KOMENTAR PASAL 105 UUPPLH
Oleh: Alvi
Syahrin
I. Pasal 105 Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) berbunyi:
“Setiap
orang yang memasukkan limbah ke wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf c dipidana penjara paling
singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan denda paling
sedikit Rp.4.000.000.000,00 (empat milyar rupiah) dan paling banyak Rp.
12.000.000.000,00 (dua belas milyar rupiah).
Ketentuan
Pasal 69 ayat (1) huruf c UUPPLH, berbunyi: “Setiap orang dilarang: ... c.
Memasukkan limbah yang berasal dari luar wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia ke media lingkungan hidup Negara Kesatuan Republik Indonesia.”.
Penjelasan
Pasal 69 ayat (1) huruf c, berbunyi: “Larangan dalam ketentuan ini dikecualikan
bagi yang diatur dalam peraturan perundang-undangan”.
II. Memperhatikan ketentuan Pasal tersebut
di atas, tindak pidana sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 105 UUPPLH
merupakan tindak pidana/delik formil, yaitu berupa memasukkan limbah yang
berasal dari luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia ke media
lingkungan hidup Negara Kesatuan Republik Indonesia. --- limbah yang dimaksud
adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan.”. --- selanjutnya jika diperhatikan
pengertian limbah sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 105 UUPPLH adalah
berupa limbah yang tidak dikategorikan sebagai limbah B3, artinya limbah
sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 105 UUPPLH yaitu limbah non B3. ---
kemudian lagi, berdasarkan penjelasan Pasal 69 ayat (1) huruf c, larangan
memasukkan limbah non B3 tersebut dikecualikan bagi yang di atur dalam
peraturan perundang-undangan. --- Hal ini berarti ada limbah non B3 yang
berasal dari luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dapat masuk ke
media lingkungan hidup Negara Kesatuan Republik Indonesia, jika di atur dalam
peraturan perundang-undangan. --- Peraturan perundang-undangan yang mengatur
tentang pengecualian terhadap larangan tersebut di antaranya dapat di lihat
dari Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor:
39/M-Dag/Per/9/2009 tentang Ketentuan Impor Limbah Non Bahan Berbahaya dan
Beracun (Non B3).
Selanjutnya,
berdasarkan Pasal 2 dan Pasal 3 Peraturan Menteri tersebut di atas, Limbah Non B3 yang dapat diimpor hanya
berupa Sisa, Skrap atau Reja yang
digunakan untuk bahan baku dan/atau bahan penolong industri sebagaimana
tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia
Nomor: 39/M-Dag/Per/9/2009 tentang Ketentuan Impor Limbah Non Bahan Berbahaya
dan Beracun (Non B3). ---Limbah Non B3 hanya dapat diimpor oleh perusahaan yang
melakukan kegiatan usaha industri dan telah mendapat Pengakuan sebagai Importer
Produsen Limbah Non B3 dari Direktur Jenderal. Pengakuan sebagai Importer
Produsen Limbah Non B3 sebagaimana dimaksud paling sedikit memuat jumlah dan
jenis Limbah Non B3 yang dapat diimpor oleh Importer Produsen Limbah Non B3
beserta ketentuan teknis pelaksanaan importasinya.
Berdasarkan
ketentuan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor :
39/M-Dag/Per/9/2009 Tentang Ketentuan Impor Limbah Non Bahan Berbahaya Dan
Beracun (Non B3), pengertian sisa dalam limbah non B3 adalah
produk yang belum habis terpakai dalam proses produksi atau barang, yang masih
mempunyai karakteristik yang sama namun fungsinya telah berubah dari barang
aslinya. --- Pengertian Skrap dalam limbah non B3 adalah
barang yang terdiri dari komponen-komponen yang sejenis atau tidak, yang
terurai dari bentuk aslinya dan fungsinya tidak sama dengan barang aslinya. --
Dan pengertian Reja dalam limbah non B3
adalah barang dalam bentuk terpotong-potong dan masih bersifat sama
dengan barang aslinya namun fungsinya tidak sama dengan barang aslinya.
Berdasarkan
Pasal 1 angka (6) dan angka (7) Peraturan Menteri Perdagangan Republik
Indonesia Nomor: 39/M-Dag/Per/9/2009 tentang Ketentuan Impor Limbah Non Bahan
Berbahaya dan Beracun (Non B3), Importir Produsen Limbah Non B3 (IP LimbahNon
B3) adalah perusahaan yang melakukan kegiatan usaha industri yang disetujui
untuk mengimpor sendiri Limbah Non B3 yang diperlukan semata-mata untuk proses
produksi dari industrinya dan tidak boleh diperdagangkan dan/atau
dipindahtangankan kepada pihak lain, sedangkan Eksportir Limbah Non B3 adalah
perusahaan di negara dimana Limbah Non B3 dihasilkan dan/atau dikapalkan yang
melakukan pengiriman Limbah Non B3 ke Indonesia.
Berdasarkan
Pasal 6 Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor:
39/M-Dag/Per/9/2009 tentang Ketentuan Impor Limbah Non Bahan Berbahaya dan
Beracun (Non B3), setiap pelaksanaan impor Limbah Non B3 oleh IP Limbah Non B3
wajib dilengkapi Surat Pernyataan dari Eksportir Limbah Non B3, yang menyatakan
bahwa:
a. limbah yang diekspor bukan merupakan Limbah
B3; dan
b. bersedia
bertanggung-jawab dan menerima kembali Limbah Non B3 yang telah diekspornya
apabila Limbah Non B3 tersebut terbukti sebagai Limbah B3. Dalam hal Limbah Non
B3 yang diimpor sebagian atau seluruhnya terbukti sebagai Limbah B3 Limbah Non
B3 dimaksud wajib dikirim kembali oleh IP Limbah Non B3 paling lama 90
(sembilan puluh) hari sejak kedatangan barang berdasarkan dokumen kepabeanan
yang berlaku.
Selanjutnya,
berdasarkan Pasal 7 Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor:
39/M-Dag/Per/9/2009 tentang Ketentuan Impor Limbah Non Bahan Berbahaya dan
Beracun (Non B3), diatur bahwa IP Limbah Non B3 wajib menyampaikan laporan
tertulis baik melakukan maupun tidak melakukan impor Limbah Non B3 setiap 3
(tiga) bulan sekali paling lambat pada tanggal 15 bulan berikutnya. Laporan
sebagaimana dimaksud disampaikan melalui http://inatrade.depdag.go.id, dan bentuk
laporan sebagaimana tercantum dalam Lampiran II dala Peraturan Menteri
Perdagangan Republik Indonesia Nomor: 39/M-Dag/Per/9/2009 tentang Ketentuan
Impor Limbah Non Bahan Berbahaya dan Beracun (Non B3).
Setiap importasi
Limbah Non B3 oleh IP Limbah Non B3 berdasarkan ketentuan Pasal 8 Peraturan
Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor: 39/M-Dag/Per/9/2009 tentang
Ketentuan Impor Limbah Non Bahan Berbahaya dan Beracun (Non B3), wajib
dilakukan verifikasi atau penelusuran teknis di negara muat sebelum dikapalkan.
Pelaksanaan
verifikasi atau penelusuran teknis dilakukan oleh Surveyor yang telah memenuhi
persyaratan teknis, dan ditetapkan oleh Menteri. Surveyor yang telah memenuhi
persyaratan teknis adalah telah: a. memiliki Surat Izin Usaha Jasa Survey
(SIUJS), berpengalaman sebagai surveyor minimal 5 (lima) tahun; c. memiliki
cabang atau perwakilan dan/atau afiliasi di luar negeri dan memiliki jaringan
sistem informasi untuk mendukung efektifitas pelayanan verifikasi; dan d.
mempunyai rekam-jejak (track records)
di bidang pengelolaan kegiatan verifikasi impor.
Ruang lingkup
pelaksanaan verifikasi atau penelusuran teknis mencakup: a. identitas (nama dan
alamat) importir dan eksportir dengan benar dan jelas; b. nomor dan tanggal
Pengakuan sebagai IP Limbah Non B3; c. jumlah/volume atau berat, jenis dan
spesifikasi, serta nomor pos tarif/HS Limbah Non B3 yang diimpor; d. keterangan
waktu dan negara pengekspor/pelabuhan muat Limbah Non B3 yang diimpor; e.
keterangan tempat atau pelabuhan tujuan bongkar Limbah Non B3 yang diimpor; f.
keterangan dari eksportir berupa Surat Pernyataan Surat Pernyataan bahwa:
limbah yang diekspor bukan merupakan Limbah B3 dan bersedia bertanggung-jawab
dan menerima kembali Limbah Non B3 yang telah diekspornya apabila Limbah Non B3
tersebut terbukti sebagai Limbah B3.; dan g. keterangan lain apabila
diperlukan. Dalam melaksanakan kegiatan verifikasi atau penelusuran teknis,
surveyor dapat melakukan kerjasama
dengan surveyor yang berada di luar negeri.
Hasil verifikasi
atau penelusuran teknis berdasarkan ruang lingkup dituangkan dalam bentuk
Laporan Surveyor (LS) untuk digunakan sebagai dokumen pelengkap pabean dalam
penyelesaian kepabeanan di bidang impor.
Surveyor wajib menyampaikan laporan mengenai kegiatan verifikasi atau
penelusuran teknis secara tertulis kepada Direktur Jenderal setiap bulan pada
tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya.
Untuk bisa
memasukan Limbah Non B3 maka perusahaan
tersebut harus memiliki izin Importir Produsen (IP) Limbah Non B3. IP Limbah Non B3 merupakan produsen yang diakui oleh Menteri
Perindustrian dan Perdagangan dan disetujui untuk mengimpor sendiri limbah Non
B3 yang diperlukan semata mata untuk proses produksinya. Kewenangan pemberian
Izin Usaha Limbah Non B3 berada pada
Dirjen Perdagangan Luar Negeri, Departemen Perdagangan di Jakarta. Untuk mendapatkan Izin Usaha (IU) Limbah Non B3,
diajukan permohonan kepada Dirjen Perdagangan Luar Negeri dengan melampirkan
diantaranya: Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), Angka Pengenal Importir Umum
(API-U), Tanda Daftar Perusahaan (TDP), NPWP, Bukti pemilikan/penguasaan gudang
penimbunan yang telah diakui oleh departemen teknis/lembaga pemerintah.
Kemudian perlu
diperhatikan/diingat, pertimbangan huruf c Peraturan Menteri Perdagangan
Republik Indonesia Nomor: 39/M-Dag/Per/9/2009 tentang Ketentuan Impor Limbah
Non Bahan Berbahaya dan Beracun (Non B3), berbunyi: “bahwa pengadaan limbah non
B3 sebagai bahan baku dan/atau bahan penolong dari sumber di luar negeri harus
tetap memperhatikan upaya perlindungan lingkungan hidup di dalam negeri,
sehingga importasinya perlu dilakukan secara terkendali dan terbatas”, --- hal
ini berarti (pertimbangan huruf c tersebut) mempunyai makna “memasukkan limbah
non B3 ke Negara Kesatuan Republik Indonesia perlu dilakukan secara ketat
dengan lebih memperhatikan dan mengutamakan upaya sistematis dan terpadu yang
dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan yang meliputi perencanaan,
pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan dan penegakan hukum”.
III. Menyimak uraian terdahulu, dan
memperhatikan ketentuan Pasal 69 ayat (1) huruf c UUPPLH, berbunyi:
“Setiap orang dilarang: ... c. Memasukkan limbah yang berasal dari luar wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia ke media lingkungan hidup Negara Kesatuan Republik
Indonesia.”. Penjelasan Pasal 69 ayat (1) huruf c, berbunyi: “cukup jelas”,
maka unsur-unsur Pasal 105 UUPPLH, yaitu:
a. Unsur
Obyektif:
memasukkan limbah yang berasal dari luar wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia ke media lingkungan hidup Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Limbah yang dimaksud adalah non limbah B3.
b. Unsur
Subyektif:
- setiap orang
berdasarkan Pasal 1 angka (32) UUPPLH, Pengertian
setiap orang adalah orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbadan hukum
maupun yang tidak berbadan hukum.
- dengan sengaja.
Rumusan
Pasal 105 UUPPLH tidak ada mencantumkan unsur kesalahan secara tegas, namun
demikian jika dilihat dari kata “memasukkan limbah” akan terlihat adanya
perbuatan aktif manusia yang secara pasti di dorong oleh kesadaran alam pikiran
si pelaku, dan di dorong oleh kesadaran alam pikiran si pelaku tersebut
merupakan unsur mensrea atau
kesalahan, artinya unsur kesalahan tersebut secara tersirat dianggap ada dengan
kata: “memasukkan limbah ke dalam wilayah Republik Indonesia”.
--o0o--
Tidak ada komentar:
Posting Komentar