Senin, 01 Desember 2014

Pertanggungjawaban pidana bagi kasus pidana lingkungan hidup

PERTANGGUNGJAWABAN KORPORASI DALAM PENERAPAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009
TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
BAGI KASUS-KASUS PIDANA LINGKUNGAN HIDUP

Oleh:

Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH. MS.
Fadlielah Hasanah, SH. MH.


I.   Hukum Pidana Indonesia, saat ini berorientasi pada “tiga masalah pokok”, yaitu ”tindak pidana”, ”pertanggungjawaban pidana”, dan ”pidana dan pemidanaan”. Pembagian permasalahan Hukum Pidana tersebut merefleksikan bahwa Hukum Pidana berdasarkan pandangan dualistis, artinya: dipisahkannya antara “tindak pidana” dengan “pertanggungjawaban pidana”. Pemisahan antara “tindak pidana” dan “pertanggungjawaban pidana”, akan menjadikan adanya pemisahan mengenai ketentuan tentang ”alasan pembenar” dan ”alasan pemaaf”. Alasan pembenar ditempatkan dalam ”tindak pidana”, dan ”alasan pemaaf” ditempatkan ”Pertanggungjawaban Pidana”.
   Pemisahan “tindak pidana” dan “pertanggungjawaban pidana” menurut Barda Nawawi, di samping merupakan refleksi dari pandangan dualistis juga sebagai refleksi dari ide keseimbangan antara kepentingan umum/masyarakat dan kepentingan individu/perseorangan, keseimbangan antara ”perbuatan” (”daad”/actus reus”, sebagai faktor objektif”) dan ”orang” (”dader” atau ”mensrea”/guilty mind”, sebagai faktor subjektif), keseimbangan antara kriteria formal dan material, keseimbangan kepastian hukum, kelenturan/elastisitas/fleksibilitas dan keadilan; dan keseimbangan nilai-nilai nasional dan nilai-nilai global/internasional/ universal. Dengan demikian, kita tidak hanya berorientasi semata-mata pada pandangan mengenai hukum pidana yang menitikberatkan pada ”perbuatan atau akibatnya” (Daadstrafrecht/Tatsrafrecht atau Erfolgstrafrecht) yang merupakan pengaruh dari aliran Klasik, namun harus berorientasi/berpijak pada ”orang” atau ”kesalahan” orang yang melakukan tindak pidana (Daadstrafrecht/ Tatsrafrecht/Schuldstrafrecht), yang merupakan pengaruh dari aliran Modern.
             Pertanggunganjawab pidana merupakan diteruskannya celaan yang secara objektif ada pada tindak pidana berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku, dan secara subjektif kepada pembuat yang memenuhi syarat dalam Undang-Undang (pidana) untuk dapat dikenai pidana karena perbuatannya. Dengan diteruskannya celaan yang objektif ada pada tindak pidana berdasarkan ketentuan yang berlaku dan yang secara subjektif kepada pelaku yang memenuhi syarat-syarat dalam Undang-Undang (pidana) untuk dapat dipidana karena perbuatannya itu, maka timbullah hal pertanggungjawaban pidana. Dalam hal pelaku dapat dicela dengan melakukan perbuatan yang dilarang, maka ia dapat dipidana, dalam hal dapat dibuktikan kesalahannya, baik dalam arti sengaja atau tidak karena kealpaannya.