pelanggaran hukum yang dilakukan menyangkut pelanggaran terhadap hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat serta keharusan untuk melaksanakan kewajiban memelihara lingkungan hidup, mencegah dan menanggulangi kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup.

Jika ditinjau dari perumusan tindak pidana, ketentuan Pasal 98 UUPPLH – 115 UUPPLH, terdapat tindak pidana materiil yang menekankan pada akibat perbuatan, dan tindak pidana formil yang menekankan pada perbuatan. Tindak pidana materiil memerlukan (perlu terlebih dahulu dibuktikan) adanya akibat dalam hal ini terjadinya pencemaran dan atau kerusakan lingkungan. Tindak pidana formal, tidak memerlukan adanya akibat, namun jika telah melanggar rumusan ketentuan pidana (ketentuan peraturan perundang-undangan), maka telah dapat dinyatakan sebagai telah terjadi tindak pidana dan karenanya pelaku dapat dijatuhi hukuman.

Tindak pidana formil dapat digunakan untuk memperkuat sistem tindak pidana materiil jika tindak pidana materiil tersebut tidak berhasil mencapai target bagi pelaku yang melakukan tindak pidana yang berskala ecological impact. Artinya tindak pidana formal dapat digunakan bagi pelaku tindak pidana lingkungan yang sulit ditemukan bukti-bukti kausalitasnya. Tindak pidana formil ini tidak diperlukan adanya akibat (terjadinya pencemaran dan atau perusakan lingkungan) yang timbul, sehingga tidak perlu dibuktikan adanya hubungan sebab akibat (causality) dari suatu tindak pidana lingkungan. Hal yang perlu diketahui dalam tindak pidana formil dalam UUPPLH, yaitu, seseorang telah melakukan pelanggaran atas peraturan perundang-undangan dan/atau izin.

Ketentuan Pasal 98 ayat (2), (3) UUPPLH dan Pasal 99 ayat (2), (3)  UUPPLH, jika di simak lebih lanjut mengandung makna selain termasuk delik formil juga delik materiil. Pasal 98 ayat (2), (3) UUPPLH dan Pasal 99 ayat (2), (3) UUPPLH mengatur bahwa seseorang harus bertanggungjawab atas perbuatannya yang melanggar baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria kerusakan lingkungan, sehingga orang luka dan/atau bahaya kesehatan manusia, atau mengakibatkan orang luka berat atau mati. Dalam kasus ini harus dibuktikan hubungan sebab akibat antara perbuatan pelanggaran baku udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria kerusakan lingkungan tersebut dengan terjadinya orang luka dan/atau bahaya kesehatan manusia atau luka berat atau kematian. Akan tetapi, jika ternyata tidak terbukti bahwa terjadinya pelanggaran baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut atau kriteria kerusakan lingkungan menyebabkan orang luka dan atau bahaya kesehatan manusia atau luka berat atau kematian, maka pelaku dibebaskan dari tindak pidana materiil, namun ia tetap harus bertanggungjawab atas perbuatannya karena melanggar tindak pidana formil.

Terkait dengan tindak pidana yang selain mengandung delik formil dan materiil, Jaksa Penuntut Umum yang menangani kasus tersebut hendaknya mendakwakan pelaku dengan dakwaan alternatif dan kumulatif. Artinya, jika dakwaan berdasarkan tindak pidana materiil tidak berhasil dibuktikan, maka dakwaan berdasarkan tindak pidana formil dapat dilakukan.

Berdasarkan Pasal 98 UUPPLH sampai dengan Pasal 115 UUPPLH, tindak pidana lingkungan yaitu berupa:
1.   Pasal 98 UUPPLH dan Pasal 99 UUPPLH:
                   a. Pasal 98 ayat (1) UUPPLH dan Pasal 99 ayat (1) UUPPLH:
melakukan perbuatan:             
yang mengakibatkan dilampauinya:
- baku mutu udara ambien,
- baku mutu air,
- baku mutu air laut, atau
- kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.
b. Pasal 98 ayat (2) UUPPLH dan Pasal 99 ayat (2) UUPPLH
      melakukan perbuatan:
 yang mengakibatkan dilampauinya:
- baku mutu udara ambien, 
- baku mutu air, 
- baku mutu air laut, atau 
- kriteria baku kerusakan lingkungan hidup
yang mengakibatkan orang luka dan/atau bahaya kesehatan manusia.
c.   Pasal 98 ayat (3) UUPPLH dan Pasal 99 ayat (3) UUPPLH:
      melakukan perbuatan:
yang mengakibatkan dilampauinya:
- baku mutu udara ambien, 
- baku mutu air,
- baku mutu air laut, atau 
- kriteria baku kerusakan lingkungan hidup
yang mengakibatkan orang luka berat atau mati.
Tindak pidana yang dilakukan berdasarkan Pasal 98 UUPPLH dilakukan dengan sengaja, sedangan tindak pidana yang dilakukan dalam Pasal 99 UUPPLH, dilakukan dengan kelalaian.

2. Pasal 100 UUPPLH:
melakukan perbuatan melanggar:
- baku mutu air limbah, 
- baku mutu emisi, atau 
- baku mutu gangguan
Berdasarkan Pasal 100 ayat (2) UUPPLH, tindak pidana ini baru dapat dikenakan apabila sanksi administratif yang telah dijatuhkan tidak dipatuhi atau pelanggaran dilakukan lebih dari satu kali. Kemudian, penjelasan umum UUPPLH, menyatakan “... Penegakan hukum pidana lingkungan  tetap memperhatikan asas ultimum remedium yang mewajibkan penerapan penegakan hukum pidana sebagai upaya terakhir setelah penerapan penegakan hukum administrasi dianggap tidak berhasil. Penerapan asas ultimum remedium ini hanya berlaku bagi tindak pidana formil tertentu, yaitu pemidanaan terhadap pelanggaran baku mutu air limbah, emisi, dan gangguan....”, maka untuk tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 100 UUPPLH, berlaku asas ultimum remedium

3. Pasal 101 UUPPLH:
melakukan perbuatan:
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau izin:
- melepaskan dan/atau 
- mengedarkan 
produk rekayasa genetik ke media lingkungan hidup 

4.  Pasal 102 UUPPLH:
melakukan perbuatan:
pengelolaan limbah B3 tanpa izin.

5.   Pasal 103 UUPPLH:
melakukan perbuatan:
menghasilkan limbah B3 dan tidak melakukan pengelolaan.

6. Pasal 104 UUPPLH:
     melakukan perbuatan:
dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin.

7. Pasal 105 UUPPLH:
melakukan perbuatan:
memasukkan limbah ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

8. Pasal 106 UUPPLH:
melakukan perbuatan:
memasukkan limbah B3 ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

9. Pasal 107 UUPPLH:
melakukan perbuatan:
memasukkan B3 yang dilarang menurut peraturan perundang–undangan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

10. Pasal 108 UUPPLH:
melakukan perbuatan:
pembakaran lahan.

11. Pasal 109 UUPPLH:
              melakukan perbuatan:
melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan. 

12. Pasal 110 UUPPLH:
melakukan perbuatan:
      menyusun amdal tanpa memiliki sertifikat kompetensi penyusun amdal.

13. Pasal 111 UUPPLH:
 Pejabat:
a.   pemberi izin lingkungan yang menerbitkan izin lingkungan tanpa dilengkapi dengan amdal atau UKL-UPL.
b.   pemberi izin usaha dan/atau kegiatan yang menerbitkan izin usaha dan/atau kegiatan tanpa dilengkapi dengan izin lingkungan.

14.  Pasal 112 UUPPLH.
              Pejabat pengawas:
tidak melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap peraturan perundang-undangan dan izin lingkungan yang mengakibatkan terjadinya:
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan yang mengakibatkan hilangnya nyawa manusia.

15. Pasal 113 UUPPLH:
melakukan perbuatan berupa:
a. memberikan informasi palsu, 
b. memberikan informasi menyesatkan,
c. menghilangkan informasi, 
d. merusak informasi, atau 
e. memberikan keterangan yang tidak benar
yang diperlukan dalam kaitannya dengan pengawasan dan penegakan hukum yang berkaitan dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

16. Pasal 114 UUPPLH:
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan:
-       tidak melaksanakan paksaan pemerintah

17. Pasal 115 UUPPLH:
melakukan perbuatan:
mencegah, menghalang-halangi, atau menggagalkan pelaksanaan tugas pejabat pengawas lingkungan hidup dan/atau pejabat penyidik pegawai negeri sipil.


--o0o--

Tidak ada komentar:

Posting Komentar