KOMENTAR
PASAL 100 UUPPLH
Oleh:
Alvi Syahrin
Ketentuan Pasal 100 Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH),
berbunyi:
(1) Setiap
orang yang melanggar baku mutu air limbah, baku mutu emisi, atau baku mutu
gangguan dipidana, dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda
paling banyak Rp. 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimna dimaksud pada ayat (1)
hanya dapat dikenakan apabila sanksi administratif yang telah dijatuhkan tidak
dipatuhi atau pelanggaran dilakukan telah lebih satu kali.
Penjelasan
Pasal 100 UUPPLH, menyatakan cukup jelas. Namun demikian, jika diperhatikan
Penjelasan Umum UUPPLH pada angka 6, dijelaskan bahwa: “.... Penegakan hukum
pidana lingkungan tetap memperhatikan asas ultimum remedium yang mewajibkan
penerapan penegakan hukum pidana sebagai upaya terakhir stelah penerapan
penegakan hukum administrasi dianggap tidak berhasil. Penerapan asas ultimum
remedium ini hanya berlaku bagi tindak pidana formil tertentu, yaitu pemidanaan
terhadap pelanggaran baku mutu air limbah, emisi dan gangguan”.
Terhadap
tindak pidana Pasal 100 ayat (1) UUPPLH baru dapat dikenakan apabila sanksi
administratif yang telah dijatuhkan tidak dipatuhi atau pelanggaran dilakukan
lebih dari satu kali.
Sanksi
administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 UUPPLH yaitu sanksi
administratif sebagaimana yang diatur dalam Pasal 76 ayat (2) UUPPLH yang dapat
berupa:
a. Teguran tertulis;
b. Paksaan
pemerintah;
c. Pembekuan izin lingkungan; atau
d. Pencabutan izin lingkungan.
Sanksi administrasi berdasarkan Pasal 76
ayat (1) UUPPLH dijatuhkan kepada penanggungjawab usaha dan atau/kegiatan jika
dalam pengawasan ditemukan
pelanggaran terhadap izin
lingkungan.
Izin lingkungan berdasarkan Pasal 1 angka
(35) UUPPLH adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha
dan/atau kegiatan yang wajib amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat untuk memperoleh izin usaha
dan/atau kegiatan.
Berdasarkan ketentuan Pasal 41 UUPPLH
ketentuan lebih lanjut mengenai izin lingkungan sebagaimana diatur dalam Pasal
36 sampai dengan Pasal 40 UUPPLH, diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP), saat
ini PP yang mengatur tentang izin lingkungan yaitu PP No. 27 Tahun 2012 tentang
Izin Lingkungan. Dengan demikian menerapkan Pasal 100 UUPPLH terhadap
penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan dengan alasan sanksi administrasi di
dasarkan pada PP No. 27 tahun 2012, artinya menjatuhkan sanksi administratif
berdasarkan Pasal 76 ayat (1) UUPPLH dilaksanakan dengan memperhatikan PP No.
27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan.
Selanjutnya, jika sanksi administrasi
telah dijatuhkan pada masa berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup (selanjutnya disingkat UUPLH) atau sebelum
berlakunya UUPPLH namun penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan tidak mematuhi
sanksi administrasi tersebut, dan ketidakpatuhan memenuhi sanksi administrasi
berlanjut sampai berlakunya UUPPLH, apakah hal ini bisa dijadikan alasan untuk
menerapkan Pasal 100 UUPPLH terhadap penangungjawab usaha dan/atau kegiatan
tersebut, dapat dijelaskan sebagai berikut:
Ketentuan Pasal 25 sampai Pasal 27 UUPLH,
mengatur Sanksi Administrasi. Sanksi Administrasi berdasarkan Pasal 25 ayat (1)
UUPLH yaitu berupa paksaan pemerintah terhadap penanggungjawab usaha dan atau
kegiatan untuk mencegah dan mengakhiri terjadinya pelanggaran, serta
menanggulangi akibat yang ditimbulkan oleh suatu pelanggaran, melakukan
tindakan penyelamatan, penanggulangan, dan/atau pemulihan atas beban biaya
penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan, kecuali ditentukan lain berdasarkan
Undang-undang. Selanjutnya, berdasarkan Pasal 27 ayat (1) UUPLH, diatur bahwa
pelanggaran tertentu dapat dijatuhi sanksi berupa pencabutan izin usaha
dan/atau kegiatan. Penjelasan Pasal 27 ayat (1) UUPLH menjelaskan bahwa bobot
pelanggaran peraturan lingkungan hidup bisa berbeda-beda mulai dari pelanggaran
syarat administrasi sampai dengan pelanggaran yang menimbulkan korban.
Kemudian, yang dimaksud dengan pelanggaran tertentu adalah pelanggaran oleh
usaha dan/atau kegiatan yang dianggap berbobot untuk dihentikan kegiatan
usahanya, misalnya telah ada warga masyarakat yang terganggu kesehatannya
akibat pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.
Memperhatikan ketentuan sanksi
administrasi sebagaimana diatur dalam Pasal 25 sampai Pasal 27 UUPLH,
menetapkan sanksi administrasi berupa paksaan pemerintah, dan sanksi
administrasi dijatuhkan karena penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan
melakukan pelanggaran terhadap peraturan lingkungan hidup yang mulai dari
pelanggaran syarat administrasi sampai dengan pelanggaran yang menimbulkan
korban. Hal ini (ketentuan sanksi administrasi dalam UUPLH) berbeda dengan
ketentuan sanksi adminstrasi dalam UUPPLH. Sanksi administrasi dalam UUPPLH
dikenakan kepada penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan jika dalam pengawasan
ditemukan pelanggaran terhadap izin lingkungan, dan sanksinya terdiri atas:
teguran tertulis, paksaan pemerintah, pembekuan izin lingkungan, atau
pencabutan izin lingkungan.
Dengan demikian, menerapkan Pasal 100
UUPPLH terhadap pelaku usaha dan atau kegiatan yang dijatuhkan sanksi
administrasinya berdasarkan ketentuan sanksi administrasi yang diatur dalam
UUPLH, tidak dapat dilakukan, karena hal ini akan bertentangan dengan asas
legalitas. Kemudian, berdasarkan Pasal 125 UUPPLH, sejak UUPPLH berlaku, UUPLH
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku, ini berarti makna sanksi administrasi
harus diartikan sebagai sanksi administrasi yang dijatuhkan kepada pelaku usaha
dan/atau kegiatan yang melakukan pelanggaran terhadap izin lingkungan. --- akan
tetapi penerapan Pasal 100 UUPPLH bisa diterapkan kepada orang yang melanggar
baku mutu air limbah, baku mutu emisi, atau baku mutu gangguan, jika orang
tersebut telah melakukan pelanggaran tersebut lebih dari satu kali. Artinya, pelaku usaha dan/atau kegiatan telah
melakukan pelanggaran terhadap baku mutu air limbah, baku mutu emisi, atau baku
mutu gangguan telah dilakukan lebih dari satu kali.
Untuk membuktikan telah dilakukannya pelanggaran
terhadap baku mutu air limbah, baku mutu emisi, atau baku mutu gangguan, maka
pejabat pengawas lingkungan yang melakukan pengawasan terhadap ketaatan
penanggungjawab usaha dan atau kegiatan atas ketentuan yang ditetapkan dalam
peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 UUPPLH, membuat laporan dan berita
acara pengawasan atas pelanggaran dimaksud. Dengan adanya dibuat laporan dan
berita acara pengawasan tersebut, maka akan ada bukti yang menerangkan atau
yang membuktikan bahwa perbuatan tersebut telah dilakukan lebih dari satu kali.
Menerapkan Pasal 100 ayat (1) UUPPLH
terhadap pelaku usaha dan/atau kegiatan dan tidak melanggar asas subsidiaritas
atau ultimumum remedium sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 ayat (2) UUPPLH
maupun asas legalitas, pada saat ini yaitu harus dengan alasan pelanggaran
dilakukan lebih dari satu kali, sedangkan untuk alasan sanksi administrasi
telah dijatuhkan tidak dipatuhi baru bisa dijadikan alasan untuk mengenakan
Pasal 100 ayat (1) UUPPLH jika penjatuhan sanksi adminstrasi tersebut
didasarkan kepada ketentuan izin
lingkungan sebagaimana yang diatur dalam PP No. 27 Tahun 2012.
--o0o--
Tidak ada komentar:
Posting Komentar