Selasa, 08 Januari 2019

SDM Bidang Hukum Era Revolusi Industri 4.0


PROFESIONAL HUKUM
DI ERA KEMAJUAN TEKNOLOGI REVOLUSI INDUSTRI 4.0

(Oleh: Alvi Syahrin)

I.           Masyarakat selalu ditandai oleh periode perubahan besar, yang tidak hanya membuat orang-orang berpikir dan bertindak berbeda, tetapi juga memacu aturan dan institusi sosial baru. Perubahan ini dimotori oleh teknologi. Kemajuan pesat ilmu pengetahuan dan teknologi berada di antara alasan-alasan utama mengapa keterbukaan baru ini muncul sebagai sebuah hal baru yang mutlak diperlukan manajer. Mayoritas bisnis sulit untuk meneliti regulasi dasar yang memengaruhi produk mereka, termasuk mempertahankan orang-orang yang terdepan di industri, perusahaan harus membuka lebar pintu mereka bagi kumpulan bakat global yang berkembang di balik dinding mereka. Ilmu pengetahuan dan teknologi kini bergerak sangat cepat, bahkan perusahaan terbesar tidak dapat lagi melakukan riset atas disiplin fundamental yang berpengaruh pada produk mereka. Mereka juga tidak dapat mengendalikan proses produksi dari ujung ke ujung atau berusaha mempertahankan orang-orang paling berbakat di dalam perusahaan mereka. Kemajuan teknologi di era revolusi 4.0 telah mengubah cara orang di era digital bereaksi dengan hukum, yang memacu para profesional hukum dan aparat penegak hukum untuk beradaptasi atas kemajuan tersebut, oleh karena munculnya artificial intelligence, komodifikasi hukum dan semakin mudahnya komunikasi.

II.          Generasi baru mempunyai etika sebagai inovator alami. Mereka terus berusaha menjadi yang terbaru. Mereka terbuka atas gagasan baru. Mereka cenderung mempercayai perbedaan dalam semua aspek kehidupan. Kebutuhan demografi ini akan kebebasan akan membawanya pada sebuah teritori baru. Generasi ini menuntut lingkungan kerja yang kolaboratif dan setara, yang dapat membentuk keseimbangan antara kerja dan kehidupan, dan di atas segalanya, menghargai kesenangan. Kebermainan mareka akan menyuntikkan nilai hiburan ke dalam tempat kerja. Ketika minat terhadap keadilan menyebabkan mereka kebal terhadap desakan generasi sebelumnya untuk “berbicara dengan bahasa mereka”, perusahaan yang dapat beradaptasi terhadap desakan baru generasi ini akan memperoleh sumber daya besar dalam hal keuntungan kompetitif dan inovasi. Hal ini tidak mungkin disisihkan, karena ketidakmampuan untuk memperbarui tempat kerja maka generasi baru tersebut akan mengalir ke peluang lain.

Rabu, 02 Januari 2019

PENGEMBANGAN KAWASAN DANAU TOBA SEBAGAI KAWASAN PARIWISATA YANG BERKELANJUTAN



PENGEMBANGAN KAWASAN DANAU TOBA
SEBAGAI KAWASAN PARIWISATA YANG BERKELANJUTAN[1]

Oleh: Alvi Syahrin[2]

I.                Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak potensi wisata yang unik, beragam dan tersebar di berbagai daerah. Potensi wisata tersebut perlu dikembangan dan ditingkatkan pemanfatannya guna meningkatkan pendapatan daerah. Usaha memperbesar pendapatan asli daerah, menjadikan program pengembangan dan pemanfaatan sumber daya serta potensi pariwisata daerah diharapkan dapat  memberikan sumbangan bagi pembangunan ekonomi. Pengembangan sektor Pariwisata merupakan kegiatan yang  mempunyai multidimensi dari rangkaian suatu proses pembangunan, ia menyangkut aspek sosial budaya, ekonomi dan politik, serta untuk pengembangan pariwisata tentu akan memerlukan pembangunan infrastruktur agar  wisatawan lebih banyak yang datang ke daerah destinasi wisata.
Strategi pengembangan pariwisata perlu memperhatikan empat aspek, diantaranya: a) Environmental responsibility (mengandung pengertian proteksi, konservasi atau perluasan sumber daya alam dan lingkungan fisik untuk menjamin kehidupan jangka panjang dan keberlanjutan ekosistem, yang akan menghasilkan sebuah konsep ekosistem berkelanjutan); b) Local economic vitality (mendorong tumbuh dan berkembangnya ekonomi lokal, bisnis dan komunitas untuk menjamin kekuatan ekonomi dan keberlanjutan yang diikuti oleh maraknya kegiatan ekonomi lokal); c) Cultural sensitivity (mendorong timbulnya penghormatan dan apresiasi terhadap adat istiadat dan keragaman budaya untuk menjamin kelangsungan budaya lokal yang baik sehingga orang akan mengenal budaya daerah atau negara lain yang menimbulkan penghormatan atas kekayaan budaya tersebut); d) Experiental richness (menciptakan atraksi yang dapat memperkaya dan meningkatkan pengalaman yang lebih memuaskan, melalui partisipasi aktif dalam memahami personal dan keterlibatan dengan alam, manusia, tempat dan/atau budaya).
Penetapan Danau Toba sebagai destinasi pariwisata prioritas memerlukan kerja keras. Untuk mewujudkan Danau Toba sebagai destinasi pariwisata, perlu: membangun membangun icon wisata (melalui atraksi/attraction, akomodasi/accommodation, aksesbilitas/accessibility, diterima/ acceptance)  yang dikelola secara digital dalam pemasarannnya (marketing); melakukan rehabilitasi terhadap lahan kritis dengan pola agroforestri dalam skema hutan adat, hutan kemasyarakatan (HKM), hutan tanaman rakyat (HTR) dan hutan rakyat; menjaga kualitas air Danau Toba untuk tetap dapat digunakan bagi budi daya ikan air tawar, peternakan dan pengairan tanaman; restorasi Danau Toba yang dilakukan dengan menggunakan sistem zonasi yang meliputi zona perlindungan dan zona pemanfaatan (sub zona:  pariwisata, perikanan air tawar (karamba), perkebunan, pertanian, peternakan dan pemanfaatan lainnya, seperti pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM); serta Badan Otorita Pengelolaan Kawasan Pariwisata Danau Toba dikelola berdasarkan tata kelola (governance) yang baik dengan melibatkan pemerintah (government), dunia usaha (private sector) dan masyarakat (civil society).