TINDAK PIDANA DALAM UUPPLH
Oleh: Alvi Syahrin
Ketentuan Pidana dalam Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH)
diatur dalam Bab XV, yaitu dari Pasal 97 sampai dengan Pasal 120 UUPPLH.
Ketentuan Pasal 97 UUPPLH, menyatakan
tindak pidana yang diatur dalam ketentuan Pidana UUPPLH, merupakan kejahatan.
Kejahatan disebut sebagai “rechtsdelicten”
yaitu tindakan-tindakan yang mengandung suatu “onrecht” hingga orang pada
umumnya memandang bahwa pelaku-pelakunya itu memang pantas dihukum, walaupun
tindakan tersebut oleh pembentuk undang-undang telah tidak dinyatakan sebagai
tindakan yang terlarang di dalam undang-undang. Kejahatan (rechtsdelicten) merupakan perbuatan yang tidak adil menurut filsafat,
yaitu yang tidak tergantung dari suatu ketentuan hukum pidana, tetapi dalam
kesadaran bathin manusia dirasakan bahwa perbuatan itu tidak adil, dengan kata
lain kejahatan merupakan perbuatan tercela dan pembuatnya patut dipidana
(dihukum) menurut masyarakat tanpa memperhatikan undang-undang pidana.
Terkait dengan tindak pidana lingkungan
yang dinyatakan sebagai kejahatan (rechtsdelicten),
maka perbuatan tersebut dipandang sebagai secara esensial bertentangan dengan
tertib hukum atau perbuatan yang bertentangan dengan (membahayakan) kepentingan
hukum. Pelanggaran hukum yang dilakukan menyangkut pelanggaran terhadap hak
atas lingkungan hidup yang baik dan sehat serta keharusan untuk melaksanakan
kewajiban memelihara lingkungan hidup, mencegah dan menanggulangi kerusakan dan
pencemaran lingkungan hidup.
Jika ditinjau dari perumusan tindak
pidana, ketentuan Pasal 98 UUPPLH – 115 UUPPLH, terdapat tindak pidana materiil yang menekankan pada akibat perbuatan, dan tindak
pidana formil yang menekankan pada perbuatan.
Tindak pidana materiil memerlukan (perlu terlebih dahulu dibuktikan) adanya
akibat dalam hal ini terjadinya pencemaran dan atau kerusakan lingkungan.
Tindak pidana formal, tidak memerlukan adanya akibat, namun jika telah
melanggar rumusan ketentuan pidana (ketentuan peraturan perundang-undangan),
maka telah dapat dinyatakan sebagai telah terjadi tindak pidana dan karenanya
pelaku dapat dijatuhi hukuman.
Tindak pidana formil dapat digunakan untuk
memperkuat sistem tindak pidana materiil jika tindak pidana materiil tersebut
tidak berhasil mencapai target bagi pelaku yang melakukan tindak pidana yang
berskala ecological impact. Artinya
tindak pidana formal dapat digunakan bagi pelaku tindak pidana lingkungan yang
sulit ditemukan bukti-bukti kausalitasnya. Tindak pidana formil ini tidak
diperlukan adanya akibat (terjadinya pencemaran dan atau perusakan lingkungan)
yang timbul, sehingga tidak perlu dibuktikan adanya hubungan sebab akibat (causality) dari suatu tindak pidana
lingkungan. Hal yang perlu diketahui dalam tindak pidana formil dalam UUPPLH,
yaitu, seseorang telah melakukan pelanggaran atas peraturan perundang-undangan
dan/atau izin.
Ketentuan Pasal 98 ayat (2), (3) UUPPLH
dan Pasal 99 ayat (2), (3) UUPPLH, jika
di simak lebih lanjut mengandung makna selain termasuk delik formil juga delik
materiil. Pasal 98 ayat (2), (3) UUPPLH dan Pasal 99 ayat (2), (3) UUPPLH
mengatur bahwa seseorang harus bertanggungjawab atas perbuatannya yang
melanggar baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau
kriteria kerusakan lingkungan, sehingga orang luka dan/atau bahaya kesehatan
manusia, atau mengakibatkan orang luka berat atau mati. Dalam kasus ini harus
dibuktikan hubungan sebab akibat antara perbuatan pelanggaran baku udara
ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria kerusakan lingkungan
tersebut dengan terjadinya orang luka dan/atau bahaya kesehatan manusia atau
luka berat atau kematian. Akan tetapi, jika ternyata tidak terbukti bahwa
terjadinya pelanggaran baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air
laut atau kriteria kerusakan lingkungan menyebabkan orang luka dan atau bahaya
kesehatan manusia atau luka berat atau kematian, maka pelaku dibebaskan dari
tindak pidana materiil, namun ia tetap harus bertanggungjawab atas perbuatannya
karena melanggar tindak pidana formil.
Terkait dengan tindak pidana yang selain
mengandung delik formil dan materiil, Jaksa Penuntut Umum yang menangani kasus
tersebut hendaknya mendakwakan pelaku dengan dakwaan alternatif dan kumulatif.
Artinya, jika dakwaan berdasarkan tindak pidana materiil tidak berhasil
dibuktikan, maka dakwaan berdasarkan tindak pidana formil dapat dilakukan.
Berdasarkan Pasal 98 UUPPLH sampai dengan
Pasal 115 UUPPLH, tindak pidana lingkungan yaitu berupa:
1. Pasal 98 UUPPLH dan Pasal 99 UUPPLH:
a.
Pasal 98 ayat (1) UUPPLH dan Pasal 99 ayat (1) UUPPLH:
melakukan perbuatan:
yang mengakibatkan dilampauinya:
- baku
mutu udara ambien,
- baku
mutu air,
- baku
mutu air laut, atau
- kriteria
baku kerusakan lingkungan hidup.
b. Pasal 98 ayat (2) UUPPLH dan Pasal 99 ayat
(2) UUPPLH
melakukan
perbuatan:
yang
mengakibatkan dilampauinya:
- baku
mutu udara ambien,
- baku
mutu air,
- baku
mutu air laut, atau
- kriteria baku kerusakan lingkungan hidup
yang
mengakibatkan orang luka dan/atau bahaya kesehatan manusia.
c. Pasal
98 ayat (3) UUPPLH dan Pasal 99 ayat (3) UUPPLH:
melakukan perbuatan:
yang mengakibatkan dilampauinya:
- baku
mutu udara ambien,
- baku
mutu air,
- baku
mutu air laut, atau
- kriteria
baku kerusakan lingkungan hidup
yang
mengakibatkan orang luka berat atau mati.
Tindak
pidana yang dilakukan berdasarkan Pasal
98 UUPPLH dilakukan dengan sengaja,
sedangan tindak pidana yang dilakukan dalam Pasal 99 UUPPLH, dilakukan dengan kelalaian.
2. Pasal
100 UUPPLH:
melakukan perbuatan melanggar:
- baku
mutu air limbah,
- baku
mutu emisi, atau
- baku
mutu gangguan
Berdasarkan
Pasal 100 ayat (2) UUPPLH, tindak pidana ini baru dapat dikenakan apabila sanksi
administratif yang telah dijatuhkan tidak dipatuhi atau pelanggaran dilakukan lebih
dari satu kali. Kemudian, penjelasan umum UUPPLH, menyatakan “... Penegakan hukum pidana
lingkungan tetap memperhatikan asas
ultimum remedium yang mewajibkan penerapan penegakan hukum pidana sebagai upaya
terakhir setelah penerapan penegakan hukum administrasi dianggap tidak berhasil.
Penerapan asas ultimum remedium ini
hanya berlaku bagi tindak pidana formil tertentu, yaitu pemidanaan terhadap
pelanggaran baku mutu air limbah, emisi, dan gangguan....”, maka untuk tindak
pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 100 UUPPLH, berlaku asas ultimum remedium.
3. Pasal
101 UUPPLH:
melakukan
perbuatan:
bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan atau izin:
- melepaskan dan/atau
- mengedarkan
produk rekayasa genetik ke media lingkungan
hidup
4. Pasal
102 UUPPLH:
melakukan
perbuatan:
pengelolaan limbah B3 tanpa izin.
5. Pasal 103 UUPPLH:
melakukan perbuatan:
menghasilkan limbah B3 dan tidak melakukan pengelolaan.
6. Pasal 104 UUPPLH:
melakukan
perbuatan:
dumping
limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin.
7. Pasal
105 UUPPLH:
melakukan
perbuatan:
memasukkan limbah ke dalam
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
8. Pasal
106 UUPPLH:
melakukan
perbuatan:
memasukkan limbah B3 ke dalam
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
9. Pasal 107 UUPPLH:
melakukan perbuatan:
memasukkan B3 yang dilarang
menurut peraturan perundang–undangan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
10. Pasal 108 UUPPLH:
melakukan
perbuatan:
pembakaran lahan.
11. Pasal 109 UUPPLH:
melakukan perbuatan:
melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki izin
lingkungan.
12. Pasal 110 UUPPLH:
melakukan perbuatan:
menyusun amdal tanpa memiliki
sertifikat kompetensi penyusun amdal.
13. Pasal 111 UUPPLH:
Pejabat:
a. pemberi
izin lingkungan yang menerbitkan izin lingkungan tanpa dilengkapi dengan amdal atau
UKL-UPL.
b. pemberi
izin usaha dan/atau kegiatan yang menerbitkan izin usaha dan/atau kegiatan
tanpa dilengkapi dengan izin lingkungan.
14. Pasal
112 UUPPLH.
Pejabat pengawas:
tidak melakukan pengawasan terhadap ketaatan
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap peraturan perundang-undangan
dan izin lingkungan yang mengakibatkan terjadinya:
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan yang
mengakibatkan hilangnya nyawa manusia.
15. Pasal 113 UUPPLH:
melakukan perbuatan berupa:
a. memberikan informasi palsu,
b. memberikan informasi menyesatkan,
c. menghilangkan informasi,
d. merusak informasi, atau
e. memberikan keterangan yang tidak benar
yang diperlukan dalam kaitannya dengan
pengawasan dan penegakan hukum yang berkaitan dengan perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup.
16. Pasal 114 UUPPLH:
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan:
- tidak melaksanakan
paksaan pemerintah
17. Pasal 115 UUPPLH:
melakukan perbuatan:
mencegah, menghalang-halangi, atau menggagalkan pelaksanaan tugas
pejabat pengawas lingkungan hidup dan/atau pejabat penyidik pegawai negeri
sipil.
--o0o--
Tidak ada komentar:
Posting Komentar