Senin, 07 Juli 2014

PEMBANGUNAN KOTA HIJAU (GREEN CITY)

Oleh: Alvi Syahrin


I.       Pembangunan kota saat ini lebih banyak ditentukan oleh sarana dan prasarana yang ada, kecenderungan untuk meminimalkan ruang terbuka hijau dan menghilangkan wajah alam. Lahan banyak dialihfungsikan menjadi pusat perbelanjaan (pertokoan), pemukiman, tempat rekreasi, industri dan lain-lain, yang menjadikan kota tidak lagi indah dan sejuk serta tidak terdapat lagi aspek kelestarian, keserasian, keselarasan dan keseimbangan sumberdaya alam. Sementara diketahui aspek kelestarian, keserasian, keselarasan dan keseimbangan di dalam kota akan menjadikan kenyamanan, kesegaran, terbebasnya kota dari polusi dan kebisingan serta sehat dan cerdasnya warga kota.

          Aktifitas perkotaan yang ada dewasa ini menimbulkan tingginya tingkat urbanisasi, tingginya kebutuhan transportasi dan tingginya limbah yang dihasilkan kota, menimbulkan dampak lingkungan yang kompleks dan berimplikasi luas untuk aktifitas perkotaan berupa polusi udara. Kondisi tersebut menjadikan kota perlu memiliki Green belt atau jalur hijau yang merupakan pemisah fisik daerah perkotaan dan pedesaan yang berupa zona bebas bangunan atau ruang terbuka hijau yang berada di sekeliling luar kawasan perkotaan atau daerah pusat aktifitas/kegiatan yang menimbulkan  polusi. Jalur hijau tersebut juga merupakan Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang berfungsi sebagai daerah penyangga dan untuk membatasi perkembangan suatu penggunaan lahan (batas kota, pemisah kawasan, dan lain-lain) atau membatasi aktivitas satu dengan aktivitas lainnya agar tidak saling mengganggu, serta pengamanan dari faktor lingkungan sekitarnya.
          Selanjutnya, menciptakan Kota Hijau tidak hanya berbicara mengenai Jalur Hijau atau RTH tetapi lebih dari itu. Kota hijau merupakan yang ramah lingkungan dengan memanfaatkan secara efektif dan efesien (secara optimal) sumberdaya air dan energi, mengurangi limbah, menerapkan sitem transportasi terpadu, menjamin kesehatan lingkungan, mensinergikan lingkungan alami dan buatan, berdasarkan perencanaan kota yang berpihak pada prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan.

II.     Kota hijau merupakan kota yang didesain dengan mempertimbangkan dampak terhadap lingkungan, dihuni oleh orang-orang yang memiliki kesadaran untuk meminimalisir (penghematan) penggunaan energi, air dan makanan serta memiminimalisir buangan limbah, pencemaran udara dan pencemaran air. Selanjutnya, kota hijau ini mengutamakan keseimbangan ekositem hanyati dengan lingkungan terbangun sehingga terciptanya kenyamanan bagi penduduk kota yang tinggal di dalamnya maupun bagi para pengunjung kota.
          Memperhatikan makna kota hijau tersebut, ada beberapat atribut menentukan kota hijau, diantaranya terkait dengan:
1. Energi:
- efesiensi energi,
- energi terbarukan,
- perubahan iklim.
2. Pengurangan limbah
- tanpa limbah
- peningkatan tanggungjawab produsen
- tanggungjawab konsumen.
3. Tranportasi:
- tranportasi umum
- mobil bersih
- pengurangan kemacetan.
4. Urban desain:
- green building
- perencanaan kota
- green jobs
5. Urban Nature:
- ruang terbuka hijau
- restorasi habitat
- konservasi cagar alam
6. Kesehatan lingkungan:
- pengurangan bahan beracun
- sistem makanan sehat
- udara bersih
7. Air:
- akses air bersih
- konservasi sumber air
- pengurangan limbah.
         8. Green community:
berupa peningkatan kepekaan, kepedulian dan peran serta aktif masyarakat dalam pengembangan atribut-atribut kota hijau.
          Memperhatikan uraian terdahulu, Green City secara harfiah dapat diartikan sebagai kota hijau, yang diharapkan akan tumbuh kembang sebagai kampanye pemanfaatan florikultura untuk cipta pasar dalam negeri secara sistemik. Green City mempunyai 8 komponen yaitu green planning and design, green open space, green waste, green transportation, green water, green energy, green building dan green community. Dari kedelapan komponen tersebut, Kementerian Pertanian berperan pada komponen green community. Dalam hal ini green community ditujukan sebagai usaha untuk: (1) meningkatkan “public awareness” tentang pentingnya Green City; (2) membangun “networking” untuk kekuatan baru dan dalam satu kesatuan dan (3) merawat serta memelihara sehingga mampu menuju “sustainable development”.
Program green city merupakan program yang terintegrasi dengan instansi terkait lainnya, antara lain Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Lingkungan Hidup, Dinas Tata Kota, Dinas Kebersihan dan Pertamanan, BAPPEDA, Perusahaan Swasta, BUMN, LSM dan lain-lain. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan program green city, diperlukan sinergi dengan instansi terkait. Dalam rangka sinergi antar instansi terkait, telah dilaksanakan koordinasi dan sosialisasi baik di tingkat pusat maupun daerah.       
Mewujudkan kota hijau sebagaimana yang diinginkan dapat dilakukan, diantaranya dengan diakomodasikannya target pencapaian 30% ruang terbuka hijau dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) kota, keterlibatan sektor lainnya seperti: sektor perhubungan dalam rangka menciptakan: green transportasion (pengembangan sistem transportasi yang berkelanjutan seperti transpotasi publik, jalur sepeda dsb), sektor pengembangan permukiman yang meliputi green waste yaitu usaha untuk melaksanakan 3R (mengurangi sampah/limbah, mengembangkan proses daur ulang dan meningkatkan nilai tamabah), green water, yaitu efesiensi pemanfaatan sumber air dan bangunan hemat energi, sektor energi yaitu pemanfaatan sumber energi yang efesien dan ramah lingkungan.
          Memulai untuk mewujudkan kota hijau dimulai dari diri kita sendiri. Sebagai anggota masyarakat, kita semua merubah perilaku untuk ramah lingkungan, hemat energi, tidak konsumtif terhadap energi, dan selanjutnya pemerintah serta dunia usaha mendukung mewujudkan kota hijau tersebut. Secara umum, kota hijau merupakan kota yang cerdas yang berpihak kepada pertumbuhan, penciptaan pekerjaan, meminimalkan kemiskinan, pro lingkungan, dengan memanfaatkan secara optimal sumberdaya yang memperhatikan keunikan budaya dan sistem lingkungan dengan jasa yang dimilikinya.
          Kota hijau didalamnya terkandung equality dan diversity, artinya kota tersebut didasarkan kepada kominitas yang dibangun dalam prinsip kekayaan dalam keanekaragaman (diversitas), adanya persamaan dan kesamaan  (toleran) untuk pembangunan kawasan urban, memiliki keterbukan terhadap seni dan budaya yang mewarnai kota, memperhatikan persoalan gender dan diseble, environmental justice, urban democrary dan urban education. Mobilitas di green city, kotanya tidak didominasi oleh kehidupan yang banyak menggunakan kenderaan pribadi, kendaraan yang digunakan transportasi massal yang non polutif, penggunaan sepeda yang banyak dan secara teratur bahkan mencintai pejalan (berjalan) kaki.
          Kota hijau sebagai kota yang sehat dan bersahabat diisi oleh orang dan atau penduduk yang aktif dan bersahabat pada lingkungan (green community), dibangun dengan memanfaatkan ruang publik (green spaces) yang lebih alami dan tidak membahayakan kesehatan dan keselamatan penduduknya, serta memiliki ideologi pangan yang ditranformasikan dari kebijakan konsumsi hijau penduduk  kota (green consumerism).
          Kota hijau merupakan kota yang efesien dan itelligent yang mengandung makna: balaikotanya dibangun dengan konsep hijau serta menjadi contoh bagi warganya, persoalan limbah tidak didekati sebagai masalah tetapi limbah didekati dengan pendekatan solusi limbah sebagai peluang ekonomi (zero waste conception), pemanfaatan air secara bijak (zero run-off water conception), penggunaan energi dengan memanfaatkan sumberdaya alam dan pengetahuan yang dimilikinya (renewable green and blue energy), menerapkan jasa lingkungan (environmental services) sebagai topangan ekonomi, serta memaksimalkan jasa (services) sebagai modal pembangunan dengan memanfaatkan sumberdaya manusia yang dimilikinya.
          Kota hijau mimiliki wawasan global namun tetap mempertahankan kekuatan lokalnya dalam upayanya terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dalam kerangka perubahan iklim, mempunyai jejak ekologis yang kecil dengan memperhitungkan keunikan sistem dan budaya yang dimilikinya, menjlankan kesepakatan global sebagai komitmen indonesia dalam pengurangan emisi 26%, serta memanfaatkan mekanisme pembangunan bersih (CDM).
          Instrumen pembangunan Kota Hijau, secara global memperhatikan: - LEED (Leadership in Energy an Environmental Design), - GBC (Green Building Council), - LID (Low Impact Development), dan secara nasional memperhatikan: Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Keakaragaman ahayati dan Ekosistemnya,  Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Undang-Undang Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan lainya termasuk ketentuan pelaksana dari sejumlah undang-undang yang disebutkan diatas.


III.   Pembangunan Kota hijau memerlukan komitmen bersama dari seluruh stake holder, dan pimpinan daerah memiliki peran utama sebagai pemimpin dalam menjaga keberlanjutan kota melalui kebijakan, program dan rencana aksi yang berjangka dan terukur yang secara obyektif untuk mensejahterakan rakyatnya/masyarakat.
         Kota hijau dibangun dengan pendekatan pemanfaatan keunggulan Indonesia dengan kota tropis beserta keunikan ekosistem dan budaya yang dimilikinya dengan mengoptimalkan sumberdaya manusia, teknologi dan jasa ekosistem yang memungkinkan kota dikelola secara cerdas dan berkelanjutan.
        

--o0o--


Tidak ada komentar:

Posting Komentar