Selasa, 05 Maret 2019

METODE PENELITIAN HUKUM DAN SISTEMATIKA PENULISAN DISERTASI ILMU HUKUM

METODE PENELITIAN HUKUM
DAN SISTEMATIKA PENULISAN DISERTASI ILMU HUKUM
----------------------------------------------------------
Oleh:
Alvi Syahrin, Prof.Dr.MS.SH
Guru Besar Hukum Pidana/Lingkungan Fakultas Hukum USU Medan

I.                Para sarjana hukum mempunyai cara berpikir yang khas yaitu juridisch denken berdasarkan konsep, asas dan sistematika hukum yang dikenalnya. Cara berpikir seperti ini sulit dimengerti oleh mereka yang non-yurist (bukan ahli hukum), sebab kerangka berpikirnya berbeda. Namun, pada saat ini berkembang dikalangan para ahli hukum, yaitu mengabaikan metode-metode penelitian hukum dan lebih ke arah penelitian sosiologis deskriptif atau penelitian sosio legal dalam rangka penemuan hukum (rechtsvinding).
Penelitian hukum merupakan kegiatan sehari-hari seorang sarjana hukum, dan hanya mampu/dapat dilakukan oleh seorang sarjana hukum, sebagai seorang yang sengaja di didik untuk memahami dan menguasai disiplin hukum. Penelitian hukum merupakan suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi. Penelitian hukum dilakukan untuk menghasilkan argumentasi, teori atau konsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. Jawaban yang diharapkan dalam penelitian hukum yaitu: right (benar), apporiate (pantas), in-approriate (tidak pantas) atau wrong (salah), sehingga hasil yang diperoleh dari penelitian hukum sudah mengandung nilai.

            Penelitian hukum tidak perlu menggunakan hipotesis, sehingga penelitian hukum tidak mengenal istilah: variabel bebas dan variabel terikat serta tidak dikenal istilah data, istilah analisis kualitatif dan kuantitatif, dengan kata lain semua prosedur yang terdapat dalam penelitian keilmuan yang bersifat deskriptif bukan merupakan prosedur dalam penelitian hukum. Penelitian hukum tidak memerlukan penggunaan statistik baik yang parametrik maupun yang non-parametrik, karena hal tersebut tidak mempunyai relevansinya dalam penelitian hukum. Kemudian juga dalam penelitian hukum tidak dimungkinkan diterapkan grounded research, oleh karena grounded research merupakan metode untuk ilmu-ilmu sosial. Dengan demikian, langkah-langkah dan prosedur yang terdapat dalam penelitian sosial tidak berlaku untuk penelitian hukum. Penelitian hukum merupakan kegiatan rutin bagi setiap yuris: hakim yang membuat putusan, advocat yang menyusun gugatan atau legal opinion atas permintaan kleinnya atau seorang jaksa akan membuat tuntutan atau dakwaan. Bagi seorang legal scholar yang hendak menghasilkan sebuah tulisan hukum baik berupa artikel atau buku hukum juga beranjak dari suatu penelitian hukum. Setiap penelitian hukum pada hakekatnya merupakan penelitian tentang norma atau kaedah (dan prinsip-prinsip hukum) dalam kerangka legal problem solving.
               Penelitian hukum antara lain berguna untuk:  1. mengetahui atau mengenal apakah dan bagaimanakah hukum positifnya mengenai suatu masalah yang tertentu;  2. dapat menyusun dokumen-dokumen hukum yang diperlukan oleh masyarakat; 3. menulis artikel, makalah/ceramah atau buku hukum; 4. dapat menjelaskan atau menerangkan kepada orang lain apakah dan bagaimanakah hukumnya mengenai peristiwa atau masalah tertentu. 5. melakukan penelitian dasar (basic research) di bidang hukum, khususnya jika mencari asas, teori hukum dan sistem hukum, terutama dalam hal penemuan dan pembentukan  asas-asas hukum baru, pendekatan hukum yang baru, dan sistem hukum nasional (yang baru); 6. menyusun rancangan undang-undang, atau peraturan perundang-undangan (termasuk keputusan-keputusan) yang baru (legislative drafting); 7. menyusun rencana pembangunan hukum, baik rencana jangka pendek, jangka menengah, terlebih-lebih untuk menyusun rencana jangka panjang.
               Kegunaan penelitian hukum sebagaimana yang disebut pada angka 1 sampai dengan angka 5 di atas, merupakan penelitian hukum monodisipliner. Namun jika penelitian hukum digunakan bersama-sama dengan metode penelitian lain (misalnya metode penelitian sosial) yang merupakan conditio sine qua non apabila hendak menyusun rencana undang-undang (angka 6), atau hendak menyusun rencana pembangunan (angka 7) dalam kaitannya mengenai penelitian dampak suatu lembaga hukum yang menyangkut pembangunan hukum di masa depan (futuristik atau antisipatoris) juga diperlukannya metode penelitian tentang masa depan (futurologi), maka penelitian yang dilakukan yaitu penelitian hukum interdisipliner. Penelitian hukum harus dilihat dari sudut pandang yuris, yang melakukan penelitian dengan tujuan untuk legal problem solving yang akhirnya memiliki manfaat atau faedah bagi masyarakat.

II.              Metode penelitian tidaklah seragam dapat diterapkan untuk semua bidang ilmu. Setiap ilmu pengetahuan memiliki metodenya sendiri, dan tidak dimungkinkannya penyeragaman metode untuk semua bidang ilmu. Ilmu hukum bukan merupakan bagian dari ilmu sosial, sehingga tidak tepat jika metode riset atau metode penelitian sosial digunakan di dalam ilmu hukum.
Saat ini para pengajar di Fakultas Hukum banyak dipengaruhi oleh pandangan-pandangan ilmu sosial bahkan mengembangkan pemikiran tersebut, sehingga muncul pemikiran bahwa: ilmu hukum ditempatkan sebagai ilmu sosial kalau ilmu hukum tersebut dikehendaki berkembang dengan metode digunakan ilmu sosial, kuliah Pengantar Ilmu Hukum diberi sosiologi hukum, sulitnya dibedakan antara mazhab sosiologis dalam ilmu hukum dan sosiologi hukum. Mazhad sosiologis misalnya membicarakan apakah dalam putusan, pengadilan telah mempertimbangkan nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat dan pandangan-pandangan mengenai kelayakan atau kepantasan yang berkembang dalam masyarakat sehingga putusannya sesuai dengan prinsip-prinsip hukum. Atau dalam pembuatan peraturan perundang-undangan juga mengingat prinsip-prinsip moral yang dianut oleh masyarakat tertentu. Sebaliknya, sosiologi hukum akan mulai dari masyarakat dan perilaku individu dalam masyarakat terhadap hukum. Isu yang dikembangkan yakni efektifitas hukum terhadap perilaku tertentu, pengaruh aturan perundang-undangan terhadap keadaan tertentu, implementasi aturan perundang-undangan terhadap sesuatu atau kepatuhan individu terhadap aturan perundang-undangan. Hasil akhir yang hendak dicapai sosiologi hukum adalah faktor-faktor yang menghambat atau mendorong efektifitas atauran perundang-undangan, berpengaruh tidaknya adanya aturan perundang-undangan terhadap keadaan tertentu, apakah implementasi telah dilakukan secara benar atau faktor-faktor yang menghambat atau mendorong individu taat akan perundang-undangan.
Para mahasiswa hukum banyak yang lebih tertarik menganalis masalah-masalah sosial sebagaimana yang dikembangkan oleh para sosiolog yang tertarik untuk belajar hukum dan mengembangkan “socio legal studies” yang menempatkan hukum dalam perspektif ilmu sosial sebagai gejala sosial. Artinya, socio legal studies bukan merupakan bagian dari ilmu hukum, melainkan merupakan bagian dari studi-studi sosial tentang hukum. Perkembangan penelitian yang menitik beratkan mengenai dampak, kepatuhan, efektifitas atauran hukum tertentu di dalam hidup bermasyarakat, hukum dan perubahan sosial, perilaku aparat pengadilan dalam kerangka hukum dan masyarakat secar luas, yang menelaah celah antara apa yang diidealkan oleh aturan hukum dan prilaku praktis, serta kekeliruan menafsirkan law in action sebagi perlaku individu atau masyarakat terhadap aturan hukum untuk dibedakan dengan law in book yang diartikan sebagai undang-undang, bahkan menggunakan istilah das Sollen untuk menyebut law in book dan das Sein untuk menyebut perilaku masyarakat, serta mengemukakan tugas ilmu hukum adalah menyelesaikan masalah sosial yang berkaitan dengan hukum dan bukan mempelajari hukum itu secara mendalam.
Perkembangan selanjutnya, terdapat pemikiran bahwa lulusan Fakultas (Ilmu) Hukum bukan hanya menjadi tukang (plumber) melainkan juga harus menjadi ilmuan (scientist) dan memandang Fakultas Hukum sebagai vocational school, yang sebenarnya pendidikan hukum merupakan suatu pendidikan profesi yang menghasilkan seorang profesional yang mampu menangani masalah-masalah praktis yang dihadapkan kepadanya. Seorang profesional memiliki: pengetahuan (knowlegde), ketrampilan (skill), dan etika (ethics) serta bersikap independen dengan menggunakan keilmuannya.
Hukum sebagai satu dari norma sosial yang di dalamnya sarat akan nilai, oleh karena itu ilmu hukum tidak dapat digolongkan ke dalam ilmu sosial, sebab ilmu sosial hanya berkaitan dengan kebenaran empiris semata-mata. Studi-studi sosial tentang hukum menepatkan hukum sebagai instrumen yang digunakan dalam masyarakat dalam mencapai tujuan tertentu dan hal tersebut dapat diverifikasi dan observasi secara empiris, hal ini menjadikan pendekatannya mereduksi esensi hukum di dalam masyarakat. Hukum diciptakan tidak hanya menjaga ketertiban sosial, menghindari kekacauan dalam hidup bermasyarakat, dan menyeimbangkan kepentingan-kepentingan yang bertentangan dalam masyarakat, akan tetapi hukum juga diperlukan dalam mempertahankan keadilan dan kelayakan, serta dalam mepertahankan ketertiban sosial dan menyeimbangkan kepentingan-kepentingan yang ada dalam masyarakat, nilai-nilai perlu diajadikan acuan dan nilai-nilai baru harus diakomodasikan sedemikian rupa tanpa merusak nilai-nilai yang sudah ada. Hal-hal yang berkaitan dengan nilai, bukan merupakan urusan studi sosial. Dengan demikian, objek ilmu hukum adalah hukum, sehingga penelitian hukum memiliki metodenya sendiri.

III.            Ilmu hukum bukan termasuk kedalam ilmu deskriptif, melainkan ilmu yang bersifat preskiptif. Penelitian hukum merupakan kegiatan know-how dalam ilmu hukum, bukan sekedar know-about, sehingga sebagai kegiatan know-how, penelitian hukum dilakukan untuk memecahkan isu hukum yang dihadapi. Hal ini memerlukan kemampuan untuk mengidentifikasi masalah hukum, melakukan penalaran hukum, menganalisis masalah yang dihadap dan kemudian memberikan pemecahan atas masalah tersebut. kegatan penelitian hukum merupakan proses menemukan hukum yang berlaku dalam kegiatan hidup bermasyarakat, yang bukan hanya sekedar menerapkan aturan yang ada, melainkan juga menciptakan hukum untuk mangatasi masalah yang dihadapi.
Kegiatan penelitian hukum merupakan untuk memperoleh kebenaran kohensi. Kegiatannya berpangkal dari tolok ukur yang berupa moral. Norma yang berupa pedoman tingkah laku harus berdasarkan prinsip hukum yang selanjutnya berpangkal kepada moral. Aturan hukum harus koheren dengan norma hukum dan norma hukum koheren dengan prinsip-prinsip hukum. Peneliti hukum harus mampu menemukan inkorehensi antara satu aturan hukum dengan aturan hukum lainnya, antara hukum yang lebih rendah dengan aturan hukum yang lebih tinggi dan atara aturan hukum dengan prinsip hukum. Oleh karena itu, penguasaan substantive legal knowladge atau pengetahuan hukum yang bersifat substantif merupakan sesuatu yang mutlak diperlukan. Pengetahuan hukum yang bersifat substantif tersebut dimulai dari pengenalan akan ilmu hukum yang di dalamnya terdapat dasar-dasar ilmu hukum, asas-asas masing-masing bidang hukum, memahami konseptual yang terkandung dalam aturan-aturan tertulis, doktrin-doktrin yang sudah inheren dengan keilmuan hukum yang tidak dapat disimpangi, pemahaman terhadap hukum acaranya, sehingga kompleksitas pengetahuan hukum substantif yang mutlak harus dikuasai ahli hukum.
Penelitian hukum bertujuan memberikan preskriptif mengenai apa yang seyogianya dilakukan, bukan membuktikan kebenaran hipotesis. Preskripsi itu harus timbul dari hasil telaah yang dilakukan, sehingga penelitian hukum dalam kerangka kegiatan akademis melahirkan preskripsi yang dapat diterapkan, yang preskripsinya harus koheren dengan gagasan dasar hukum yang berpangkal dari moral. Penelitian hukum sebagai penelitian dalam kerangka know-how di dalam hukum, maka penelitian hukum dilakukan untuk mencari pemecahan atas isu hukum yang timbul atau memberikan preskripsi mengenai apa yang seyogianya atas isu yang diajukan. Isu hukum hanya dapat diidentifikasi oleh ahli hukum (mereka-mereka yang memiliki expertise dalam bidang ilmu hukum), sehingga hanya mereka yang mempunyai expertice dalam bidang ilmu hukum yang mampu menganalisis hukum yang mampu melakukan penelitian hukum.

IV.            Isu hukum mempunyai posisi sentral di dalam penelitian hukum sebagaimana kedudukan masalah di dalam penelitian lainnya, karena isu hukum tersebut harus dipecahkan di dalam penelitian hukum sebagaimana permasalahan yang harus dijawab di dalam penelitian bukan hukum. Dalam penelitian hukum terdapat 3 (tiga) tataran isu hukum yakni: 1. isu hukum pada tataran dogmatik hukum, yang  terkait/menyangkut ketentuan hukum yang relevan dengan fakta yang dihadap; 2. isu hukum pada tataran teori hukum, yang mengandung konsep hukum, dan 3. isu hukum pada tataran filosofis, yang terkait/menyangkut asas-asas hukum.
Isu hukum pada tataran/ruang lingkup dogmatik hukum lebih memberat kepada aspek praktis ilmu hukum. Walaupun memberat kepada aspek praktis ilmu hukum perolehan jawaban atas isu hukum pada ruang lingkup dogmatik hukum diperoleh dari penelitian yang bersifat akademis. Penelitian hukum dalam ruang lingkup dogmatik hukum, isu hukumnya mengenai ketentuan hukum yang di dalamnya mengandung pengertian hukum berkaitan dengan fakta hukum yang dihadapi. Isu hukum pada ruang lingkup dogmatik hukum dapat timbul dalam hal: para pihak yang berperkara saling bertentangan dan mengemukakan penafsiran yang saling bertentangan terhadap teks peraturan karena peraturan tersebut kurang jelas; terjadinya kekosongan hukum; dan terdapat perbedaan penafsiran atas fakta.
            Penelitian akademis yang mempunyai kegunaan praktis, akan melakukan penafsiran atas teks peraturan yang tidak jelas dan menginterpretasi fakta yang dihadapkan kepadanya. Interpretasi akan memberikan kejelasan dan merekonstruksi gagasan yang tersembunyi di dalam aturan hukum. Ajaran interpretasi menggunakan metode hermeneutik. Metode hermeneutik berpangkal dari suatu proposisi bahwa terdapat adanya saling ketergantungan yang bermakna antara kehidupan manusia dan budayanya. Manusia memberikan makna kepada kehidupannya. Tingkah laku masyarakat didasarkan atas interpretasi yang berarti mengenai apa yang mereka lakukan, mereka dalam berinteraksi sosial (berhubungan satu sama lainnya) dalam bingkai yang sarat dengan norma dan tidak bebas nilai. Aktifitas manusia ditentukan  oleh gagasan-gagasan normatif yang ada di dalam diri manusia itu sendiri dan bukan ditentukan oleh proses mekanis tanpa tujuan sebagaimana terjadi pada makhluk lain yang bukan manusia.
            Kaum positivistis yang dibangun oleh John Austin tidak sejalan dengan pandangan kaum hermeneutik, sebab pandangan John Austin maupun John Struat Mill di pengaruhi oleh pemikiran ilmiah modern yang anti metafisika dan mengembangkan ilmu hukum sesuai dengan tuntutan ilmu modern (yang memandang hukum dalam kaitannya dengan gejala yang dapat diamati), yakni aturan-aturan dan sanksi dari suatu institusi yang harus dipatuhi oleh masyarakat. Aspek normatif hukum harus dinyatakan ke dalam bentuk aturan tingkah laku lahiriah yang dapat diobservasi. Hukum diperbincangkan dari sudut pandang sosiolog hukum yang bebas nilai, dan membangun experimental design dalam penelitian ilmu sosial.
            Permasalahan yang muncul dalam pendekatan ilmiah terhadap yang hukum sebagaimana yang dikemukakan oleh Austin maupun para sosiolog, yaitu: a. tidak dapat diobservasinya mengenai pelaku taat kepada hukum berdarkan pertimbangan subyektif mengenai apa yang benar, b. pemecahan hukum yang tepat bagi masalah yuridis yang aktual dalam praktek hukum berdasarkan ilmu hukum yang berkaitan dengan hal-hal yang bersifat normatif, c. ilmu hukum yang bersifat normatif tidak dapat diverifikasi (misalnya: iktikad baik, kesalahan, kepatutan dan keyakinan, dewasa, badan hukum, dan sebagainya).
Menurut Hart, pada suatu masyarakat yang taat hukum bertindak atas dasar dorongan kesadaran mengenai apa yang mereka lakukan. Kesadaran (perilaku manusia) didasarkan kepada jalan pikiran yang begitu kompleks, sehingga apa yang dilakukan dapat menjadi obyek interpretasi, dengan kata lain tingkah laku manusia dipengaruhi oleh gagasan normatif sipelaku tersebut. Oleh karena itu peneliti hukum harus menemukan makna tingkah laku tersebut melalui interpretasi.
Penelitian pada tataran teori hukum, isu hukumnya harus mengandung konsep hukum. Konsep hukum dapat dirumuskan sebagai suatu gagasan yang dapat direalisasikan dalam kerangka berjalannya aktifitas hidup bermasyarakat secara tertib. Pada tataran teori, penelitian hukum diperlukan bagi pengembangan suatu bidang kajian hukum tertentu, yang dilakukan guna meningkatkan dan memperkaya pengetahuan dalam penerapan hukum. Dengan menelaah konsep-konsep hukum, para ahli hukum akan lebih meningkatkan daya interpretasinya serta mampu menggali teori-teori yang ada di belakang ketentuan hukum tersebut.
            Penelitian terhadap konsep-konsep hukum harus benar-benar dilakukan oleh ahli hukum, dan hermeneutik merupakan instrumen penting dalam melakukan penafsiran hukum pada ruang lingkup teori hukum. Sebagai contoh: konsep strict liability ada yang mengartikan sebagai (merupakan) penyimpangan atas asas 'tiada pidana tanpa kesalahan' dan memandang kesalahan sebagai suatu yang tidak relevan untuk dipermasalahkan apakah pada kenyataannya ada atau tidak (Strict liability diartikan sebagai pertanggungjawaban tanpa kesalahan - 'liability without fault'), padahal: pada strict liability pembuatnya tetap diliputi kesalahan (kesalahan dalam arti normatif.
Bersandar pada teori kesalahan normatif, pertanggungjawaban pidana korporasi dilakukan atas dasar kesalahan, hanya saja isi kesalahan tersebut berbeda dengan subyek hukum manusia yang didasarkan (berpangkal tolak dari) keadaan psikologis dari pembuatnya dan hubungan antara hal itu dengan perbuatannya. Dasar dari penetapan dapat dipersalahkannya badan hukum (korporasi) yaitu tidak dipenuhinya dengan baik fungsi kemasyarakatan yang dimiliki badan hukum.
Fungsi kemasyarakatan yang dimiliki badan hukum, dicerminkan dari suatu perusahaan yang  bertanggungjawab atas tindakan dan kegiatan bisnisnya yang mempunyai pengaruh atas orang-orang tertentu, masyarakat, serta lingkungan di mana perusahan itu beroperasi. Secara positif perusahaan diharapkan untuk ikut melakukan kegiatan tertentu yang tidak semata-mata didasarkan pada  perhitungan keuntungan kontan yang langsung, melainkan juga demi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat. Perusahaan sebagai bagian dari masyarakat yang lebih luas, perlu ikut memikirkan dan menyumbangkan sesuatu yang berguna bagi kepentingan hidup bersama dalam masyarakat. Kepedulian perusahaan terhadap lingkungan hidup, kelestarian hutan, kesejahteraan masyarakat sekitar, dan seterusnya akan menciptakan iklim yang lebih menerima perusahaan itu beserta produk-produknya. Sebaliknya, ketidakperdulian perusahan akan selalu menimbulkan sikap protes, permusuhan, dan penolakan atas kehadiran perusahaan itu beserta produknya, tidak hanya dari masyarakat setempat di sekitar perusahaan itu melainkan juga sampai pada tingkat internasional.
Indikator kesalahan korporasi yaitu bagaimana korporasi menjalankan fungsi kemasyarakatan. Hukum mengharapkan kepada korporasi untuk menjalankan fungsi kemasyarakatannya dengan baik sehingga sejauh mungkin dapat menghindari terjadinya tindak pidana. Terhadap korporasi penilaian adanya kesalahan ditetentukan oleh bagaimana korporasi memenuhi fungsi kemasyarakatannya, sehingga 'dapat dicela' ketika suatu  tindak pidana terjadi karenanya. Strict liability merupakan pertangungjawaban terhadap pembuat tindak pidana yang dilakukan tanpa harus membuktikan kesalahannya. Kesalahannya tetap ada, tetapi tidak harus dibuktikan. Terdakwa dinyatakan bersalah hanya dengan membuktikan telah dilakukannya tindak pidana. Fungsi strict liability yaitu berkenan dengan hukum acara dan bukan hukum pidana materil. Strict liability dalam pertanggungjawaban pidana lebih merupakan persoalan pembuktian, yakni kesalahan dipandang ada sepanjang telah dipenuhinya unsur tindak pidana.
Penelitian hukum yang berkaitan dengan isu mengenai asas hukum berada dalam tataran filsafat hukum. Asas hukum merupakan aturan-aturan pokok. Aturan-aturan pokok menguji peraturan-peraturan hukum yang berlaku umum. Aturan-aturan pokok tidak perlu diuji lagi. Diatas aturan-aturan pokok tersebut tidak ada lagi aturan, dan ini disebut sebagai asas-asas hukum. Asas-asas hukum menampakkan diri ke permukaan melalui aturan-aturan hukum. Dalam setiap aturan hukum dapat dilacak asas hukumnya. Setiap tertib hukum yang berlaku disetiap negara selalu ditopang oleh asas hukum. Asas hukum yang berlaku di suatu negara dapat berbeda dengan asas hukum yang berlaku dinegara lain (asas hukum dapat berbeda-beda antara satu negara dengan negara yang lain), namun tidak berarti tidak (masih) ditemukannya asas hukum yang berlaku secara universal atau paling tidak dianut oleh sebagian besar bangsa.  Asas-asas hukum dapat mengalami perubahan, akan tetapi perubahan tersebut amat lambat dibandingkan dengan perubahan peraturan hukum, mengingat asas hukum merupakan sesuatu yang bersifat abstrak. Asas hukumyang lama yang asli dimiliki oleh suatu negara mungkin dapat diganti oleh asas hukum yang dimiliki oleh bangsa lain karena asas hukum yang asli tersebut tidak lagi sesuai dengan situasi yang ada. Asas-asas hukum ini mempunyai arti penting bagi pembentukan hukum, penerapan hukum dan pengembangan ilmu hukum. Bagi pembentukan hukum, asas-asas hukum memberikan landasan secara garis besar mengenai ketentuan-ketentuan yang perlu dituangkan di dalam aturan hukum. Di dalam penerapan hukum, asas-asas hukum sangat membantu bagi digunakannya penafsiran dan penemuan hukum maupun analogi, kemudian bagi penegmbangan ilmu hukum, asas-asas hukum mempunyai kegunaan karnea di dalam asas-asas hukum dapat ditunjukkan berbagai aturan hukum yang pada tingkat yang lebih tinggi sebenarnya merupakan satu kesatuan.
            Penelitian terhadap asas-asas hukum mempunyai nilai yang sangat penting  bagi dunia akademis, pembuatan undang-undang, maupun praktik hukum. Sebagai contoh: melakukan penelitian hukum terhadap asas legalitas dalam kaitannya dengan ajaran melawan hukum dan asas legalitas dalam konteks Hukum Pidana Nasional. Sejarah perkembangan asas legalitas dalam hukum pidana, dengan segala faktor yang mempengaruhinya, terdapat 4 (empat) macam sifat ajaran yang terkandung oleh asas legalitas, yaitu: Pertama, asas legalitas hukum pidana yang menitikberatkan pada perlindungan individu untuk memperoleh kepastian dan persamaan hukum. Adagium yang dipakai oleh ajaran ini menurut G.W. Paton yaitu nulla peona sine lege. Perlindungan individu diwujudkan dengan adanya keharusan lebih dahulu untuk menentukan perbuatan pidana dan pemidanaan dalam undang-undang. Kedua, asas legalitas hukum pidana yang menitik beratkan pada dasar dan tujuan pemidanaan agar dengan sanksi pidana itu hukum pidana bermanfaat bagi masyarakat sehingga tidak ada lagi pelanggaran hukum yang dilakukan oleh masyarakat. Adagium yang dipakai oleh ajaran ini adalah ciptaan Feuerbach: nullum delictum, nulla peona sine praevia lege ponali. Ketiga, asas legalitas hukum pidana yang menitik beratkan tidak hanya pada ketentuan tentang perbuatan pidana saja agar orang menghindari perbuatan tersebut, tetapi juga harus diatur mengenai ancaman pidananya agar penguasa tidak sewenang-wenang dalam menjatuhkan pidana. Keempat, asas legalitas hukum pidana yang menitikberatkan pada perlindungan hukum kepada negara dan masyarakat. Asas legalitas disini bukan hanya kejahatan yang ditetapkan oleh undang-undang saja, akan tetapi menurut ketentuan hukum berdasarkan ukuran dapat membahayakan masyarakat. Oleh karena itu tidak mungkin ada perbuatan jahat yang timbul kemudian dapat meloloskan diri dari tuntutan hukum. Adagium yang dipakai disini adalah nullum crimen sine poena. Selanjutnya, menyimak Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU-KUHP 2015) yang saat ini dalam pembahasan, tampaknya asas legalitas tidak berlaku absolut,  oleh karena: Pertama: adanya ketentuan Pasal 1 ayat (4) RUU-KUHP (2015) yang secara implisit mengakui hukum tidak tertulis dalam masyarakat, Kedua: pembahasan terhadap asas legalitas atau lex  temporis delicti tidak berkaitan dengan perubahan perundang-undangan semata-mata sebagaimana tertuang dalam Pasal 2 RUU-KUHP (2015) tetapi juga berkaitan dengan kehidupan sosial kemasyarakatan, Ketiga: ketentuan mengenai larangan menerapkan analogi merupakan suatu contradictio interminis jika dihubungkan dengan Pasal 1 ayat (3) RUU-KUHP (2015), yang mana seseorang dapat dipidana meskipun perbuatannya tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan, sebab untuk memidana suatu perbuatan yang tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan, tidak mesti tidak, hakim harus menggunakan analogi atau setidak-tidaknya interpretasi ekstensif, padahal pada hakekatnya tidak terdapat perbedaan prinsip antara interpretasi ekstensif dengan analogi. Keempat: berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat (4) RUU-KUHP (2015), hukum yang tidak tertulis tersebut tidak hanya berkaitan dengan situasi dan kondisi masyarakat Indonesia sertakearifan lokal semata, akan tetapi juga dapat bersumber dari prinsip-prinsip umum yang diakui bangsa-bangsa beradab di dunia. Artinya, asas legalitas juga dapat disimpangi oleh praktik hukum kebiasaan yang telah berlangsung dan diakui oleh masyarakat internasional. Kelima: pembatasan terhadap asas legalitas sebagaimana yang termaktub dalam RUU-KUHP (2015), kiranya sudah sesuai dengan amandemen ketiga UUD 1945 Pasal ayat (3) yang menyatakan "Indonesia adalah negara hukum". Menurut Mahfud MD, perumusan Pasal 1 ayat (3) tanpa embel-embel 'rechtsstaat'  seperti dalam penjelasan UUD 1945 sebelum amandemen dimaksudkan agar konsep negara hukum yang ada di Indonesia saat ini adalah negara hukum prismatik. Artinya, menggabungkan segi-segi positif antara rechtsstaat dan rule of law, serta memberi tempat yang luas pada pemenuhan rasa keadilan (rule of law). Artinya, demi tegaknya keadilan, maka seyogianya perbuatan yang tidak wajar, tercela atau yang tidak sesuai dengan nilai-nilai dalam masyarakat dapat dipidana meskipun secara formal tidak ada hukum tertulis yang melarangnya. Keenam; pembatasan terhadap asas legalitas sebagaimana termaktub dalam Pasal-Pasal RUU KUHP (2015), menunjukkan bahwa secara implisit hukum pidana di Indonesia telah mengakui ajaran melawan hukum materiil dalam fungsi yang positif, artinya meskipun suatu perbuatan tidak memenuhi rumusan tindak pidana dalam undang-undang, hakim dapat menjatuhkan pidana jika perbuatan tersebut dianggap tercela, bertentangan dengan keadilan dan norma-norma sosial lainnya dalam kehidupan masyarakat. Ketujuh: ketentuan RUU-KUHP (2015) telah sesuai dengan hasil perdebatan dalam kongres Internasional mengenai hukum pidana dan penjara pada tahun 1935 di Berlin, Jerman, mengenai apakah ada pengaruh suatu perubahan peraturan perundang-undangan terhadap putusan hakim yang tetah berkekuatan hukum tetap (kracht van gewijsde). Menurut Pompe, putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap hanya bisa dilawan dengan buitengewone rechtsmiddelen (alat-alat hukum yang luar biasa). Perubahan perundang-undangan tersebut dianggap novum sebagai dasar untuk mengajukan peninjauan kembali. dengan demikian, putusan hakim yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap harus disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang baru bila hal tersebut menguntungkan terpidana.
            Memperhatikan contoh di atas, penelitian hukum pada tataran isu hukum dalam filsafat hukum harus benar-benar dilakukan oleh ahli hukum, yang ditelaah dasar ontologis dan ratio legis undang-undang, menemukan teori-teori yang melatarbelakangi lahirnya undang-undang itu serta landasan filosofisnya.
Isu hukum timbul karena adanya dua proposisi hukum yang saling berhubungan satu sama lainnya. Hubungannya bersifat kausalitas memuat proposisi yang satu dipikirkan sebagai penyebab yang lain. Isu hukum yang timbul karena hubungan diterangkan menerangkan memuat proposisi yang satu dipikirkan sebagai menerangkan makna yang  lain, menjadikan peneliti harus mampu memahami konsep hukum yang menerangkan proposisi yang diterangkan. Sebagai ahli hukum, peneliti dalam memberikan rekomendasinya didasarkan kepada pertimbangan raison d'etre doktrin dan ratio legis ketentuan tersebut. selanjutnya, merumuskan isu hukum diperlukan ketepatan penggunaan kata, peneliti harus benar-benar memahami makna dan arti penting serta fungsi yang dijadikan isu hukum tersebut. Kesalahan dalam menemukan makna, arti penting dan fungsi yang dijadikan isu hukum, akan berakibat pemahaman yang salah terhadap pemecahan isu hukum tersebut, sehingga jawaban atas isu hukum tidak dapat dipertanggungjawaban secara akademis.

V.             Mempelajari hukum sebagai upaya mempelajari konsep-konsep yang berdasarkan konsep-konsep tersebut hukum bekerja dalam proses legislasi maupun regulasi (rule-making) maupun yudisial dan non-yudisial (rule adjudicating). Konsep hukum dalam terminologi Ius (Law) sebaiknya tidak dijumbuhkan dengan konsep peraturan atau lex (Laws). Hukum merupakan sesuatu yang lebih ideal, nilai, tentang keharusan (norma/kaidah) dalam rangka penataan suatu masyarakat, sedangkan peraturan baru ada setelah ia dibuat atau ditetapkan oleh otoritas yang berwenang (negara).
Peraturan sebagai usaha menusia untuk mengeksplisitkan hukum dalam rangka penataan suatu masyarakat melalui perantaraan otoritas yang berwenang. Oleh karena peraturan sebagai produk otoritas yang berwenang, ada kemungkinan peraturan tersebut sewenang-wenang. Dalam hukum tidak boleh ada sewenang-wenang (arbitary), hukum dibangun berdasarkan asas-asas/prinsip-prinsip (Law  is governed by principles).  Peraturan dinilai kelayakannya berdasarkan hukum, pinsip atau asas. Suatu peraturan harus sesuai dengan hukum supaya dapat berlaku atau mengikat sebagai sebuah keharusan untuk diikuti.
            Konsep hukum tidak sama dengan peraturan. Konsep hukum lebih luas dari peraturan. Peraturan hanya sebagai satu diantara manifestasi hukum dan tidak selalu suatu peraturan harus merupakan hukum. Peraturan selalu minggalkan gap, dan hukum diperlukan untuk menyelaraskan seluruh aspek kehidupan. Sebagai hal yang ideal, hukum berfungsi mengisi gap yang ada dalam peraturan, sebab tidak mungkin pergaulan manusia dapat berlangsung tanpa hukum. Tanpa hukum akan menimbulkan ketidakadanya jaminan atas kepentingan masing-masing orang, dan hanya merupakan "arogansi" jika pergaulan hidup manusia diserahkan sepenuhnya kepada perangkat peraturan dengan dalil peraturan serba lengkap. Hukum secara ideal mengikat semua orang yang menyoal tentang apa yang seharusnya dilakukan setiap orang.
Hukum dalam menjalankan fungsinya sebagai penataan terhadap pergaulan hidup manusia, akan bergantung kepada kapasitas ilmu hukum yang dikembangkan oleh kelompok ahli hukum (yuris). Hubungan antara hukum dengan aktifitas yang dijalankan oleh para yuris akan terkait dengan ilmu hukum.  Hakekat ilmu hukum sebagai kegiatan untuk menghimpun dan mensistematisasikan material hukum berupa teks otoratif (peraturan perundang-undangan, putusan hakim, hukum tidak tertulis dan doktrin yuris yang  beribawa) yang kegiatan tersebut bertujuan untuk menyelesaikan masalah-masalah hukum (legal problem solving).
            Para ahli hukum (yuris) memiliki tugas besar untuk membangun kaidah-kaidah hukum yang kompleks menjadi sebuah sistem yang ideal yakni sistem kaedah yang koheren, non-kontradiktoris dan berkeadilan. Orang tidak boleh berpegang dan bergantung begitu saja pada kata-kata peraturan dengan suatu asumsi bahwa peraturan itu pasti benar, sebab peraturan tidak selalu dapat memberikan preskripsi yang layak dalam penataan kehidupan antar subyek hukum yang didasari pada suatu sistem nilai yang ideal, meskipun secara formal peraturan itu mengikat. Untuk menemukan aturan hukum, doktrin-doktrin hukum dalam rangka mememukan jawaban atas penyelesaian masalah-masalah hukum (legal problem solving) dilakukan penelitian hukum.
            Penelitian hukum merupakan sarana pengayaan terhadap ilmu hukum. Kegiatan penelitian hukum menghasilkan ilmu hukum. Penelitian hukum dan ilmu hukum saling memerlukan satu sama lain. Penelitian hukum merupakan aspek aktif atau dinamis dari ilmu hukum, yaitu ilmu hukum sebagai suatu proses. Secara fungsional penelitian hukum dipandang sebagai kelanjutan dari ilmu hukum, dan juga sebaliknya ilmu hukum menjadi dasar bagi penelitian hukum. Dalam penelitian hukum, konsep dasar tentang ilmu hukum menyangkut sistem hukum dan isi ilmu hukum haruslah sudah dikuasai terlebih dahulu, dan selanjutnya penguasan metodologi penelitian sebagai pertanggungjawaban ilmiah terhadap pengemban ilmu hukum.
            Penguasaan terhadap konsep dasar ilmu hukum dan konsekuensinya terhadap metodologinya, akan menghindarkan peneliti ilmu hukum dari pandangan ekstrem bahwa ilmu hukum dipelajari semata-mata untuk mengabdi kepada ilmu hukum. Konsep ilmu hukum dan metodologi yang digunakan dalam suatu penelitian memainkan peran yang signifikan agar ilmu hukum dan temuannya tidak terjebak dalam kemiskinan relevansi dan aktualitasnya, sebab ilmu hukum dan penelitian hukum bertujuan untuk menyelesaikan masalah-masalah hukum (legal problem solving) yang muncul di masyarakat serta mengabdi pada kesejahteraan umat manusia.
            Para ahli hukum dalam melakukan penelitian hukum secara purposif sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai mengacu kepada tataran tertentu dari ilmu hukum, dan hal tersebut tergantung kepada legal problem atau legal issues penelitian. Tataran penelitian yang dilakukan seorang ahli hukum pada tataran pertama disebut dogmatik hukum yang menyibukkan diri dengan hukum positif (inventarisasi, deskripsi, sistematisasi, interpretasi dan evaluasi hukum positif), selanjutnya pada tataran kedua lebih abstrak lagi (pada  tataran teori hukum) yakni penelitian hukum yang dilakukan dengan sasaran: menganalisis konsep hukum, hak, kewajiban, sumber hukum, sanksi dan lain-lain; metodologi atau ajaran metode dari ilmu hukum; kritik terhadap ideologi hukum, dan seterusnya.
Ilmu hukum berurusan dengan cara penerapan hukum secara benar, sehingga ilmu hukum mengiventarisasi dan mensistematisasikan bahan-bahan hukum/teks otoratif berupa peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan dan doktrin hukum guna menyelesaikan permasalahan hukum, yang proses ini disebut sebagai penelitian hukum. Kekhasan ilmu hukum dalam penelitian hukum menyangkut pemahaman terhadap teks otoritatif atau bahan-bahan hukum. Memahami teks tersebut dalam upaya mengetahui makna dari teks, yang pengetahuaanya diperoleh dengan menginterpretasi teks yang bersangkutan.
            Menginterpretasi teks otoritatif atau bahan-bahan hukum yaitu mendistilasi kaidah hukum dari teks yang sekaligus menentukan makna atau jangkauan wilayah keberlakuan (penerapan) kaidah hukum tersebut. Untuk menetapkan apa hukumnya yang seharusnya berlaku bagi suatu situasi berarti memilih kaidah hukum dan maknanya yang paling tepat atau paling dapat diterima dari berbagai kemungkinan kaidah hukum dan maknanya yang dapat didistilasi dari perangkat aturan hukum yang terkait dalam hubungan dengan situasi kemasyarakatan dalam rangka menyelesaikan masalah hukum yang dihadapi secara benar.
            Proses pengayaan ilmu hukum melalui penelitian hukum, juga harus dibarengi dengan kegiatan diskursus hukum. Kegiatan diskursus hukum merupakan kegiatan dalam rangka menjaga obyektivitas segala aktivitas berkenaan dengan ilmu hukum atau pengembangan hukum (baik teoritis maupun praktis), yang berupa proses intelektual untuk mempengaruhi pikiran dan tindakan secara langsung, preservasi dan pengembangan tradisi dan nilai-nilai hukum, serta preservasi dan pengembangan tradisi nilai-nilai profesi hukum.
            Pengujian kebenaran dari ilmu hukum melalui proses inter-subyektif untuk dapat diterima atau tidak dapat diterima proposisi-proposisi atau argumentasi hukum tersebut oleh para ahli hukum (yuris) sejawat sekeahlian, sehingga teori kebenaran yang paling sesuai untuk ilmu hukum yaitu teori pragmatik yang bertolak dari premis bahwa bahasa hanya memiliki fungsi instrumental untuk sumua orientasi yang mungkin atas dunia. Semua proposisi adalah benar jika proposisinya itu memenuhi fungsinya, dan teorinya yang didukung oleh konSensus dari sebanyak mungkin orang yang terdidik dan terlatih dalam bidang ilmu hukum.
            Suatu pendapat atau kesimpulan hukum tepat atau tidak tepat tergantung pada penjelasan yang diberikan untuk mendukung pendapat hukum tersebut. Argumentasi hukum yang diberikan berupa suatu yang sarat dengan nilai, karena proposisi-proposisi yang digunakannya mengandung muatan normatif atau preskriptif berkenaan dengan apa yang seharusnya, sepatutnya, selayaknya atau seadilnya. Dengan demikian pendapat hukum merupakan pendapat tentang kelayakan, yang kegiatan berargumentasinya merupakan proses justifikasi dalam rangka legal problem solving dengan bertumpu pada nalar dan logika.
Penelitian hukum mempunyai fungsi praktikal dan fungsi teoritikal. Fungsi praktikal memberdayakan sistem hukum dalam menyelesaikan problem hukum yang penelitiannya menjadi dasar bagi profesi hukum untuk meligitimasi kasusnya dengan kegiatan argumentasi dengan mengacu kepada bahan-bahan hukum. Sedangkan fungsi teoritikal bertujuan menghasilkan doktrin yang memberikan preskripsi tentang bagaimana interpretasi seharusnya dilakukan terhadap suatu kaidah dalam sistem hukum yang penelitiannya akan lebih banyak mengacu kepada doktrin-doktrin hukum yang dikembangkan oleh yuris terkemuka dalam rangka menghasilkan konsep/teori baru atau mempertajam konsep/teori lama dengan mengacu kepada bahan-bahan hukum yang kebayakan berupa buku-buku hukum seperti treatise, rechtsboek bukan wetboek, tulisan pada jurnal hukum, hasil penelitian hukum dari para yuris.

VI.            Penelitian sosial tentang hukum atau socio-legal research yang selalu diartikan sebagai penelitian hukum, oleh karena obyek penelitiannya hukum, namun hukum disini diartikan (ditempatkan) sebagai gejala sosial yang memandang hukum dari segi luarnya saja dalam arti hanya mengkaitkan dengan masalah sosial yang penelitiannya menitik beratkan perilaku individu atau masyarakat dalam kaitannya dengan hukum. Topik penelitian socio-legal research lebih banyak menyangkut masalah efektifitas aturan hukum, kepatuhan terhadap aturan hukum, peranan lembaga atau institusi hukum dalam penegakan hukum, implementasi aturan hukum, pengaruh aturan hukum terhadap masalah sosial tertentu atau sebaliknya, pengaruh masalah sosial terhadap aturan hukum. Hukum ditempatkan sebagai variabel terikat dan faktor-faktor nonhukum yang mempengaruhi hukum dipandang sebagai variabel bebas.
Penelitian sosial tentang hukum memerlukan hipotesis. Untuk menguji hipotesis tersebut diperlukan data. Apakah data tersebut diperoleh dengan sampling secara random atau purposive atau mungkin stratified sampling atau bahkan mungkin tanpa sampel bergantung kepada sifat populasi yang diteliti. Selanjutnya, teknik pengumpulan data mungkin dengan cara wawancara, obeservasi, kuesioner, atau cara lainnya yang disediakan oleh metode sosial. Analisis data yang terkumpul dengan menggunakan metode statistik yang lazimnya disebut penelitian kuantitatif, yang dapat digunakan Annova, Chi-square atau multiple Regression dan lainnya. Data dapat juga dianalisis secara kualitatif tanpa perlu statistik. Hasil yang diperoleh adalah menerima atau menolak hipotesis yang diajukan. Hasil penelitian sosial tentang hukum lebih memberikan gambaran (deskripsi) terhadap terjadinya ketidaktertiban, ketidak adilan dan ketidakpastian dalam penegakan hukum yang disebabkan (dipengaruhi) oleh prilaku manusia (gejala sosial). Hasil penelitian sosiol tentang hukum ini hanya sampai kepada memberikan konstribusi sebagai sumber (bahan) hukum, belum sampai kepada untuk melakukan memecahkan isu hukum yakni memberikan preskripsi mengenai apa yang seyogianya.
Permasalahan penelitian sosial tentang hukum jika hendak dijadikan penelitian hukum, maka penelitiannya harus mencakup juga isu-isu hukum yang muncul, seperti: Apakah ketentuan pemberian hak individual atas bumi, air dan kekayaan alam bagi perusahaan swasta tidak bertentangan dengan sistem perekonomian kerakyatan? Apakah negara seharusnya mendapatkan hak (memiliki saham di perusahanan swasta tersebut) atas pemberian hak individual atas bumi, air dan kekayaan alam bagi perusahaan swasta? Berapa prosenkah saham yang akan diperoleh negara pada perusahaan swasta tersebut yang mendapat hak individual atas bumi, air dan kekayaan alam, dan lain sebagainya. Dengan demikian, Penelitian hukum harus dilihat dari sudut pandang yuris, yang melakukan penelitian dengan tujuan untuk legal problem solving yang akhirnya memiliki manfaat atau faedah bagi masyarakat.

VII.          Penelitian hukum di dalamnya terdapat beberapa pendekatan, yang dengan pendekatan tersebut, peneliti akan mendapatkan informasi dari berbagai aspek mengenai isu yang sedang di coba untuk dicari jawabnya (dipecahkan permasalahannya). Pendekatan-pendekatan yang digunakan di dalam penelitian hukum, yakni: pendekatan undang-undang (statuta approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan komparatif (comparative approach), pendekatan historis (historical approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach).
Pendekatan undang-undang (statuta approach) dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani. Pendekatan perundang-undangan dalam penelitian hukum normatif memiliki kegunaan baik secara praktis maupun akademis. Bagi penelitian untuk kegiatan praktis, pendekatan undang-undang ini akan membuka kesempatan bagi peneliti untuk mempelajari adakah konsistensi dan kesesuaian antara suatu undang-undang dengan undang-undang lainnya atau antara undang-undang dengan Undang-Undang Dasar atau regulasi dan undang-undang. Hasil dari telaah tersebut merupakan suatu argumen untuk memecahkan isu yang dihadapi. Bagi penelitian untuk kegiatan akademis, peneliti perlu mencari ratio legis dan dasar ontologis lahirnya undang-undang tersebut. Dengan mempelajari ratio legis dan dasar ontologis suatu undang-undang, peneliti sebenarnya mampu mengungkap kandungan filosofis yang ada di belakang undang-undang itu. Memahami kandungan filosofis yang ada di belakang undang-undang itu, peneliti tersebut akan dapat menyimpulkan mengenai ada tidaknya benturan filosofis antara undang-undang dengan isu yang dihadapi.
Pendekatan kasus (case approach), dilakukan dengan cara menelaah kasus-kasus terkait dengan isu yang sedang dihadapi, dan telah menjadi putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap. Kasus ini dapat berupa kasus yang terjadi di Indonesia maupun di negara lain. Yang menjadi kajian pokok di dalam pendekatan kasus adalah rasio decidendi atau reasoning yaitu pertimbangan pengadilan untuk sampai kepada suatu putusan. Secara praktis ataupun akademis, pendekatan kasus mempunyai kegunaan dalam mengkaji rasio decidendi atau reasoning tersebut merupakan referensi bagi penyusunan argumentasi dalam pemecahan isu hukum. Perlu pula dikemukakan bahwa pendekatan kasus tidak sama dengan studi kasus (case study). Di dalam pendekatan kasus (case approach), beberapa kasus ditelaah untuk referensi bagi suatu isu hukum. Sedangkan Studi kasus merupakan suatu studi dari berbagai aspek hukum.
Pendekatan komparatif (comparative approach), dilakukan dengan membandingkan undang-undang suatu negara, dengan undang-undang dari satu atau lebih negara lain mengenai hal yang sama. Selain itu, dapat juga diperbandingkan di samping undang-undang yaitu putusan pengadilan di beberapa negara untuk kasus yang sama. Kegunaan dalam pendekatan ini yakni untuk memperoleh persamaan dan perbedaan di antara undang-undang tersebut. Hal ini untuk menjawab mengenai isu hukum antara ketentuan undang-undang dengan filosofi yang melahirkan undang-undang itu. Dengan demikian perbandingan tersebut, peneliti akan memperoleh gambaran mengenai konsistensi antara filosofi dan undang-undang di beberapa negara. Hal ini sama juga dapat dilakukan dengan memperbandingkan putusan pengadilan antara suatu negara dengan negara lain untuk kasus serupa.
Pendekatan historis (historical approach) dilakukan dengan menelaah latar belakang apa yang dipelajari dan perkembangan pengaturan mengenai isu hukum yang dihadapi. Telaah demikian diperlukan oleh peneliti untuk mengungkap filosofi dan pola pikir yang melahirkan sesuatu yang sedang dipelajari. Pendekatan historis ini diperlukan kalau memang peneliti menganggap bahwa pengungkapan filosofis dan pola pikir ketika sesuatu yang dipelajari itu dilahirkan, dan memang mempunyai relevansi dengan masa kini.
Pendekatan konseptual (conceptual approach) beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum. dengan mempelajari pandang-pandangan dan doktrin-doktrin di dalam ilmu hukum, peneliti akan menemukan ide-ide yang melahirkan pengertian-pengertian hukum, konsep-konsep hukum, dan asas-asas hukum relevan dengan isu yang dihadapi. Pemahaman akan pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin tersebut merupakan sandaran bagi peneliti dalam membangun suatu argumentasi hukum dalam memecahkan isu yang dihadapi.
Selain pendekatan-pendekatan yang dikemukakan di atas, ada beberapa pendekatan lainnya yang digunakan dalam melakukan penelitian hukum, yakni Pendekatan Analitis (analytical approach) dan Pendekatan Filsafat (Philosophical Approach).
Pendekatan analisis terhadap bahan hukum yakni untuk mengetahui makna yang dikandung oleh istilah-istilah yang digunakan dalam aturan perundang-undangan secara konsepsional, sekaligus mengetahui penerapan dalam praktik dan putusan-putusan hukum. Hal ini dilakukan melalui dua pemeriksaan. pertama, sang peneliti berusaha memperoleh makna baru yang terkandung dalam aturan hukum yang bersangkutan. kedua, mengkaji istilah-istilah hukum tersebut dalam praktek melalui analisis terhadap putusan-putusan hukum. Pengertian hukum (rechtsbegrip) menduduki tempat penting, baik yang tersimbolkan dalam kata yang digunakan maupun yang tersusun dalam sebuah aturan hukum, tidak jarang sebuah kata atau definisi yang terdapat dalam sebuah rumusan aturan hukum tidak jelas maknanya. kemungkinan, makna yang pernah diberikan kepada suata kata atau definisi tersebut sudah tidak memadai, baik oleh perkembangan zaman atau untuk memenuhi kepentingan sifat sebuah system yang all-inclusive sehingga diperlukan pemberian makna yang baru pada kata atau definisi yang ada, karena ketepatan makna diperlukan demi kepastian hukum sementara itu menemukan makna (begrip) pada kata atau sefinisi hukum merupakan kegiatan keilmuan hukum aspek normatif. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pada dasarnya tugas analisis hukum adalah menganalisis pengertian hukum, asas hukum, kaidah hukum, sistem hukum, dan berbagai konsep yuridis. Misalnya, konsep yuridis tentang subyek hukum, obyek hukum, hak milik, perkawinan, perjanjian, perikatan, hubungan kerja, jual beli, wanprestasi, perbuatan melanggar hukum, delik dan sebagainya.
Pendekatan filsafat dilakukan sesuai dengan sifat filsafat yang menyeluruh, mendasar, dan spekulatif, penjelajah filsafat akan mengupas isu hukum (legal issue) dalam penelitian hukum secara radikal dan mengupas secara mendalam. Socrates pernah mengatakan bahwa tugas filsafat sebenarnya bukan menjawap pertanyaan yang diajukan, tetapi mempersoalkan jawaban yang diberikan. dengan demikian penjelajahan dalam filsafat meliputi ajaran ontologis, ajaran tentang hakikat, aksiologis (ajaran tentang nilai), epistimolois (ajaran tentang pengetahuan), telelogis (ajaran tentang tujuan) untuk menjelaskan secara mendalam sejauh dimungkinkan oleh pencapaian pengetahuan manusia. Pengetahuan filsafat dimulai dengan sikap ilmuan yang rendah hati, berani mengoreksi diri, berterus terang dalam memberikan dasar pembenaran terhadap jawaban atas pertanyaan apakah ilmu yang dikuasai saat ini telah mencakup segenap pengetahuan yang ada, pada batasan manakah ilmu itu dimulai dan pada batasan mana ia berhenti, dan apakah kelebihan dan kekurangan ilmu itu. Berdasarkan ciri filsafat tersebut, penelitian ini dapat dikatakan sebagai Fundamental Research, yaitu suatu penelitian yang memperoleh pemahaman yang lebih mendalam terhadap imlikasi sosial dan efek penerapan suatu aturan perundang-undangan terhadap masyarakat atau kelompok masyarakat yang melibatkan penelitian terhadap sejarah, filsafat, ilmu bahasa, ekonomi serta implikasi sosial, dan politik terhadap pemberlakuan suatu aturan hukum.

VIII.        Untuk memecahkan isu hukum dan memberikan preskripsi mengenai apa yang seyogianya dari hasil penelitian hukum, diperlukan sumber-sumber penelitian. Sumber-sumber penelitian tersebut dapat dibedakan atas sumber-sumber penelitian yang berupa bahan-bahan hukum primer dan bahan-bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif (mempunyai otoritas), yang terdiri dari: perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan hakim. Sedangkan bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi, publikasi tentang hukum yang meliputi: buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan pengadilan.
Bahan hukum primer yang berupa perundang-undangan, Undang-Undang Dasar (UUD) mempunyai otoritas yang tinggi, sebab semua peraturan di bawahnya tidak boleh bertentangan dengan UUD tersebut, kemudian Undang-undang yang merupakan kesepakatan bersama antara pemerintah dan rakyat mempunyai kekuatan mengikat untuk penyelenggaraan kehidupan bernegara, serta Peraturan Daerah yang mempunyai daya otoritas untuk tingkat daerahnya karena dibuat oleh pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Kemudian lagi, bahan hukum primer yang otoritasnya di bawah undang-undang, yakni: peraturan pemerintah, peraturan presiden atau peraturan suatu badan, lembaga atau komisi. Kemudiannya lagi, putusan pengadilan yang merupakan konkretisasi dari perundang-undangan (law in action).
Bahan hukum sekunder yang berupa buku teks berisi prinsip-prinsip dasar ilmu hukum dan pandangan-pandangan para sarjana hukum yang melahirkan preskripsi apa yang seyogianya secara juridis yang berpangkal dari karakter keilmuan hukum, mempunyai kualifikasi tinggi sebagai tulisan hukum (treatise). Telaah buku-buku klassik sangat dianjurkan bagi peneliti yang menggunakan pendekatan historis. Selanjutnya, sebagai penyeimbang buku-buku klassik maupun kontemporer, artikel-artikel yang dimuat di jurnal-jurnal hukum layak dijadikan bahan hukum sekunder. Jurnal-jurnal hukum tersebut diutamakan yang memuat pandangan-pandangan baru mengenai (keilmuan) hukum bukan yang berupa pandangan socsolegal yang menempatkan hukum hanya sebagai gejala sosial.
Penelitian hukum untuk kegiatan akademis juga memerlukan bahan nonhukum. Bahan nonhukum ini dapat membantu peneliti mendapatkan pengetahuan mengenai makna yang ada dalam isu hukum yang berguna untuk menganalisis dan mengidentifikasi apa sebenarnya hal tersebut dari segi hukum dan dengan demikian ia dapat memberikan jawaban atas isu hukum tersebut. Penggalian literatur non hukum berguna bagi peneliti untuk menemukan filosofi dari makna yang dilakukan yang menjadi isu hukum tersebut.

IX.            Sesuai dengan karakter ilmu hukum sebagai ilmu yang bersifat preskriptif dan terapan (inilah hukumnya atas peristiwa konkrit) dalam melakukan penelitian hukum dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Mengindentifikasi fakta hukum dan mengeliminasi hal-hal yang tidak relevan untuk menetapkan issue hukum yang hendak dipecahkan; 2. Mengumpulkan bahan-bahan hukum yang sekiranya dipandang mempunyai relevansi, juga bahan-bahan nonhukum; 3. Menelaah isu hukum yang diajukan berdasarkan bahan yang telah dikumpulkan; 4. Menarik kesimpulan dalam bentuk argumentasi yang menjawab isu hukum.; 5. Memberikan preskripsi berdasarkan argumentasi yang telah dibangun di dalam kesimpulan.
Langkah-langkah yang dilakukan tersebut sesuai dengan karakter ilmu hukum sebagai ilmu yang bersifat preskriptif dan terapan. Sebagai ilmu yang bersifat preskriptif, ilmu hukum mempelajari: tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum dan norma-norma hukum. Sebagai ilmu terapan, ilmu hukum menetapkan standar prosedur, ketentuan-ketentuan, rambu-rambu dalam melaksanakan aturan hukum. Oleh karena itulah langkah-langkah tersebut dapat ditetapkan baik terhadap penelitian untuk kebutuhan praktis maupun untuk kajian akademis.
Penelitian untuk keperluan praktik hukum,  mengindentifikasi fakta hukum, mengelimanasi hal-hal yang tidak relevan dan menetapkan isu hukum, akan menghasilkan argumentasi hukum. Argumentasi hukum oleh ahli hukum dituangkan dalam Legal Memorandum (LM) yang dibuat untuk sesama ahli hukum dan sarat dengan bahasa hukum. Jika untuk klien, argumentasi hukum dituangkan dalam Legal Opinion (LO) dengan bahasa yang lebih dimengerti oleh klien. Apabila untuk beracara di pengadilan, argumentasi hukum dituangkan dalam bentuk eksepsi, pledoi, replik (bagi jaksa), kesimpulan (bagi kuasa penggugat maupun tergugat) maupun putusan hakim. Sebagai langkah pertama penelitian hukum untuk keperluan praktis adalah mengidentifikasi fakta hukum dan mengeleminasi hal-hal yang tidak relevan. Sering kasus yang diajukan klien bercampur antara fakta dan pendapat keinginan klien. Ahli hukum harus dapat membedakan pendapat dengan fakta. Dengan membedakan fakta hukum dengan fakta non hukum peneliti dapat menetapkan isu hukum yang hendak dipecahkan. Dalam penelitian hukum untuk kebutuan praktis ini, posisi masing-masing peneliti tidaklah netral. Praktisi menyusun argumentasi untuk kepentingan pembelaan. Jaksa meneliti untuk memperkuat dakwaan walaupun bahan yang yang digunakan adalah sama. Hakim yang tidak berpihak kepada yang berperkarapun juga tidak netral, karena hakim akan memenangkan pihak yang secara hukum mampu membuktikan proposisinya dengan argumentasi yang kuat.
Mengindentifikasi fakta hukum, mengelimanasi hal-hal yang tidak relevan dan menetapkan isu hukum dalam penelitian hukum untuk keperluan akademis digunakan untuk menyusun karya akademis. Posisi peneliti pada langkah ini bersikap netral, bahkan putusan hakim pun bilamana perlu juga dikritisi dengan dijadikannya sasaran penelitian (dalam penelitian yang bersifat case study atau yang menggunakan case approach). Pada tingkat disertasi, langkah-langkah yang dilakukan tersebut pada tingkatan keilmuan untuk mengungkap sesuatu yang bersifat filosofis guna membangun teori atau konsep baru atau menggugurkan teori atau konsep yang ada, bahkan menemukan asas-asas hukum baru.
Memisahkan fakta hukum yang relevan dengan hal-hal yang tidak relevan bukan pekerjaan mudah. Sebab dalam keadaan tertentu, posisi seorang peneliti akan banyak (dapat) mempengaruhi hasil penelitiannya. Misalnya, seorang karyawan aktivis kaum buruh yang meneliti tentang outsourcing yang termotivasi untuk membela kaum buruh, maka hasil penelitiannya lebih dapat dikatakan sebagai Legal Memorandum yang dikemas dalam karya ilmiah. Saran maupun rekomendasi yang diberikannya lebih bersifat pembelaan untuk kepentingan praktis daripada pemikiran secara akademis. Peneliti boleh menerima penelitian pesanan sepanjang mampu menjaga sikap disinterestedness terhadap isu hukum yang hendak dipecahkan. Apabila peneliti gagal bersikap disinterestedness, maka sebagus apapun karya akademis yang dihasilkan mengandung cacat tersembunyi.
Setelah menetapkan isu hukum, peneliti menelusuri bahan hukum yang relevan. Apabila peneliti sudah menetapkan pendekatan perundang-undangan yang akan dipakai (statute approach), maka yang harus dilakukan adalah mencari perundang-undangan yang terkait. Perundang-undangan meliputi legislation maupu  regulation, bahkan juga delegated legislation maupun delegated regulation. Bahkan tidak jarang peneliti juga harus mempelajari UU yang secara tidak langsung berkaitan dengan isu hukum yang diteliti. Apabila peneliti menetapkan mendekatan kasus (case study) yang akan dipakai, maka peneliti harus mengumpulkan putusan-putusan pengadilan yang berkekuatan tetap mengenai isu hukum yang akan dihadapi. Akan tetapi bukan berarti hanya landmark dicision yang perlu diacu melainkan juga yang mempunyai relevansi dengan isu yang dihadapi. Begitu juga putusan-putusan pengadilan asing yang dapat memberikan inspirasi bagi peneliti untuk meminjam ratio decidendi putusan itu dalam memecahkan isu. Apabila peneliti menggunanakan pendekatan historis, maka bahan hukumnya adalah putusan-putusan pengadilan, peraturan perundangan dan buku-buku hukum dari waktu ke waktu. Mengenai buku-buku, yang ketersediaannya di Indonesia sangat kurang, terutama buku-buku klasik, sangat disarankan untuk menggunakan buku yang ditulis dalam bahasa aslinya, sebab kalau dari buku yang telah diterjemahkan bisa jadi dalam proses proses penterjemahannya kurang akurat terutama kalau diterjemahkan oleh penerjemah bukan ahli hukum. Apabila menggunakan pendekatan komparatif, maka bahan hukum yang dicari adalah perudangan atau putusan-putusan pengadilan dari negara yang mempunyai sistem hukum yang sama. Namun apabila isu hukum yang diteliti bersifat universal misalnya tentang hak kekayaan intelektual dapat saja perbandingan dilakukan dengan negara yang menganut sistem hukum yang berbeda, hanya saja harus ada reasoning yang kuat. Apabila peneliti menggunakan pendekatan konseptual, yang harus dikumpulkan yakni aturan perundang-undangan negara lain ataupun putusan-putusan pengadilan Indonesia atau putusan-putusan negara lain yang terkait dengan isu hukum yang diajukan, sebab ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang ada berlaku saat tersebut belum mengatur tentang isu hukum yang hendak dipecahkan. Selanjutnya, peneliti harus mengumpulkan (melakukan penelusuran) buku-buku hukum (treatises) yang banyak menjelaskan tentang konsep-konsep hukum.
Penelahaan terhadap isu hukum, peneliti perlu merujuk kepada ketentuan-ketentuan yang relevan guna mendapatkan dasar ontologis dan ratio legis. Selanjutnya, perundang-undangan saja tidak cukup, untuk itu harus mencari buku-buku hukum yang relevan. Penelaahan isu hukum, yang pertama kali dilakukan yakni mencari dasar ontologis dan ratio legis, dan hal tersebut dapat diketahui dari Naskah Akademis undang-undang yang bersangkutan, sebab dalam naskah akademis tersebut biasanya diuraikan dasar filosofis maupun teori-teori yang melatar belakanginya, bahkan juga termasuk kajian yang menyangkut aspek politik, ekonomi, sosial, budaya biasanya terurai dalam naskah akademis.
Penelitian hukum sebagaimana yang diketahui bukan untuk menguji hipotesis, sehingga konsekuensinya dalam menarik kesimpulan, yang ditarik bukan tentang ditolak atau diterimanya suatu hipotesis, akan tetapi peneliti hukum membuat kesimpulannya dari hasil analisis bahan hukum baik bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder, bahkan adakalanya juga memerlukan bahan nonhukum sebagai penunjang peneliti hukum untuk menarik kesimpulan yang menjawab isu hukum yang diajukan. Peneliti tesis atau disertasi hukum dapat mengambil kesimpulan yang berupa argumentasi hukum.
Esensial dari penelitian hukum, yakni memberikan preskripsi apa yang seharusnya. Preskripsi yang diberikan menentukan nilai penelitian tersebut. Preskripsi yang diberikan di dalam penelitian hukum harus dapat dan mungkin untuk diterapkan, oleh karena berpegang pada karakter ilmu hukum sebagai ilmu terapan. Preskripsi yang diberikan bukanlah merupakan sesuatu yang sudah diterapkan atau yang sudah ada. Oleh sebab itu, yang dihasilkan oleh penelitian hukum walaupun bukan asas baru atau teori baru, paling tidak merupakan argumentasi baru. Preskripsi dalam penelitian hukum harus memperhatikan sifat keilmuan ilmu hukum sebagai ilmu terapan, sehingga preskripsi (yang berupa saran atau rekomendasi) tersebut harus dapat diterapkan di alam realitas dan bersifat terukur, bukan bersifat umum, serta tidak terjebak hanya berupa wishful thinking semata-mata., serta juga tidak berupa saran atau rekomendasi yang mengada-ada (saran atau rekomendasi harus sejalan dengan kesimpulan yang telah diambil).

X.              Penelitian disertasi jika dikaitkan dengan Kerangka Kualifikasi Nasional (KKNI) sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden RI Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia, maka tingkat Magister berada pada level 8 yakni: a. Mampu mengembangkan pengetahuan, teknologi, dan atau seni di dalam bidang keilmuannya atau praktek profesionalnya melalui riset, hingga menghasilkan karya inovatif dan teruji. b. Mampu memecahkan permasalahan sains, teknologi, dan atau seni di dalam bidang keilmuannya melalui pendekatan inter atau multidisipliner . c. Mampu mengelola riset dan pengembangan yang bermanfaat bagi masyarakat dan keilmuan, serta mampu mendapat pengakuan nasional maupun internasional. Sedangkan tingkat Doktor berada pada Level 9, yakni: a. Mampu mengembangkan pengetahuan, teknologi, dan atau seni baru di dalam bidang keilmuannya atau praktek profesionalnya melalui riset, hingga menghasilkan karya kreatif, original, dan teruji; b. Mampu memecahkan permasalahan sains, teknologi, dan atau seni di dalam bidang keilmuannya melalui pendekatan inter, multi atau transdisipliner. c. Mampu mengelola, memimpin, dan mengembangkan riset dan pengembangan yang bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan kemaslahatan umat manusia, serta mampu mendapat pengakuan nasional maupun internasional.
Berdasarkan KKNI tersebut, penelitian pada level Disertasi Ilmu Hukum merupakan penelitian pegembangan Ilmu Hukum dalam bidang keilmuannya melalui pendekatan inter, multi atau transdisipliner yang bermanfaat bagi ilmu hukum dan kemaslahatan umat manusia serta medapat pengakuan nasional maupun internasional. Sehingga penelitian Disertasi ilmu hukum seyogianya mencakup 3 (tiga) tataran isu hukum yakn mulai darii: 1. isu hukum pada tataran dogmatik hukum, yang  terkait/menyangkut ketentuan hukum yang relevan dengan fakta yang dihadapi; 2. isu hukum pada tataran teori hukum, yang mengandung konsep hukum, dan 3. isu hukum pada tataran filosofis, yang terkait/menyangkut asas-asas hukum.

XI.            Teori dalam penelitian, menurut pendapat para ahli bahwa para peneliti menggunakan teori berbeda dalam berbagai jenis penelitian, tetapi beberapa jenis teori hadir dalam sebagian besar penelitian sosial. Teori merupakan seperangkat konstruk (konsep), defenisi, dan proposisi yang berfungsi melihat fenomena secara sistematik, melalui hubungan antar variabel, sehingga dapat berguna untuk menjelaskan dan meramalkan fenomena. Teori merupakan sebuah penjelasan atau sesuatu yang menjelaskan tentang sebuah sistem yang mendiskusikan bagaimana sebuah fenomena beroperasi dan mengapa fenomena itu terjadinya seperti itu. Suatu teori akan memperoleh arti yang penting, bila teori tersebut lebih banyak dapat melukiskan, menerangkan, dan meramalkan gejala yang ada.
Teori dapat dibedakan dalam 3 macam, yakni: a. teori yang deduktif, memberi keterangan yang dimulai dari suatu perkiraan atau pikiran spekulatif tertentu kearah data yang akan diterangkan; b. teori yang induktif, cara menerangkan yakni dari data ke arah teori, dalam bentuk ekstrim titik pandang yang positivistik ini dijumpai pada kaum behaviorist; dan c. teori yang fungsional, yang  menampakan suatu interaksi pengaruh antara data dan perkiraan teoritis, yakni data mempengaruhi pembentukan teori dan pembentukan teori kembali mempengaruhi data. Berdasarkan ketiga macam teori tersebut, teori dipandang sebagai:  a. teori menunjuk pada sekelompok hukum yang disusun secara logis. Hukum-hukum ini biasanya memiliki sifat hubungan yang deduktif. Suatu hukum menunjukkan suatu hubungan antara variabel-variabel empiris yang bersifat ajeg dan dapat diramal sebelumnya; b. suatu teori juga dapat merupakan suatu rangkuman tertulis mengenai suatu kelompok hukum yang diperoleh secara empiris dalam suatu bidang tertentu. Di sini orang mulai dari data yang diperoleh dan dari data yang diperoleh itu datang suatu konsep yang teoritis (induktif); c. suatu teori juga dapat menunjuk pada suatu cara menerangkan yang menggeneralisasi. Disini biasanya terdapat hubungan yang fungsional antara data dan pendapat teoritis.
Suatu teori merupakan suatu konseptualisasi yang umum. Konseptualisasi atau sistem pengertian ini diperoleh melalui jalan sistematis. Suatu teori harus dapat diuji kebenarannya, bila tidak, dia bukan teori. Teori merupakan alur logika atau penalaran yang merupakan seperangkat konsep, defenisi, dan proposisi yang disusun secara sitematis, yang secara umum teori tersebut mempunyai fungsi untuk: menjelaskan (explanation), meramalkan (prediction), dan pengendalian (control) suatu gejala. Oleh karena itu, teori memiliki kegunaan dan fungsi dalam penelitian, diantaranya: a. teori mempersempit/membatasi ruang atau kawasan dari fakta yang akan dipelajari; b. teori menyarakan sistem pendekatan penelitian yang disukai untuk mendapatkan makna yang sesungguhnya; c. teori menyarakan sistem penelitian yang memungkinkan untuk meng-impose data sehingga diklasifikasikan dalam jalan yang lebih bermakna; d. teori merangkum suatu pengetahuan tentang suatu objek kajian dan pernyataan yang tidak diinformasikan yang diluar observasi yang segera; e. teori bisa digunakan untuk memprediksi fakta lebih jauh yang bisa ditemukan. Dengan demikian, penelitian harus berbekal teori. Dalam penelitian kuantitatif, teori yang digunakan harus sudah jelas, sebab teori berfungsi untuk memperjelas masalah yang diteliti, sebagai dasar untuk merumuskan hipotesis dan sebagai referensi untuk menyususn instrumen penelitian, sehingga landasan teori dalam proposal penelitian kuantitatif harus sudah jelas teori apa yang akan dipakai. Artinya, teori berfungsi untuk: a. memperjelas masalah penelitian; b. dasar merumuskan hipotesis penelitian; c. referensi untuk menyusun instrumen penelitian; d. menemukan benang baru yang diteliti; e. menghindari pendekatan yang tidak sesuai; f. memperoleh metode penelitiannya; g. mengindentifikasi rekomendasi untuk penelitian yang lebih jauh; h. mencari grand theory pendukung.
Teori dalam penelitian menjelaskan, meramalkan dan mengendalikan fenomena dan objek yang diteliti. Artinya ketika seorang akan menjelaskan tentang masalah hukum, maka teori yang diambil harus yang menjelaskan tentang hukum, bukan tentang hal lain di luar hukum. Hal ini sejalan dengan pandangan socio-legal yang mengemukakan dasar-dasar-dasar penelitian hukum normatif atau juridis doktriner dengan non-doktriner atau sociolegal approach merupakan dua pendekatan yang relevan. Penelusuran terhadap sumber-sumber primer: asas hukum, undang-undang, jurisprudensi, dan putusan-putusan lembaga hukum yang kompeten, begitu juga sumber keterangan sekunder: berbagai ajaran hukum dan data-data lapangan hasil fieldwork. Sedangkan dalam kaitannya dengan pendekatan empirik, selain peneliti dituntut untuk menguasai asas-asas hukum, doktrin dan norma-norma hukum material, peneliti juga diharapkan mampu memilih teori-teori sebagai analisis yang akan dipergunakan dalam penelititannya. Kedua, pendekatan penelitian ini bukan saja dapat menggunakan model penelitian kualitatif, bahkan dapat juga menggunakan data-data bersifat kuantitatif. Hal ini terutama akan relevan bilamana rencana penelitian terkait dengan bidang hukum ekonomi dan system peradilan pidana. Prinsip-prinsip penelitian hukum dengan pendekatan sosiologis (empiris) dan upaya-upaya ke arah pencarian alternatif dalam upaya menjawab problem yang dihadapi oleh penegak hukum dalam menerapkan hukum di masyarakat. Informasi relevan mengenai segi-segi operasional dalam melakukan penelitian yang bersifat pencarian fakta dengan observasi terlibat (fieldwork), atau pendekatan sosiologi dan antropologi hukum, juga perlu memperoleh perhatian. Selain itu, juga akan dibahas beberapa tema penting berkaitan dengan teknik merumuskan masalah yang tepat dan aktual. Mengorganisasi ide-ide utama dan menjabarkan argumentasi dan membuktikannya dengan fakta-fakta yang vital serta menganalisis fakta-fakta secara kritis dan mendalam. Mengevaluasi apakah data-data dan analisisnya telah benar serta sinkron menjawab persoalan utama. Dalam perkuliahan, beberapa dosen secara khusus juga menerangkan pengalaman dalam melakukan penelitian lapangan dan proses penulisan disertasinya.
Kalangan peserta program doktor imu hukum selalu bertanya bagaimana harus mendudukkan teori-teori yang mereka gunakan dalam penelitian. Di beberapa perguruan tinggi yang  menyelenggarakan program doktor ilmu hukum, ada keharusan bagi peneliti yang tengah menyusun disertasi agar mendudukkan tiga landasan teoretis untuk topik penelitian mereka, yang disebut teori dasar/besar (grand theory), teori menengah (middle range-theory), dan teori aplikatif/ terapan (applied theory). Keharusan ini menyebabkan timbulnya kesulitan bagi para peneliti tersebut untuk memastikan mana yang harus diposisikan sebagai teori dasar, menengah, dan aplikatif, serta apa tolok ukurnya. Apalagi di dalam disiplin hukum, tidak ada tolok ukur yang rigid untuk keperluan ini. Kendati demikian, peneliti dapat menggunakan indikator pemosisiannya dengan memakai strategi kognisi dalam penyusunan suatu bangunan ilmu.
Suatu bangunan ilmu lazimnya akan terdiri dari beberapa lapisan. Lapisan paling bawah adalah fakta. Dalam ilmu hukum pun, fakta tersebut merupakan susunan paling bawah, yang berdimensi empiris karena terikat pada ruang dan waktu. Selanjutnya, dalam perkembangannya kemudian fakta yang berdimensi empiris tersebut bisa diabaikan oleh ilmu hukum (yang bersifat sui generis) yang berkarakter preskriptif dan terapan (normatif). Itulah sebabnya, di kenal apa yang disebut dengan fiksi hukum. Ilmu hukum yang berkarakter normatif itu, tidak semua bangunan kognisinya harus bersumber dari fakta. Oleh karena ilmu hukum berbeda dengan ilmu-ilmu empiris. Contohnya, “semua orang dianggap tahu hukum”, jelas pernyataan tersebut tidak faktual, dan hal tersebut merupakan sebuah anggapan, bahkan suatu fiksi.
Konsep-konsep lahir dari fakta yang beraneka ragam. Setiap konsep pada hakikatnya merupakan hasil generalisasi dari fakta-fakta. Konsep dibentuk karena kognisi melakukan penelaahan dan kemudian pemilahan terhadap fakta-fakta itu. Semua fakta yang masuk dalam klasifikasi karakteristik yang sama dimasukkan ke dalam satu konsep. Karakteristik atau ciri-ciri ini merupakan konotasi yang seyogianya komprehensif atas semua fakta terkait. Dengan perkataan lain, konotasi ini merupakan komprehensi dari fakta-fakta itu. Ada konsep yang di beri nama dan ada yang tidak. Nama untuk konsep itu di sebut terma (dari kata “term” atau “terminology”). Apa terma yang diberikan, sangat bergantung pada bahasa yang digunakan. Jadi, dengan mengacu pada satu terma, peneliti sekaligus dapat membayangkan ciri-ciri dari konsep itu dan anggota-anggota yang secara faktual memenuhi kriteria ciri-ciri itu tadi. Anggota-anggota ini merupakan denotasi dari konsep tersebut. Sebagai contoh, di dalam satu ruangan di lihat terdapat fakta telah hadir sebanyak 20 orang. Kognisi peneliti akan mencermati ciri-ciri mereka dan di tarik kesimpulan ada 10 orang pria dan 10 orang wanita. Pria dan wanita merupakan terma untuk konsep jenis kelamin. Peneliti tentunya punya konotasi tentang ciri-ciri untuk bisa disebut pria dan wanita. Berangkat dari konotasi tadi peneliti dapat menentukan siapa saja dari ke-20 orang itu yang menjadi anggota (denotasi) kelompok pria dan wanita. Kognisi manusia tentu tidak akan membatasi diri pada tataran konsep. Kognisi peneliti memiliki kemampuan menghubungkan konsep-konsep itu, yang di sebut proposisi. Dalam ilmu hukum, asas-asas hukum biasanya masuk ke dalam tataran ini. Demikian juga klausula-klausula dalam perjanjian atau peraturan perundang-undangan. Jika peneliti misalnya, mengacu pada asas legalitas, maka tentu peneliti dapat memahami bahwa di dalam asas tersebut tidak hanya terdiri dari satu konsep. Ada sejumlah konsep yang terhubungkan di situ, seperti konsep hukum tertulis (lex scripta), larangan retroaktif (lex temporis delicti), dan larangan analogi (lex stricta). Semua konsep itu terhubungkan satu sama lain. Ilmu hukum sebagai ilmu yang sudah mapan tentu dapat menjelaskan bagaimana pola hubungan itu.
Suatu penelitian, menuntut peneliti untuk membangun kerangka konsep. Bangunan kerangka konsep itu penting untuk membantu peneliti memahami dan menjelaskan tentang hubungan satu konsep dengan konsep lainnya. Oleh karena rumusan masalah yang diajukan kerapkali cukup kompleks, maka peneliti sering dituntut untuk membuat beberapa proposisi sekaligus yang kemudian dijalin menjadi satu aliran berpikir. Jadi, pada akhirnya terdapat suatu kerangka berpikir, yang sebenarnya merupakan rangkaian satu proposisi yang terhubung ke proposisi lainnya, sehingga ditemukan satu landasan kognitif untuk menjawab rumusan masalah yang diajukan. Rangkaian antar-proposisi ini sesungguhnya dalam skala kecil sudah merupakan “teori” juga karena sudah memiliki fungsi deskriptif dan preskriptif. Suatu teori pada hakikatnya merupakan bangunan “inter-related propositions”. Teori di tataran ini sangat aplikatif untuk menjawab rumusan masalah yang diajukan. Kalau begitu, kerangka konsep ini sebenarnya bisa dipakai sebagai ‘applied theory’ dalam penelitian tersebut.
Kedudukan posisi teori menengah (middle-range theory) dapat ditemukenali dari cara peneliti mengalirkan konsep-konsep di dalam proposisi yang ada dalam kerangka yang sudah peneliti susun. Mungkin pada saat peneliti menyusun rangkaian konsep dan rangkaian proposisi untuk keperluan menjawab rumusan masalah, peneliti sebenarnya sudah menggunakan referensi teoretis tertentu. Sebagai contoh, dalam rumusan masalah penelitian peneliti mempertanyakan tentang benturan antara asas legalitas dan asas oportunitas dalam kasus “X”. Setelah konsep-konsep dari kedua asas itu dipetakan, peneliti tentu perlu memikirkan bagaimana harus mengaitkan keduanya di dalam satu kerangka konsep. Apakah ada teori yang bisa membantu? Jika ada, maka inilah teori menengah yang bisa diajukan. Teori di tataran ini, dengan demikian, lebih luas daripada teori aplikatif. Teori di tataran menengah memiliki kontribusi untuk membantu peneliti menjelaskan bagaimana hubungan antar-proposisi itu dijalin dalam rangka mengalirkan konsep-konsep yang peneliti bangun dalam kerangka konsep.
Tataran teori dasar (grand theory) dari suatu penelitian sudah harus berhubungan dengan ilmu atau rumpun ilmu hukum terkait. Teori tersebut perkara pilihan terkait  jendela mental yang peneliti gunakan. Walaupun relatif arbiter, tidak lalu berarti peneliti bisa memilih teori secara sembarangan. Harus ada pertanggungjawaban ilmiah tentang pilihan-pilihan itu. Biasanya, pada level ini peran paradigma mulai dirasakan pengaruhnya. Sebagai contoh, dalam hal peneliti ingin menjawab rumusan masalah tentang perbenturan asas legalitas dan oportunitas tadi, akan terlihat bahwa jika peneliti menggunakan suatu teori yang berada dalam area legisme, maka hasilnya bisa sangat berbeda dengan jika kita memakai teori di area realisme.
Selanjutnya, yang menjadi persoalannya yakni apakah peneliti harus memulainya dari penentuan teori dasar menuju ke teori aplikatif; atau sebaliknya dari teori aplikatif dulu baru menuju ke teori dasar? Pertanyaan ini juga membawa konsekuensi tersendiri. Sebab, apabila peneliti sudah sejak awal memiliki preferensi paradigmatis tertentu, misalnya memahami hukum seperti layaknya kaum realis, akan ada kecenderungan kuat kita mencari konsep-konsep hukum dan kemudian menyusun kerangka konsep yang sejalan dengan pandangan kaum realis itu.

XII.               Disertasi merupakan karya ilmiah yang disusun oleh seorang mahasiswa program doktor sebagai satu syarat kelengkapan untuk memperoleh gelar Doktor (Sarjana Strata 3). Sebagai karya ilmiah, Disertasi harus disusun berdasarkan kaidah-kaidah keilmuan, baik sejak penyusunan proposal sampai dengan publikasi hasil penelitiannya. Dengan kata lain, Disertasi harus disusun berdasarkan metodologi penelitian ilmu hukum. Topik Disertasi harus berkenaan dengan Ilmu Hukum. Tujuan penulisan disertasi setidaknya untuk membuktikan bahwa mahasiswa yang bersangkutan: a. memiliki pemahaman tentang Ilmu Hukum, baik pada aspek nilai yang mendasari, norma yang eksis, dan realitas empiris yang muncul dalam masyarakat; b. dapat menjabarkan Ilmu Hukum tersebut secara logis, sistematis dan metodologis; c. menganalisis data, membuat kesimpulan dan rekomendasi atas hasil-hasil penelitiannya; dan d. menguasai dan mampu menerapkan Ilmu Hukum berkenaan dengan masalah yang sedang diteliti dan menemukan cara pemecahannya.
Setiap Universitas yang menyelenggarakan pendidikan dokror ilmu hukum mempunyai pedoman penulisan disertasi yang berbeda satu dengan lainnya. Walaupun ada perbedaan dalam sistematika dalam penulisannya, tetapi substansi penelitiaannya haruslah di bidang keilmuaan ilmu hukum, ilmu lain di luar ilmu hukum hanya sebagai ilmu bantu bagi ilmu hukum, dan hasil penelitian dari ilmu lain tersebut hanyalah menghasilkan sumber bahan hukum dan bukan hukumnya (inilah hukumnya atas peristiwa kokrit) akan tetapi hanya menggambarkan beginilah masyarakat  menerapkan hukum (gejala sosial).

FORMAT PENULISAN DISERTASI
A. PROPOSAL PENELITIAN
Proposal Penelitian untuk Disertasi terdiri dari 3 (tiga) bagian, yaitu Bagian AwalBagian Utama dan Bagian Akhir. Jumlah halaman Proposal Penelitian untuk Disertasi ditentukan antara 25 – 30 halaman.
A.1. Bagian Awal, terdiri dari :
·      Halaman Judul
      Halaman ini memuat nama lembaga, lambang UGM, maksud usulan penelitian, judul penelitian, nama dan nomor mahasiswa, serta nama program studi, nama tempat/kota dan waktu pengajuan usulan penelitian (lihat contoh)
·      Halaman Persetujuan
Halaman ini memuat persetujuan Promotor dan Ko-promotor, lengkap dengan tanda tangan dan tanggal persetujuan. (lihat contoh)
A.2. Bagian Utama, terdiri dari :
·      Latar Belakang Masalah
      Latar belakang masalah mengandung penjelasan tentang keinginan-tahuan peneliti terhadap sesuatu kebenaran baru dari berbagai aspek ilmu hukum, atau pentingnya masalah yang dihadapi untuk dipecahkan. Diyakini bahwa kebenaran baru ataupun pemecahan masalah tersebut selama ini belum pernah terjawab, dan hanya akan terjawab melalui penelitian yang akan dilakukannya.
·      Perumusan Masalah
Perumusan masalah merupakan kristalisasi dari uraian pada latar belakang masalah dan mencerminkan ruang-lingkup dari penelitian. Lazimnya, masalah yang akan diteliti tersebut dirumuskan dalam kalimat tanya.
·      Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian berisi uraian yang menggambarkan arah dan capaian (goal) yang ingin dicapai melalui penelitian. Isinya bukan sekedar menjawab permasalahan saja, melainkan juga menggambarkan kontribusi ilmiah yang dapat diberikan terhadap perkembangan ilmu hukum, baik pada tataran teoretis maupun praktis.
·      Keaslian Penelitian
Keaslian penelitian berisi uraian yang menggambarkan perkembangan dari penelitian-penelitian terdahulu untuk topik serupa atau yang terdapat relasi dengan topik yang akan diteliti. Uraian harus menggambarkan bahwa penelitian yang akan dilakukan itu berbeda sekaligus merupakan penelitian baru dan asli (orisinal) sehingga hasilnya dapat melengkapi penelitian-penelitian terdahulu.
·      Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian. Secara garis besar harus dapat ditunjukkan kegunaan hasil penelitian itu untuk 2 (dua) hal, yaitu : (1). Untuk pengembangan ilmu hukum; dan (2). Untuk kemaslahatan kehidupan manusia.
·      Tinjauan Pustaka
Menguraikan secara sistematis mengenai azas-azas hukum, peraturan perundang-undangan, pendapat para pakar, hasil-hasil penelitian terdahulu yang ada kaitannya dengan penelitian yang sedang dilakukan. Hasil kajian/tinjauan pustaka dikemukakan secara kritis dan sistematis sehingga membentuk pola pikir tertentu yang mengarah terbentuknya teori baru. Dengan kata lain, tinjauan pustaka merupakan upaya melakukan teoresasi. Pola pikir inilah yang nantinya akan digunakan sebagai alat (pisau) untuk menganailis permasalahan-permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya. Pola pikir digambar dalam bentuk bagan atau skema. Dalam bagan atau skema harus telah tergambar dengan jelas kedudukan, jumlah dan hubungan antar variabel. Hasil kajian pustaka yang dikemukakan hendaknya diambil dari sumber aslinya.
·      Kerangka Teori
Landasan teori, berisi pilihan terhadap satu atau beberapa teori yang secara argumentatif dipandang cocok untuk digunakan sebagai pisau analisis untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan. Tidak tertutup kemungkinan, teori yang telah ada diditerima dan digunakan secara utuh, namun dapat juga dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan peneliti. Segala pilihan tesebut harus disertai argumentasi ilmiah.
·      Hipotesis (jika ada)
Hipotesis, merupakan jawaban/kesimpulan sementara. Hipotesis ini dirumuskan berdasarkan pola pikir yang terbentuk dari tinjuan pustaka, atau kesimpulan sementara yang diperoleh melalui analisis berdasarkan teori yang dipilihnya. Fungsi hipotesis adalah memberikan arah dan mengendalikan proses penelitian agar sesuai dengan tujuan penelitian. Kualitas Disertasi tidak ditentukan oleh terbukti atau tidaknya suatu hipotesis. Artinya, hipotesis tidak mesti harus terbukti sama dengan kesimpulan akhir setelah dilakukan penelitian.
·      Cara Penelitian
= Bahan/Materi Penelitian
Ilmu hukum merupakan ilmu untuk manusia dan kemanusiaan. Oleh karenanya, bahan/materi penelitian ilmu hukum dapat berupa keseluruhan realitas kehidupan manusia. Bahan/materi tersebut meliputi :
–    Nilai-nilai (baik nilai teologis maupun filosofis);
–    Norma-norma hukum (baik tertulis maupun tak tertulis);
–    Realitas hukum empiris (baik fakta maupun fenomena).
= Data Penelitian
Data merupakan bagian dari realitas yang telah dipilih untuk diteliti. Jenisnya bisa kualitatif atau kuantitatif. Peneliti harus mampu merancang validitas dan kecukupan data berdasarkan metode tertentu.
= Alat Pengumpulan Data
Alat pengumpulan data berupa benda-benda yang berfungsi memudahkan peneliti memperoleh data. Peneliti harus menjelaskan alat yang digunakan, disertai argumentasi yang sesuai dengan data yang akan dikumpulkan.
= Cara Pengumpulan Data
Secara garis besar cara pengumpulan data dapat dilakukan dengan 3 (tiga) cara, yaitu : observasi, wawancara dan eksplorasi. Peneliti dapat memilih salah satu atau gabungan dari cara-cara tersebut sesuai dengan jenis data dan tipe penelitian.
= Analisis Data
Analisis data pada dasarnya merupakan upaya untuk menjelaskan dan memaknakan data, dengan menggunakan alat bantu (pisau analisis) berupa teori. Peneliti harus mampu menjelaskan bagaimana penggunaan pola pikir yang telah dibangun atau teori yang telah dipilih untuk mengalisis data. Uraian harus sistematis dan logis.
= Penarikan Kesimpulan
Secara garis besar penarikan kesimpulan dapat dilakukan dengan metode induktif atau deduktif. Pilihan terhadap metode tersebut harus disertasi argumentasi yang sinkron dengan tipe penelitian dan penggunaan kesimpulan tersebut.

A.3. Bagian Akhir, terdiri dari :
·      Daftar Pustaka
      Daftar pustaka berisi informasi tentang berbagai sumber yang telah digunakan sebagai rujukan dalam menulis karya ilmiah, baik berupa: buku, jurnal, majalah, koran, perundang-undangan, internet ataupun sumber lain.
·      Lampiran (jika ada)
·      Daftar Riwayat Hidup
Daftar riwayat hidup (biodata, curriculum vitae) mahasiswa memuat hal-hal sebagai berikut:
– Nama lengkap dan gelar akademik,
– Tempat dan tanggal lahir,
– Pangkat dan Jabatan,
– Riwayat pendidikan (mulai masuk sampai lulus),
– Karya ilmiah,
– Pertemuan ilmiah yang dihadiri, dan
– Penghargaan ilmiah (bila ada).

B. DISERTASI
Disertasi pada dasarnya juga  terdiri dari 3 (tiga) bagian, yaitu Bagian AwalBagian Utama dan Bagian Akhir. Disertasi secara kualitatif tidak ditentukan jumlah halamannya. Namun umumnya tidak kurang dari 100 halaman.
B.1. Bagian Awal, terdiri dari :
·  Halaman Sampul Depan
   Halaman ini memuat nama lembaga, lambang UGM, judul Disertasi, maksud Disertasi, nama dan nomor mahasiswa, serta nama Program Studi, nama tempat/kota dan waktu pengajuan Disertasi (lihat contoh)
·  Halaman Judul
   Memuat tulisan sama dengan Halaman Sampul Depan, tetapi diketik di atas kertas putih.
·  Halaman Persetujuan
   Memuat persetujuan Promotor dan Ko-promotor, lengkap dengan tanda tangan dan tanggal persetujuan. (lihat contoh)
·  Halaman Pengesahan
   Memuat pengesahan dari para Dosen Penguji serta diketahui oleh Ketua Program Studi dan Dekan lengkap dengan tanda tangan dan tanggal pengesahan. (lihat lampiran 4)
·  Kata Pengantar
   Memuat uraian singkat tentang maksud Disertasi, penjelasan-penjelasan lain yang diperlukan dan ucapan terima kasih. Kata pengantar tidak mengemukakan hal-hal yang bersifat ilmiah.
·  Daftar Isi
   Memuat gambaran secara menyeluruh mengenai isi Disertasi dan merupakan petunjuk bagi yang ingin melihat langsung suatu bab atau sub bab dengan mencantumkan nomor halaman.
·  Abstract dan Intisari
   Abstract ditulis dalam bahasa Inggris. Intisari ditulis dalam bahasa Indonesia. Masing-masing tidak lebih dari satu halaman. Ditulis dengan spasi tunggal. Isinya memuat 3 (tiga) komponen yang masing-masing dikemukakan dalam satu alenia, yaitu : latar belakang, tujuan dan permasalahan yang diteliti; metode penelitian; dan hasil penelitian. Pada bagian akhir dicantumkan kata kunci (key words).
·  Daftar Tabel (jika ada)
·  Daftar Lampiran (jika ada)

B.2. Bagian Utama, terdiri dari :
·      Pendahuluan
      Memuat latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, keaslian penelitian, kegunaan penelitian, cara penelitian dan sistematika Disertasi (lihat kembali dalam Usulan Penelitian).
·      Tinjauan Pustaka
      Bab ini berisi elaborasi terhadap pustaka dalam jumlah yang lebih banyak dan lebih mendalam daripada uraian yang telah dikemukakan dalam proposal (lihat kembali panduan dalam proposal).
·      Landasan Teori
      Bab ini berisi penjelasan dan pandangan kritis peneliti terhadap teori yang telah dipilih untuk pisau analisis dalam mengolah data. Uraian harus lebih tajam dan mendalam daripada yang tersaji dalam proposal (lihat kembali panduan dalam proposal).
·      Hasil Penelitian dan Pembahasan
      Bagian ini memuat penjabaran hasil penelitian dan pembahasan terhadap permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya.
      Hasil penelitian dan pembahasan ini dapat dikemukakan dalam beberapa Bab tersendiri, sesuai dengan substansi, jumlah dan macam variabel, serta tetap konsisten terhadap jumlah dan sistematika permasalahan.
·      Penutup
      Bab ini berisi 2 (dua) komponen, yaitu :
      Kesimpulan
      Memuat pernyataan singkat dan tepat yang dijabarkan dari hasil penelitian dan pembahasan untuk menjawab permasalahan yang dirumuskan.
–    Saran
      Memuat pertimbangan yang diusulkan atas dasar hasil penelitian dan pertimbangan penulis. Saran hendaknya jelas sasarannya dan aplikatif.

B.3. Bagian Akhir, terdiri dari :
·      Daftar Pustaka
      Memuat pustaka yang diacu dalam Disertasi  dan disusun ke bawah menurut abjad nama akhir penulis pertama (lihat kembali panduan proposal).
·      Indeks Istilah
      Indeks Istilah bertujuan memberikan panduan yang spesifik, juga mampu menentukan lokasi sumber informasi dengan efisien dan dapat digunakan untuk mencari sumber-sumber informasi lain yang berkaitan.
      Contoh:
      Korupsi halaman 80, 125, 158, dan seterusnya.
      Terorisme halaman 90, 201, dan seterusnya.
·      Indeks Subyek
      Indeks subyek merupakan indeks yang merujuk pada nama pengarang atau pemilik teori yang disebut dalam buku.
      Contoh: M
      Moeljatno halaman 124, 200, 245, dan seterusnya.
      Contoh: S
      Sudikno Mertokusumo halaman 76, 110, 210, dan seterusnya.
·      Glosarium
      Glosarium merupakan suatu daftar alphabetis istilah dalam suatu ranah pengetahuan tertentu yang dilengkapi dengan definisi untuk istilah-istilah tersebut atau dalam suatu bahasa yang didefinisikan dalam bahasa lain, atau diberi sinonim (atau paling tidak sinonim terdekat) dalam bahasa lain.
      Contoh:
      Res judicata pro veritate habetuur : keputusan hakim harus dianggap benar atau dihormati sebelum ada putusan lain di tingkat pengadilan di atasnya yang mengkoreksi putusan tersebut.
·      Lampiran (jika ada)

C. TATA CARA PENULISAN
C.1. Bahan dan Ukuran
·      Naskah dibuat di atas kertas HVS 80 mg.
·      Ukuran kertas adalah kwarto ukuran A-4 (21,5 x 29,7 cm).
·      Sampul menggunakan kertas manila berwarna hitam.
C.2. Pengetikan
·      Naskah diketik dengan huruf Times New Roman 12
·      Pemakaian huruf miring hanya untuk pengetikan kata yang belum baku dalam bahasa Indonesia.
·      Jarak baris tulisan dalam naskah adalah 2 spasi, kecuali untuk kutipan, catatan kaki, tabel, keterangan gambar dan daftar pustaka diketik dengan jarak 1 spasi.
·      Batas tepi atas dan kiri adalah 4 cm, sedangkan batas tepi bawah dan kanan adalah 3 cm.
·      Pengetikan alinea  baru  dimulai  pada ketukan yang  ke-6 dari batas tepi kiri.
·      Gambar atau tanda yang tidak terdapat pada mesin ketik/komputer, digambar atau ditulis dengan tinta cina.
·      Bab diberi nomor dengan angka Romawi besar dan judulnya diketik dengan huruf besar (kapital) semua dengan jarak 4 cm dari tepi atas dan seimbang dari tepi kanan-kiri tanpa diakhiri dengan tanda titik.
·      Sub bab diketik dengan huruf kapital (huruf pertamanya) dan diberi nomor urut dengan angka Arab tanpa diakhiri dengan tanda titik.
·      Anak sub bab ditulis mulai dari ketikan ke-enam diikuti dengan tanda titik. Kalimat yang menyusul kemudian diketik ke belakang dalam satu baris dengan anak sub bab.
C.3. Penomoran Halaman
·      Bagian awal dalam Disertasi diberi nomor urut dengan menggunakan angka romawi kecil ( i, ii, iii, iv, v dan seterusnya) dan diketik pada bagian tengah bawah.
·      Bagian utama dan bagian akhir dalam Disertasi diberi nomor angka arab dan ditempatkan di sebelah kanan atas dengan jarak 3 cm dari tepi kanan dan 1 ½ cm dari tepi atas.
·      Tabel dan gambar diberi nomor urut dengan angka arab.
·      Bab baru tidak perlu diberi nomor halaman tetapi tetap diperhitungkan.
C.4. Bahasa
·      Bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia baku yang baik dan benar.
·      Bentuk orang pertama atau orang kedua (saya, kami, kita, engkau) tidak boleh digunakan, melainkan harus dibuat kalimat pasif. Kata ganti diri ”saya” menggunakan kata ”penulis”.
·      Istilah yang digunakan merupakan istilah Indonesia yang sudah dibakukan dan apabila terpaksa memakai istilah asing, harus dicetak miring.
·      Kata penghubung tidak boleh digunakan untuk memulai suatu kalimat.
·      Kata depan ke dan di maupun tanda baca harus digunakan dengan
C.5. Kutipan dan Catatan Kaki
Kutipan dapat dibedakan menjadi kutipan langsung dan kutipan tidak langsung. Kutipan langsung harus sama dengan aslinya, sedangkan kutipan tidak langsung merupakan hasil penyimpulan dari literatur tertentu atas pendapat orang atau sumber lainnya dengan menggunakan kalimat sendiri.
Kutipan langsung yang panjangnya lima baris atau lebih diketik dengan cara mengosongkan 4 ketukan dari garis batas (margin) sebelah kiri dalam satuan baris dan tidak diberi tanda petik dengan menggunakan spasi tunggal.  Kutipan langsung yang panjangnya kurang dari lima baris dimasukkan dalam teks dan diketik biasa dengan menggunakan tanda petik (“) pada awal dan akhir kalimat. Penulisan kutipan tidak langsung dilakukan sama dengan cara menuliskan alinea pada umumnya.
Setiap kutipan harus diberi nomor pada akhir kutipan dengan angka arab yang diketik ½ spasi di atas garis ketikan teks naskah. Nomor kutipan harus berurut sampai akhir bab.
Kutipan atas pendapat yang bersumber pada tulisan orang lain yang dirujuk dalam Disertasi harus disebutkan sumbernya dengan menggunakan catatan kaki (footnote). Catatan kaki ini menunjukkan dan menginformasikan sumber kutipan. Catatan kaki dapat digunakan pula untuk memberikan komentar atau keterangan tambahan mengenai sesuatu yang dikemukakan dalam teks.
Catatan kaki ditulis di bagian bawah halaman teks yang dimulai pada ketukan ke-delapan dari garis batas tepi kiri. Jarak catatan kaki  dengan kalimat terakhir dari teks adalah 4 satuan jarak baris 4 (spasi) dengan disela oleh garis pemisah sepanjang 5 cm (16 ketukan) yang dimulai pada batas kiri.  Catatan kaki diberi nomor urut sesuai dengan nomor kutipan dan diketik dengan satu satuan jarak baris serta ditempatkan di halaman yang sama dengan kutipannya.
Penulisan catatan kaki dilakukan dengan mencantumkan nama pengarang, tahun terbit, judul buku, nama penerbit, kota, dan halamannya. Jika nama pengarang terdiri dari 2 (dua) orang, maka keduanya harus dicantumkan dalam catatan kaki. Jika nama pengarang terdiri dari 3 (tiga) orang atau lebih, maka cukup nama akhir dari pengarang pertama yang ditulis dan dibelakangnya ditulis “et all” (artinya dengan orang lain), tetapi dalam daftar pustaka harus dicantumkan semua nama pengarangnya. Judul buku dalam catatan kaki harus diketik dengan cetak miring.
Penulisan catatan kaki dapat dilakukan pula dengan menggunakan singkatan ibid, op.cit. dan loc.cit. Ibid merupakan singkatan dari ibidem yang artinya dalam halaman yang sama. Ibid digunakan dalam catatan kaki apabila kutipan diambil dari sumber yang sama dan belum disela oleh sumber lain. Op.cit.merupakan singkatan dari opera citato yang artinya dalam keterangan yang telah disebut. Op.cit.digunakan dalam catatan kaki untuk menunjuk kepada sumber yang sudah disebut sebelumnya secara lengkap, tetapi telah disela dengan sumber lain dan halamannya berbeda. Loc.cit. merupakan singkatan dari loco citato yang artinya pada tempat yang sama telah disebut. Loc.cit. digunakan dalam catatan kaki apabila hendak menunjukkan kepada halaman yang sama dari sumber yang sama yang sudah disebut terakhir, tetapi telah disela oleh sumber lain.
Penggunaan ibid  tidak perlu menuliskan nama pengarangnya, karena  penggunaan ibid tersebut hanya dilakukan ketika sumber yang telah dikutip belum disela dengan sumber yang lainnya. Sebaliknya, penggunaan op.cit.  dan loc.cit  tetap harus menulis nama pengarangnya yang diikuti dengan tulisan op.cit. atau loc.cit.

C.4. Daftar Pustaka
·      Daftar pustaka disusun menurut abjad nama akhir pengarang. Nama pengarang yang terdiri lebih dari satu orang harus ditulis semua. Nama pengarang yang lebih dari satu suku kata, cukup ditulis nama akhirnya dan diikuti tanda koma, singkatan nama depan, tengah dan seterusnya yang semuanya diberi titik.
·      Gelar kesarjanaan dari pengarang tidak perlu dituliskan di dalam daftar pustaka.
·      Daftar pustaka ditulis dari tepi kiri. Apabila lebih dari satu baris, maka baris berikutnya masuk indensasi dan jaraknya adalah satu spasi. Jarak sumber pustaka yang satu dengan lainnya adalah 2 spasi.
·      Daftar pustaka disusun secara alphabetis dan ditulis dengan memperhatikan ketentuan sebagai berikut :
o  Buku. Penulisannya dimulai dengan nama pengarang, tahun penerbitan, judul buku (dicetak miring), penerbit dan tempat penerbitan.
o  Makalah. Penulisannya dimulai dengan nama pengarang, judul makalah (diawali dan diakhiri dengan tanda petik), nama forumnya/seminar (dicetak miring), tempat, tanggal dan tahun.
o  Artikel Suatu Jurnal. Penulisannya dimulai dengan nama penulis artikel, judul artikel (dimulai dan diakhiri dengan tanda petik), nama jurnal (dicetak miring), volume, nomor dan tahun.
o  Karangan/ Esai dalam suatu Buku Kumpulan Karangan/ Kumpulan Esai. Penulisannya dimulai dengan nama pengarang, judul karangan/esai (dimulai dan diakhiri dengan tanda petik), nama editor, tahun penerbitan, judul buku (dicetak miring), penerbit dan tempat penerbitan.
o  Internet. Penulisannya dimulai dengan nama pengarang, judul tulisan (dimulai dan diakhiri dengan tanda petik), tempat tulisan dimuat (dicetak miring), nama website, tanggal diakses.

Ø   UNIVERSITAS DIPONEGORO
      NASKAH DISERTASI (KELAYAKAN/ PRA-PROMOSI/ PROMOSI)
Sistematika Penulisan Naskah Disertasi:
1.    Halaman judul (cover) luar dan dalam
2.    Lembar Persetujuan Pembimbing
3.    Pernyataan Orisinalitas
4.    Abstrak
5.    Abstract
6.    Ringkasan
7.    Summary
8.    Kata Pengantar
9.    Daftar Isi
10.     Glosari (Glossary)
11.     Daftar singkatan (jika ada)
12.     Daftar Tabel
13.     Bab I :   Pendahuluan
      Latar Belakang
      Fokus Studi dan Permasalahan
      Kerangka Pemikiran
      Tujuan dan Kontribusi Penelitian
      Proses Penelitian
      Sistematika Penulisan
      Orisinalitas Penelitian
14.     Bab II : Kerangka Teoretik
15.     Bab III, IV, dst : Membahas temuan penelitian menggunakan teori yang sudah dipilih
16.     Bab V : Rekontruksi teori/ model/ sistem/ konsep yang ditawarkan
17.     Bab VI : Penutup
·      Simpulan
·      Rekomendasi
18.     Daftar Pustaka
19.     Daftar Indeks
20.     Lampiran (jika ada)

Ketentuan Naskah Disertasi:
1.    Jenis dan ukuran kertas adalah HVS putih 80 mg ukuran A4 (21 x 29,7 cm)
2.    Cover berwarna biru (warna identitas UNDIP) dengan tulisan warna emas
3.    Antara bab yang satu dengan bab lain diberi pembatas kertas doorslag warna biru muda dengan siluet logo UNDIP
4.    Setiap kutipan diberikan keterangan sumber kutipan dengan menggunakan footnote dengan format: nama penulis, judul buku/ makalah, tahun, kota, penerbit, halaman
5.    Sumber pustaka yang dijadikan rujukan minimal 20, diutamakanjurnal terkini dan buku referensi dengan komposisi 75% pustaka primer dan 25% jurnal

Ketentuan Penulisan Naskah Disertasi:
1.       Pengetikan
-        Menggunakan huruf Times New Roman dengan ukuran sebagai berikut:
a.    Ukuran font 12 untuk isi naskah
b.    Ukuran font 16 dan tebal judul pada cover
c.     Ukuran font 12 dan tebal untuk nama penulis pada cover
d.    Ukuran font 14 dan tebal untuk lembaga pada judul
e.    Ukuran font 10 dan tebal untuk tulisan lain pada judul
-        Bilangan dan satuan
a.    Bilangan ditulis dalam angka (misal 19) kecuali diawal kalimat ditulis dengan huruf
b.    Bilangan desimal ditandai dengan koma (misal 54,3)
c.     Satuan ukuran ditulis dalam singkatan resmi tanpa tambahan titik
-        Jarak baris
a.    Jarak antar baris adalah dua spasi
b.    Jarak antar penunjuk bab (misalnya BAB I) dengan tajuk bab (misalnya PENDAHULUAN) adalah dus spasi
c.     Jarak antara tajuk bab (judul bab) dengan teks pertama isi naskah atau antara tajuk bab dengan tajuk sub bab adalah empat spasi
d.    Jarak antara sub bab (judul bab) dengan baris pertama teks isi naskah adalah dua spasi
e.    Tiap alinea teks isi naskah diketik menjorok ke dalam (ke kanan)
f.      Jarak antara baris akhir teks isi dengan tajuk sub berikutnya adalah empat spasi
g.    Jarak antara teks dengan tabel, gambar, grafik, atau diagram adalah tiga spasi
h.    Alinea baru diketik menjorok ke dalam (ke kanan dari pias (marjin) kiri teks isi naskah; jarak antara alinea adalah dua spasi
i.      Petunjuk bab dan tajuk bab selalu diketik pada halama baru
-        Batas Tepi
a.    Tepi atas                          : 4 cm dari tepi kertas
b.    Tepi bawah                     : 3 cm dari tepi kertas
c.     Tepi kiri                            : 4 cm dari tepi kertas
d.    Tepi kanan                      : 3 cm dari tepi kertas
2.    Bahasa
Bahasa yang dipakai ialah Bahasa Indonesia baku (Ejaan Yang Disempurnakan). Sejauh mungkin diusahakan untuk menggunakan kalimat lengkap subjek, predikat, objek dan keterangan bila diperlukan. Kalimat dibuat pasif tanpa orang pertama (saya) atau orang kedua (kamu). Digunakan istilah dalam bahasa Indonesia. Apabila belum tersedia, dapat menggunakan istilah asing dan diketik miring/ Italic. Boleh juga dilakukan terjemahan dan dalam kurung ditulis istilah aslinya.
3.    Penomoran
-        Halaman
a.    Bagian awal sampai daftar isi diberi nomor halaman dalam angka Romawi kecil
b.    Bagian utama diberi nomor halaman dalam angka Arab
c.     Nomor halaman diketik 3 cm dari tepi kanan dan 1,5 cm dari tepi bawah
-        Bab, Anak Bab, dan Paragraf
a.    Penomoran bab menggunakan angka Romawi kapital di tengah halaman (misalnya BAB I)
b.    Penomoran sub bab menggunakan angka Arab diketik pada pinggir sebelah kiri (misalnya 2.1, 2.2, dst)
c.     Penomoran anak sub bab disesuaikan dengan nomor bab (misalnya 2.1.1, 2.1.2, dst)
d.    Penomoran bukan sub bab dilakukan dengan angka Arab dan tanda kurung, misalnya 10, 20 dst. Untuk anak sub bab bukan sub bab adalah (1), (2), dst.
-        Tabel dan Gambar diberi nomor urut dengan angka Arab (1, 2, 3, dst)
-        Persamaan diberi nomor Arab dalam kurung dekat batas tepi kanan
-        Bagian Inti/ Teks
Penomoran mulai Bab I (PENDAHULUAN) sampai dengan bab terakhir (PENTUP) menggunakan angka Arab (1, 2, dan seterusnya) diletakkan pada pias sebelah kanan atas, berjarak tiga spasi dari margin atas (baris pertama teks pada halaman itu) dan angka terakhir nomor halaman itu lurus dengan margin kanan. Nomor halaman diteruskan ke Daftar Pustaka, Riwayat Hidup dan Lampiran-lampirannya. Pada tiap halaman yang bertajuk, mulai dari Bab I sampai dengan bab terakhir nomor halaman diletakkan pada halaman bawah persis ditengah, berjarak dua spasi dari margin bawah.

Ø   UNIVERSITAS PADJADJARAN
I.      PENULISAN USULAN PENELITIAN  DISERTASI
A.    Penelitian Kuantitatif atau Nalar Deduktif-Hipotetikal
JUDUL
Bab I         PENDAHULUAN
Latar Belakang Penelitian
Rumusan Masalah atau Identifikasi Masalah
Tujuan Penelitian
Kegunaan Penelitian atau Manfaat Penelitian
Bab II        KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
Kajian Pustaka
Kerangka Pemikiran
Hipotesis
Bab III      Metodologi
Daftar Pustaka
Lampiran

B.    Penelitian Kualitatif atau Nalar Induktif-Nonhipotetikal
JUDUL
LATAR BELAKANG PENELITIAN
KAJIAN LITERATUR
FOKUS  PENELITIAN  ATAU  PERNYATAAN MASALAH
METODOLOGI
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

II.    PENULISAN TESIS / DISERTASI
A.        Penelitian Kuantitatif atau Nalar Deduktif-Hipotetikal
Judul
Lembar Pengesahan
Lembar Pernyataan  Abstract/Abstrak
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Tabel, Daftar Gambar, Daftar Lambang, Daftar Singkatan, dan Daftar Lampiran
Bab I         Pendahuluan
Latar Belakang Penelitian
Rumusan Masalah atau Identifikasi Masalah
Tujuan Penelitian
Kegunaan Penelitian atau Manfaat Penelitian
Bab II        Kerangka Pemikiran, Hipotesis dan Metode Penelitian
Kerangka Pemikiran
Hipotesis
Metode Penelitian
Bab II     DESKRIPSI OBJEK/ LOKASI PENELITIAN
Bab IV    SUBSTANSI PROPOSISI HOPOTESIS 1 ~ 11
Bab V    SUBSTANSI PROPOSISI HOPOTESIS 2 ~ 11
Bab VI    SUBSTANSI PROPOSISI HOPOTESIS 3 ~ 11
Bab VII     Simpulan dan Saran
- Simpulan
- Saran
Daftar Pustaka
Lampiran

B.         Penelitian  Kualitatif  atau  Nalar  Induktif-Nonhipotetikal
Judul
Lembar Pengesahan
Lembar Pernyataan
Abstract/Abstrak
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Tabel, Daftar Gambar, Daftar Lambang, Daftar Singkatan, dan Daftar La      mpiran
Bab I                                     Pendahuluan
1.1.             Latar Belakang Penelitian
1.2.             Fokus Penelitian/ Pernyataan Masalah
1.3.             Metodologi
BAB II       Deskripsi Objek/ Lokasi Penelitian
BAB III, IV, V Substansi Fokus Penelitian/ Pernyataan Masalah
BAB VI         Simpulan dan Saran
-        Simpulan
-        Saran
Daftar Pustaka
Lampiran

Ø   UNIVERSITAS INDONESIA
Format
1.    Naskah Proposal Riset
Sampul Proposal Riset diberi warna putih dan dijilid. Kalimat-kalimat pada halaman sampul ini harus ditempatkan di tengah, diketik simetris. Judul tidak diperkenankan menggunakan singkatan, kecuali nama atau istilah (contoh: PT, UD, CV) dan tidak disusun dalam kalimat tanya serta tidak perlu ditutup dengan tanda baca apa pun. Pada Halaman Sampul diketik dengan font Times New Roman 12pt (kecuali judul 14pt) dicetak tebal, dan ditulisdengan huruf capital (kecuali penulisan Sub Judul):
Halaman sampul naskah Proposal Riset secara berturut-turut berisikan:
a.    Logo Makara (warna kuning)dengan diameter 2,5 cm;
b.    Kata-kata UNIVERSITAS INDONESIA (di bawah logo)
c.     Judul Disertasi
d.    Sub judul, ditulis dengan huruf kapital pada awal kata (title case) dan cetak tebal (bold);
e.    Tulisan: PROPOSAL DISERTASI
f.      Nama lengkap penulis (tanpa gelar dan tidak disingkat);
g.    Nomor Pokok Mahasiswa;
h.    Fakultas
i.      Program Studi
j.      Kota
k.     Bulan dan Tahun dituliskan dalam angka dengan format 4 (empat) digit (contoh: Januari 2016)

-       Rancangan Naskah Disertasi (untuk Ujian Hasil Riset/Pra Promosi)
Sampul naskah penelitian Rancangan Naskah Disertasidiberi warna putih dan dijilid. Kalimat-kalimat pada halaman sampul ini harus ditempatkan di tengah, diketik simetris. Judul tidak diperkenankan menggunakan singkatan, kecuali nama atau istilah (contoh: PT, UD, CV) dan tidak disusun dalam kalimat tanya serta tidak perlu ditutup dengan tanda baca apa pun. Pada Halaman Sampul diketik dengan font Times New Roman 12pt (kecuali judul 14pt) dicetak tebal, dan ditulis dengan huruf capital (kecuali penulisan Sub Judul):
Halaman sampul Rancangan Naskah Disertasi secara berturut-turut berisikan:
a.    Logo Makara (kuning) dengan diameter 2,5 cm;
b.    Kata-kata UNIVERSITAS INDONESIA (di bawah logo)
c.     Judul Disertasi
d.    Sub judul dengan huruf kapital pada awal kata (title case) dan cetak tebal (bold);
e.    Kata-kata RANCANGAN NASKAH DISERTASI
f.      Tujuan disusunnya Tugas Akhir, sebagaimana dapat dilihat pada contoh berikut: “Naskah ini diajukan untuk diuji pada UJIAN HASIL RISET/PRA PROMOSI sebagai salah satu syarat  untuk memperoleh gelar Doktor Ilmu Hukum”
g.    Nama lengkap penulis (tanpa gelar dan tidak disingkat);
h.    Nomor Pokok Mahasiswa;
i.      Fakultas
j.      Program Studi
k.     Kota Bulan dan Tahun, dituliskan dalam angka dengan format 4 (empat) digit (contoh: Januari 2016)

2.    Naskah Disertasi untuk Sidang Promosi
Secara garis besar, disertasi dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) bagian yaitu: bagian awal, bagian isi, dan bagian akhir.
Bagian awal  disertasi terdiri atas:
a.    Halaman Sampul
b.    Halaman Judul
c.     Halaman Pernyataan Orisinalitas
d.    Halaman Promotor dan Penguji Naskah Disertasi
e.    Halaman Pengesahan
f.      Kata Pengantar dan Ucapan Terima Kasih (jika diperlukan)
g.    Halaman Pernyataan Persetujuan Publikasi Karya Ilmiah untuk Kepentingan Akademis
h.    Abstrak (dalam bahasa Indonesia dan Inggris)
i.      Daftar Isi
j.      Daftar Singkatan
k.     Daftar Tabel (jika tabel lebih dari satu)
l.      Daftar Lampiran (jika diperlukan)
ad. a Halaman Sampul
(a). Penulisan di halaman sampul diketik simetris di tengah (center). Judul tidak diperkenankan menggunakan singkatan, kecuali nama atau istilah (contoh: PT, UD, CV) dan tidak disusun dalam kalimat tanya serta tidak perlu ditutup dengan tanda baca apa pun. Pada Halaman Sampul diketik dengan font Times New Roman 12pt (kecuali judul 14pt) dicetak tebal, dan ditulis dengan huruf kapital:
-        Logo UI : Logo Universitas Indonesia dengan diameter 2,5 cm
-        Kata-kata “UNIVERSITAS INDONESIA” di bawah logo
-        Judul
-        Jenis atau jenjang Tugas Akhir (disertasi)
-        Nama
-        NPM
-        Fakultas
-        Program Studi
-        Nama Kota
-        Bulan dan Tahun disahkannya Tugas Akhir dan dituliskan dalam angka dengan format 4 (empat) digit (contoh: Januari 2016)
(b).   Informasi yang dicantumkan pada punggung halaman sampul adalah: jenis tugas akhir, dan judul tugas akhir. Informasi yang dicantumkan seluruhnya menggunakan huruf kapital, dengan jenis huruf Times New Roman 12 poin, dan ditulis di tengah punggung halaman sampul (center alignment).
(c). Halaman sampul muka tidak boleh diberi siku besi pada ujung-ujungnya.
(d). Sampul naskah Disertasi diberi warna coklat tua dan dijilid.

ad. b   Halaman Judul
Secara umum informasi yang diberikan pada Halaman Judul sama dengan Halaman Sampul, tetapi pada Halaman Judul, dicantumkan informasi tambahan, yaitu untuk tujuan dan dalam rangka apa karya ilmiah itu disusun. Halaman Judul Tugas Akhir, secara umum, adalah sebagai berikut :
-        Format Halaman Judul sama dengan Halaman Sampul, hanya ada penambahan keterangan tujuan disusunnya Tugas Akhir sebagai berikut:
“Untuk dipertahankan di hadapan
Senat Akademik Universitas Indonesia
di bawah pimpinan Dekan Fakultas Hukum UI
[Nama Dekan]
guna memperoleh gelar Doktor dalam Ilmu Hukum
pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Hari Tanggal”
-        Semua huruf ditulis dengan spasi tunggal (single line spacing) dan ukuran sesuai dengan contoh di bawah.

ad. c   Halaman Pernyataan Orisinalitas
Halaman ini berisi pernyataan tertulis penulis bahwa tugas akhir yang disusun adalah hasil karyanya sendiri dan ditulis dengan mengikuti kaidah penulisan ilmiah. Halaman Pernyataan Orisinalitas ditulis dengan tipe Times New Roman 12 poin.

ad. d   Halaman Promotor dan Penguji Naskah Disertasi
Halaman ini berisi keterangan nama Promotor, Ko-Promotor dan Penguji yang secara berturut-turut berisikan:
1.    Tulisan: “Promotor/Dewan Penguji” (uppercase)
2.    Tulisan:
“Disertasi ini dipertahankan di hadapan Tim Penguji di bawah pimpinan Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia”
3.    Tulisan: “Promotor/Penguji” (title casedan bold);
4.    Nama Promotor;
5.    Tulisan: “Ko-Promotor/Penguji” (title case dan bold);
6.    Nama Ko-Promotor;
7.    Tulisan: “Tim Penguji” (title case dan bold);
8.    Nama Penguji;
9.    Nama Penguji, dst.

ad. e   Halaman Pengesahan
Halaman Pengesahan berfungsi untuk menjamin keabsahan karya ilmiah atau pernyataan tentang penerimaan disertasioleh institusi penulis. Halaman Pengesahan Tugas Akhir ditulis dengan spasi tunggal (single line spacing), tipe Times New Roman 12 poin sesuai dengan contoh di bawah ini.

ad. f    Kata Pengantar
Halaman Kata Pengantar memuat pengantar singkat atas karya ilmiah. Ucapan Terima Kasih disatukan dalam Kata Pengantar, memuat ucapan terima kasih atau penghargaan kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam penyusunan disertasi. Sebaiknya, ucapan terima kasih atau penghargaan tersebut juga mencantumkan bantuan yang mereka berikan, misalnya bantuan dalam memperoleh masukan, data, sumber informasi, serta bantuan dalam menyelesaikan tugas akhir, dan tetap menggunakan bahasa baku. Halaman Kata Pengantar atau Ucapan Terima Kasih Disertasi, secara umum, adalah sebagai berikut:
(1)      Semua huruf ditulis dengan tipe Times New Roman 12 poin, spasi 1,5 (1,5 line spacing).
(2)      Judul Kata Pengantar atau Ucapan Terima Kasih ditulis dengan tipe Times New Roman 12 poin, dicetak tebal dan huruf kapital.
(3)      Urutan pihak-pihak yang diberi ucapan terima kasih dimulai dari pihak luar, lalu keluarga atau teman. Nama pihak yang diberi ucapan terima kasih ditulis secara lengkap dan benar, bukan nama panggilan atau nama kecil.
(4)      Jarak antara judul dan isi Kata Pengantar dan Ucapan Terima Kasih adalah 2 x 2 spasi.

ad. g   Halaman Pernyataan Persetujuan Publikasi Karya Ilmiah untuk Kepentingan Akademis
Halaman ini berisi pernyataan dari mahasiswa penyusun disertasi yang memberikan kewenangan kepada Universitas Indonesia untuk menyimpan, mengalih media/formatkan, merawat, dan memublikasikan tugas akhir untuk kepentingan akademis. Artinya, Universitas Indonesia berwenang untuk memublikasikan suatu disertasi hanya untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan, sedangkan hak cipta tetap pada penulis. Contoh Lembar Pernyataan dapat dilihat pada contoh. Halaman Pernyataan, secara umum, adalah sebagai berikut:
(1)      Semua huruf ditulis dengan tipe Times New Roman 12 poin dengan spasi 1,5 (1,5 line spacing) dan ukuran sesuai dengan contoh di bawah
(2)      Khusus untuk judul Lembar Pernyataan Persetujuan Publikasi Karya Ilmiah untuk Kepentingan Akademis ditulis dengan tipe Times New Roman 12 poin, dicetak tebal dan huruf besar (kapital) dengan spasi tunggal (single line spacing)

 ad. h Abstrak
Abstrak berisi ulasan singkat dari permasalahan yang dikaji, latar belakang permasalahan, tujuan dan manfaat, metode yang digunakan, hasil penelitian, serta kesimpulan. Setiap Disertasi mempunyai abstrak yang berfungsi sebagai satu kesatuan informasi yang utuh bagi pembaca tentang inti karya ilmiah atau Disertasi. Abstrak ini panjangnya tidak lebih dari satu halaman dan ditulis dalam bahasa Indonesia dan diterjemahkan dalam bahasa Inggris masing-masing satu halaman. Dibagian bawah kalimat terakhir dari abstrak dituliskan beberapa kata kunci (key words) dari kata atau frase yang dipergunakan dalam Disertasi.
Abstrak tersebut dibuat juga dalam CD dengan Program MS Word dan diserahkan kepada Sekretariat Program Pascasarjana FHUI. Ketentuan penulisan Abstrak adalah sebagai berikut:
(1)      Abstrak adalah sari Disertasi.
(2)      Abstrak terdiri dari 75 hingga 250 kata dalam satu paragraf, diketik dengan tipe Times New Roman 12 pt, spasi tunggal (single line spacing).
(3)      Abstrak disusun dalam dua bahasa, yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.
(4)       Jika memungkinkan, pengetikan untuk abstrak bahasa Indonesia dan Inggris diletakkan dalam satu halaman.
(5)       Nama Mahasiswa (tanpa NPM) dan Program Studi ditulis di atas abstrak dengan tambahan informasi berupa Skripsi
(6)      Di bagian bawah Abstrak dituliskan Kata Kunci. Untuk Abstrak dalam Bahasa Indonesia, Kata Kunci ditulis dalam Bahasa Indonesia dan untuk Abstrak dalam Bahasa Inggris, Kata Kunci ditulis dalam Bahasa Inggris (dicari padanan katanya).
(7)      Semua istilah asing, kecuali nama, dicetak miring (italic).
(8)      Isi abstrak ditentukan oleh keilmuan masing-masing.

ad. i    Daftar Isi
Daftar Isi berisi semua bagian yang membentuk kesatuan kajian dan disusun teratur menurut nomor halamannya. Biasanya, agar daftar isi ringkas dan jelas, sub bab derajat ke dua dan ke tiga boleh tidak ditulis. Halaman Daftar Isi Skripsi secara umum adalah sebagai berikut:
(1)      Semua huruf ditulis dengan tipe Times New Roman 12 poin dengan spasi tunggal (single line spacing).
(2)      Khusus untuk judul tiap bab ditulis dengan Times New Roman 12 poin, dicetak tebal dan huruf kapital.
(3)      Jarak antara judul dengan isi Daftar Isi 3 spasi. Contoh Daftar Isi dapat dilihat di bawah ini.
-          DAFTAR ISI
-          Halaman
-          HALAMAN JUDUL                                                                         
-          PERNYATAAN ORISINALITAS                                                   
-          HALAMAN PROMOTOR DAN PENGUJI NASKAH DISERTASI
-          HALAMAN PENGESAHAN
-          KATA PENGANTAR
-          HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
-          ABSTRAK
-          ABSTRACT
-          KATA PENGANTAR
-          DAFTAR ISI
-          DAFTAR SINGKATAN
-          DAFTAR TABEL/GAMBAR (jika ada)
-          DAFTAR LAMPIRAN
BAB 1 : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Perumusan Masalah
1. ....
2. ....
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
E. Kerangka Konsep
F. Definisi Operasional
G. Metode Penelitian
H. Sistematika Penulisan
BAB 2 : TINJAUAN KEPUSTAKAAN
BAB 3 :  PEMBAHASAN PERMASALAHAN I (dapat lebih dari satu sesuai dengan rumusan masalah)
A. (Sub bab)
1. ...
2. ...
a. ...
1) ...
a) ...
(1) ...
(a) dst.
b. ...
B. (Sub bab)
C. dst (posisi penomoran sub-sub bab sejajar rata kiri)
BAB 4:  PEMBAHASAN PERMASALAHAN II (dapat lebih dari satu sesuai dengan rumusan masalah)
BAB 5: PEMBAHASAN PERMASALAHAN III (dapat lebih dari satu sesuai dengan rumusan  masalah)
BAB 6:  PENUTUP
A. Simpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BIODATAPENULIS
LAMPIRAN

3.    Bagian Isi Disertasi
Isi tugas akhir disampaikan dalam sejumlah bab. Jumlah bab pendahuluan sampai dengan kesimpulan ditentukan oleh fakultas atau bidang studi sesuai kebutuhan. Bagian tubuh/pokok memuat uraian/penjabaran/analisa yang dilakukan oleh penulis. Penjabaran mencakup latar belakang permasalahan, pokok permasalahan, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, kerangka konsepsional/definisi operasional, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Sistematika yang umumnya dipakai dalam penulisan Disertasi adalah sebagai berikut:
Bab 1:  Pendahuluan
A. Subbab Derajat Kesatu
1. Subbab Derajat kedua Butir yang Pertama
2.   Subbab Derajat kedua Butir yang Kedua
a. Subbab Derajat ketiga Butir yang Pertama
1) Subbab Derajat keempat
a) Subbab Derajat kelima
(1) Subbab Derajat keenam
(a) dst.
Ketentuan penulisan untuk setiap bab
a.    Setiap bab dimulai pada halaman baru dan penomoran catatan kaki dimulai kembali dari nomor satu.
b.    Judul bab seluruhnya diketik dengan huruf kapital, simetris di tengah (center), cetak tebal (bold), tanpa garis bawah, tidak diakhiri tanda titik, dan satu spasi simetris tengah (center), jika lebih dari satu baris.
c.     Judul bab selalu diawali penulisan kata ‘BAB’ lalu angka Arab yang menunjukkan angka dari bab yang bersangkutan dan ditulis dengan huruf kapital, tipe Times New Roman, 12 poin, dan cetak tebal (bold).
d.    Perpindahan antar bab tidak perlu diberi sisipan halaman khusus.
e.    Suatu yang bukan merupakan subordinat dari judul tulisan harus ditulis dengan sandi berikut :
-       Bullet atau huruf: jika tidak akan dirujuk di bagian lain dari tugas akhir, bentuknya bebas, asalkan berupa bentuk dasar (bulat, kotak, tanda minus), dan konsisten dalam keseluruhan tugas akhir.
-       Huruf: jika akan dirujuk di bagian lain dari tugas akhir, harus digunakan huruf untuk menghindari kerancuan dengan penggunaan angka untuk bab dan subbab. Bentuknya bebas, asalkan konsisten dalam keseluruhan tugas akhir. Contoh: a. atau a) atau (a). Ini merupakan derajat terakhir, dalam arti tidak boleh memiliki sub perincian di dalamnya.

4.    Bagian Akhir Disertasi
Bagian ini terdiri dari:
a.    Daftar pustaka
b.    Biodata Penulis
c.     Lampiran (jika ada)

ad. a   Daftar Pustaka
Daftar pustaka mencakup secara lengkap sumber informasi yang telah digunakan dalam tulisan. Daftar pustaka memuat semua literatur yang dikutip penulis, termasuk bahan-bahan yang tidak diterbitkan dan tidak diperoleh di perpustakaan. Daftar pustaka tersebut diketik dengan jarak satu spasi. Skripsi maupun tesis tidak dapat dijadikan sumber acuan.
Dianjurkan agar 70% daftar pustaka yang digunakan merupakan terbitan terbaru (minimal terbitan 2 tahun terakhir) dari jurnal ilmiah internasional. Jenis media yang makin berkembang memungkinkan penulis untuk mencari sumber informasi dari berbagai jenis media. Perkembangan itu diikuti oleh perkembangan berbagai format penulisan kutipan dan daftar pustaka. Kecuali dijadikan objek penelitian, sumber-sumber berikut tidak boleh dijadikan referensi:
a.     Wikipedia dan sejenisnya
b.    Blog individu, media jurnalisme warga (citizen journalism media)
c.     Media sosial

ad. b   Biodata Penulis
Untuk biodata ditulis maksimal satu halaman yang memuat nama dan gelar, tempat dan tanggal lahir, pendidikan hingga mencapai gelar terakhir, pengalaman kerja dan status jabatan/pekerjaan terakhir, yang dilampirkan setelah lampiran-lampiran utama. Biodata Penulis diletakkan setelah Daftar Pustaka.

ad. c   Lampiran
Lampiran memuat informasi-informasi penunjang, yaitu antara lain hal-hal yang dianggap perlu tetapi tidak langsung dibahas di dalam naskah. Kelompok-kelompok lampiran yang berbeda dapat disebut sebagai lampiran A, B, C, dst. Lampiran tidak diberi nomor halaman.

5.    Format Pengetikan
Agar penulisan karya tulis sempurna, setelah isi dan bentuk lahiriah disusun dengan cara yang semestinya, penulis juga harus mempertahankan teknik penulisan berdasarkan persyaratan yang lazim.
a.    Margin/pias (batas pinggir pengetikan).
Batas pengetikan adalah 4 cm untuk tepi kiri, 3 cm untuk tepi kanan, 3cm untuk tepi atas dan 3 cm untuk tepi bawah. Nomor bab diketik 6,5 cm dari tepi atas dan judul bab dimulai 8 cm dari tepi atas.
b.    Pemisahan/ pemenggalan kata.
Pemenggalan kata ditandai garis penghubung pada suku kata sebelumnya. Garis penghubung tidak ditempatkan di bawah suku kata yang dipenggal. Seorang penulis juga harus memperhatikan adanya awalan atau akhiran dari sebuah kata yang dipenggal. Jika terlalu renggang, dapat dilakukan pemenggalan suku kata secara manual dengan memperhatikan tatacara dan aturan pemenggalan suku kata menurut kaidah bahasa.
c.     Spasi/kait.
Jarak antara baris dengan baris 1,5 spasi, sedangkan untuk catatan kaki, daftar pustaka dan kutipan langsung yang lebih dari empat baris dipergunakan spasi rapat (satu spasi).
Awal alinea dimulai menjorok/masuk ke dalam sebanyak 5-7 ketikan, jarak antar  alinea tetap 1,5 spasi. Sedangkan jarak antara judul bab dan naskah 3 spasi.
d.    Nomor halaman
Halaman pendahuluan ditandai dengan angka Romawi kecil, sedangkan halaman-halaman selanjutnya menggunakan nomor dengan angka Arab. Nomor halaman dapat dicantumkan pada sudut kanan atas.Nomor halaman di setiap awal bab tidak dicantumkan, tetapi tetap diperhitungan.
e.    Judul.
Judul bab ditulis di bagian tengah atas dengan huruf kapital dan tidak digaris bawahi atau tidak ditulis di antara tanda kutip. Judul bab juga tidak diakhiri dengan tanda titik.
f.      Huruf kursif (italic)
Huruf miring berfungsi menggantikan garis bawah. Huruf miring biasanya digunakan untuk:
a)    Penekanan sebuah kata atau kalimat;
b)    Menyatakan judul: buku, majalah, surat kabar, atau peraturan;
c)    Menyatakan kata atau frasa asing (bahasa di luar bahasa Indonesia baku). Contoh:
-        Menurut Grotius, sebuah negara dapat berperang hanya untuk empat tujuan.
-        Dalam karyanya De Jure Belli ac Pacis Libri Tres (Of Laws of War and Peace), Grotius menuliskan teorinya mengenai justifikasi negara untuk perang.
-        Teori tersebut disebut jus ad bellum.
g.    Penulisan angka
Untuk menuliskan angka dalam tulisan bilangan sampai dengan sepuluh, ditulis dengan huruf. Bilangan lebih dari sepuluh, ditulis dengan angka. Angka tidak boleh dipergunakan untuk mengawali sebuah kalimat. Adapun ketentuan khusus mengenai penulisan angka antara lain sebagai berikut:
i.)         Penulisan tahun, tanggal, dan waktu: Tahun 2016; tahun 1980-an.
ii.)       Penulisan pecahan: Satu pertiga; dua perlima; seperenam; 37/109
iii.)     Penulisan persentase: 49%
iv.)     Penulisan nomor telepon: (021) 7270003;
v.)       Penulisan alamat: Kampus FHUI Gedung A Lantai 2 Depok 16424, Jawa Barat;
vi.)     Penulisan nomor halaman: halaman 63.
h.    Penulisan kutipan Dalam penulisan karya tulis ilmiah, seorang penulis sering meminjam pendapat, atau ucapan orang lain yang terdapat pada buku, majalah, bahkan bunyi pasal dalam peraturan perundang-undangan. Untuk itu seorang penulis harus memperhatikan prinsip-prinsip mengutip, yaitu:
a)    Tidak mengadakan pengubahan naskah asli yang dikutip. Kalaupun perlu mengadakan pengubahan, seorang penulis harus memberi keterangan bahwa kutipan tersebut telah diubah. Caranya adalah dengan memberi huruf tebal, atau memberi keterangan dengan tanda kurung segi empat;
b)    Bila dalam naskah asli terdapat kesalahan, penulis dapat memberikan tanda [sic!] langsung di belakang kata yang salah. Hal itu berarti bahwa kesalahan ada pada naskah asli dan penulis tidak bertanggung jawab atas kesalahan tersebut;
c)    Apabila bagian kutipan ada yang dihilangkan, penghilangan itu dinyatakan dengan cara membubuhkan tanda elipsis (yaitu dengan tiga titik). Penghilangan bagian kutipan tidak boleh mengakibatkan perubahan makna asli naskah yang dikutip.

6.    Cara mengutip:
a.    Kutipan langsung terdiri dari tiga baris atau kurang
Cara menulis kutipan langsung yang panjangnya sampai dengan tiga baris, adalah sebagai berikut:
a)    kutipan diintegrasikan dengan naskah;
b)    jarak antara baris dengan baris 1,5 spasi;
c)    kutipan diapit dengan tanda kutip;
d)    akhir kutipan diberi nomor urut penunjukan yang diketik setengah spasi ke atas.
b.    Kutipan langsung terdiri lebih dari tiga baris
Sebuah kutipan langsung yang terdiri lebih dari tiga baris, ditulis sebagai berikut:
a)    kutipan dipisahkan dari naskah dengan jarak 3 spasi;
-     jarak antara baris dengan baris satu spasi;
-     kutipan tidak diapit tanda kutip;
-     akhir kutipan diberi nomor urut penunjukan yang diketik setengah spasi ke atas;
-     seluruh kutipan diketik menjorok ke dalam antara 5-7 ketikan;

Berikut adalah contoh cara menuliskan catatan kaki dan daftar pustaka:

I. B U K U
A.    Buku yang ditulis oleh satu pengarang:
1 Huala Adolf, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, cet. 2, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), hlm. 19.
Adolf, Huala. Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional. Cet. 2. Jakarta: Sinar Grafika, 2006.

B.    Buku yang ditulis oleh dua pengarang:
2       Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, ed. 1, cet. 10, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007), hlm. 61.
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat. Ed.1. Cet. 10.Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007.

C.    Buku yang ditulis oleh tiga pengarang:
3 Tri Hayati, Harsanto Nursadi dan Andhika Danesjvara, Hukum Administrasi Pembangunan Pendekatan dari Sudut Hukum dan Perencanaan, (Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005), hlm. 7.
Hayati, Tri, Harsanto Nursadi dan Andhika Danesjvara. Hukum Administrasi Pembangunan Pendekatan dari Sudut Hukum dan Perencanaan.Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005.

D.   Buku yang ditulis oleh lebih dari tiga pengarang:
4       Sri Mamudji, et al., Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, (Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005), hlm. 5.
Mamudji, Sri. et al. Metode Penelitian dan Penulisan Hukum. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005.

E.    Buku yang disunting oleh satu editor:
5       Achie Sudiarti Luhulima, ed., Pemahaman Bentuk-bentuk Tindak Kekerasan Terhadap Perempuan dan Alternatif Pemecahannya, (Bandung: Alumni, 2000), hlm. 90.
Luhulima, Achie Sudiarti. ed. Pemahaman Bentuk-bentuk Tindak Kekerasan Terhadap Perempuan dan Alternatif Pemecahannya. Bandung: Alumni, 2000.

F.     Buku yang disunting oleh dua editor:
6       Edward Aspinall dan Garry van Klinken, eds., The State and Illegality in Indonesia, (Leiden: KITLV Press, 2011), hlm 15.
Aspinall, Edward dan Garry van Klinken. eds. The State and Illegality in Indonesia. Leiden: KITLV Press, 2011

G.   Buku yang disunting lebih dari tiga editor atau lebih:
7    John D Kelly, et.al., eds., Anthropology and Global Counterinsurgency, (Chicago: University of Chicago Press, 2010), hlm. 67-83.
Kelly, John D.et.al.eds. Anthropology and Global Counterinsurgency. Chicago: University of Chicago Press, 2010.

H.   Terjemahan/Saduran:
8    Gary Goodpaster, Panduan Negosiasi dan Mediasi [A Guide to Negotiation and Mediation],diterjemahkan oleh Nogar Simanjuntak, (Jakarta: Proyek ELIPS, 1999), hlm. 41.
Goodpaster, Gary. Panduan Negosiasi dan Mediasi [A Guide to Negotiation and Mediation]. Diterjemahkan oleh Nogar Simanjuntak. Jakarta: Proyek ELIPS, 1999.

I.      Bab/chapter dari buku yang merupakan kumpulan karangan dari satu penulis:
9    Mardjono Reksodiputro, “Masih Adakah Harapan Reformasi di Bidang Hukum?” dalam Pembaharuan Hukum Kumpulan Karangan Alumni FHUI, (Jakarta: ILUNI-FHUI, 2004), hlm. 197.
Reksodiputro, Mardjono. “Masih Adakah Harapan Reformasi di Bidang Hukum?” Dalam Pembaharuan Hukum Kumpulan Karangan Alumni FHUI. Jakarta: ILUNI-FHUI, 2004. Hlm. 193-208.

J.      Bab/chapter dari buku yang merupakan kumpulan karangan dari beberapa penulis dan disunting oleh editor
10   Tim Lindsey, "The Criminal State: Premanisme and the New Indonesia," dalam Indonesia Today: Challenges of History, ed. Grayson J. Lloyd dan Shannon L. Smith, (Singapore: ISEAS, 2001), 290.
Lindsey, Tim. "The Criminal State: Premanisme and the New Indonesia." Dalam Indonesia Today: Challenges of History, diedit oleh Grayson J. Lloyd dan Shannon L. Smith, 283-297. Singapore: ISEAS, 2001.

K.    Buku terbitan lembaga/organisasi:
11     Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman, Lokakarya Masalah Pembaharuan Kodifikasi Hukum Pidana Nasional Buku I, (Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional, 1984), hlm. 89.
Departemen Kehakiman, Badan Pembinaan Hukum Nasional. Lokakarya Masalah Pembaharuan Kodifikasi Hukum Pidana Nasional Buku I. Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional, 1984.

L.     Buku tanpa Impresum (Nama Kota, Nama Penerbit, Tahun Terbit)
Jika nama kota tidak dicantumkan, diganti dengan s.l. (sine loco)
Jika nama penerbit tidak dicantumkan, diganti dengan s.n. (sine nominee)
Jika tahun terbit tidak dicantumkan, diganti dengan s.a. (sineanno)
14   A. B. Lubis, Perbuatan Melawan Hukum, [s.l.: s.n., s.a.], hlm. 5.
Lubis, A. B. Perbuatan Melawan Hukum. [s.l.: s.n., s.a.].
II. ARTIKEL
A.    Jurnal/Majalah
15 Topo Santoso, “Prospek dan Urgensi Uji Materiil UU No. 32 Tahun 2004,” Hukum dan Pembangunan 3 (Juli–September 2004), hlm. 259.
Santoso, Topo. “Prospek dan Urgensi Uji Materiil UU No. 32 Tahun 2004.” Hukum dan Pembangunan 3 (Juli–September 2004). Hlm. 58–267.
B.    Harian:
17 Imam Prihadiyoko, “Pertanyaan Rakyat, untuk Siapa Pemilu Itu?” Kompas, (10 Maret 2009), hlm. 6.
Prihadiyoko, Imam. “Pertanyaan Rakyat, untuk Siapa Pemilu Itu?” Kompas. (10 Maret 2009). Hlm. 6.

III. KITAB SUCI & HADIS
19 Al Qur’an, diterjemahkan oleh Tim Departemen Agama Republik Indonesia, (Jakarta: Departemen Agama Republik Indonesia, 1984), Surat An Nisa (4): 78.
Al Qur’an. diterjemahkan oleh Tim Departemen Agama Republik Indonesia. Jakarta: Departemen Agama Republik Indonesia, 1984. Surat An Nisa (4): 78.

IV. SKRIPSI / TESIS / DISERTASI:
20   Luhut M. P. Pangaribuan, “Lay Judges dan Hakim Ad Hoc,” (Disertasi Doktor Universitas Indonesia, Jakarta, 2009), hlm.282.
Pangaribuan, Luhut M. P. “Lay Judges dan Hakim Ad Hoc.” Disertasi Doktor Universitas Indonesia. Jakarta, 2009.

V. MAKALAH
21 Takdir Rahmadi, “Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 tentang Mediasi di Pengadilan: Prosedur Penyusunan, Lingkup Muatannya dan Kaitannya dengan Mediasi di Luar Pengadilan,” (makalah disampaikan pada Seminar Sehari tentang Legalisasi Institusional Dewan Pers Sebagai Lembaga Mediasi Sengketa Pers, Jakarta, 5 Februari 2009), hlm. 8.
Rahmadi, Takdir. “Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 tentang Mediasi di Pengadilan: Prosedur Penyusunan, Lingkup Muatannya dan Kaitannya dengan Mediasi di Luar Pengadilan.” Makalah disampaikan pada Seminar Sehari tentang Legalisasi Institusional Dewan Pers Sebagai Lembaga Mediasi Sengketa Pers, Jakarta, 5 Februari 2009.

VI. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN:
22   Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945, Ps. 33 ayat (3).
Indonesia. Undang-Undang Dasar1945.

VII.   Dokumen Internasional:
23     Perserikatan Bangsa-Bangsa, Convention Relating to the Status of Refugees, UNTS 189 (1951), hlm. 137, Ps. 1.
Perserikatan Bangsa-Bangsa. Convention Relating to the Status of Refugees. UNTS 189 (1951).

VIII. PUTUSAN PENGADILAN DAN LEMBAGA PENYELESAIAN SENGKETA LAIN:
24 Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Putusan No. 123/Pdt.G/2013/PN.Jkt.Slt., hlm. 34.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Putusan No. 123/Pdt.G/2013/PN.Jkt.Slt.
IX.    INTERNET:
25 D. T. Hartono, “Bisakah Pasar Modal Sebagai Lahan Money Laundering?” http://www.bapepam.go.id/old/ layanan/ warta/2005 pebruari/money+laundering.pdf, diakses 22 Maret 2009.
Hartono, D. T.“Bisakah Pasar Modal Sebagai Lahan Money Laundering?” http://www.bapepam.go.id/old/layanan/warta/2005_pebruari/money+laundering.pdf. Diakses  22 Maret 2009.

X.     PENGULANGAN:
Dalam menuliskan sumber kutipan pada catatan kaki, tidak jarang seorang penulis harus mengambil dari beberapa sumber yang sama. Untuk itu ada beberapa macam cara penggunaannya:
a.    Ibid.
Ibid. adalah singkatan dari ibidem artinya pada tempat yang sama, penggunaaannya yaitubila kutipan diambil dari sumber yang sama dengan sumber kutipan sebelumnya, tanpa disisipi sumber lain.
Contoh:
1    Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum di Indonesia pada Akhir Abad Ke 20 (Bandung: Alumni,1994), hlm. 6.
2       Ibid., hlm. 63.
b.    Op. cit.
Op. cit. adalah singkatan dari opere citato artinya pada karya yang telah dikutip; penggunaannya ialah jika sumber kutipan sama dengan sumber kutipan sebelumnya yang sudah disisipi sumber lain.
Contoh:
1   Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, cet. 4, (Yogyakarta: Liberty, 2007), hlm. 27.
2  Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara Darurat, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2007), hlm. 101.
3   Mertokusumo, op. cit., hlm.51.
c.     Loc. cit.
Loc. cit. adalah singkatan dari loco citato, artinya pada tempat yang telah dikutip, cara penggunaanya:
(1)   Apabila kutipan berasal dari buku yang telah disisipi sumber lain tetapi dikutip dari halaman yang sama. (Lihat contoh catatan kaki no. 1 dan 3 pada contoh berikut).
(2)   Apabila kutipan berasal dari artikel majalah atau surat kabar yang telah disisipi sumber lain. (Lihat contoh catatan kaki no. 2 dan 4).
Contoh:
1   Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, ed. 1, cet. 10,(Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007), hlm. 61.
2  Sri Mamudji, et al., Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, (Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005), hlm. 5.
3       ...., loc. cit
4      ...,  loc. cit., hlm. 8.


Bahan bacaan:

Achmad Ali dan Wiwie Heryani, Menjelajah Kajian Empiris terhadap Hukum, Kencana, Jakarta, 2012.
Bernard Arief Sidharta, Refleksi Tentang Struktur Ilmu Hukum: Sebuah penelitian tentang fundasi kefilsafatan dan sifat keilmuan Ilmu Hukum sebagai landasan pengembangan Ilmu Hukum Nasional Indonesia, Mandar Maju, Bandung, 1999.
Elly Erawaty, Bayu Seto Hardjowahono, Ida Susanti (Editor), Beberapa Pemikiran Tentang Pembangunan Sistem Hukum Nasional Indonesia: Liber Amicorum untuk Prof. Dr. CFG. Sunaryati Hartono, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2011.
I Made Pasek Diantha, Metodologi Penelitian Hukum Normatif dalam Justifikasi Teori Hukum, Kencana, Jakarta, 2017.
Johnny Ibrahim, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia Publishing, Malang, 2006.
John Z. Loudoe, Menemukan Hukum melalui Tafsir dan Fakta, Bina Akasara, Jakarta. 1985.
Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010.
Paul Scholten, Struktur Ilmu Hukum, (alih bahasa: B. Arief Sidharta), PT. Alumni, Bandung, 2003.
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, 2016.
Salim H. HS dan Erlies Septiana Nurbani, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesis dan Disertasi, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2013.
Sugijanto Darmadi, Kedudukan Ilmu Hukum dalam ilmu dan filsafat: Sebuah eksplorasi awal menuju ilmu hukum yang integralistikdan otonom, Mandar Maju, Bandung, 1998.
Sunaryati Hartono, C.F.G., Penelitian Hukum di Indonesia Pada Akhir Abad ke-20, Alumni, Bandung, 1994.
Titon Slamet Kurnia, Pengantar Sistem Hukum Indonesia, Almuni, Bandung, 2009.
Titon Slamet Kurnia, Sri Harini Dwiyatmi, Dyah Hapsari P., Pendidikan Hukum, Ilmu Hukum & Penelitian Hukum di Indonesia: Sebuah reorientasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. 2013.
Zainuddin Ali, H., Metode Penelitian Hukum,  Sinar Grafika, Jakarta, 2009.

Makalah:
Chairul Huda, Asas Tiada Pidana Tanpa Kesalahan, Makalah, Pelatihan Hukum Pidana dan Kriminologi "Asas-asas Hukum Pidana dan Kriminologi serta Perkembangan Dewasa ini", Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 23 -27 Februari 2014.
Eddy O.S. Hiariej, Asas legalitas dan perkembangannya dalam hukum Pidana, Makalah, Pelatihan Hukum Pidana dan Kriminologi "Asas-asas Hukum Pidana dan Kriminologi serta Perkembangan Dewasa ini", Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 23 -27 Februari 2014.
Komariah Emong Sapardjaja, MelawanHukum dalam Hukum Pidana, Makalah, Pelatihan Hukum Pidana dan Kriminologi "Asas-asas Hukum Pidana dan Kriminologi serta Perkembangan Dewasa ini", Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 23 -27 Februari 2014.
Mardjono Reksodipoetro, Tindak Pidana Korporasi dan Pertanggungjawabannya: Perubahan Wajah Pelaku Kejahatan di Indonesia, Makalah, Pelatihan Hukum Pidana dan Kriminologi "Asas-asas Hukum Pidana dan Kriminologi serta Perkembangan Dewasa ini", Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 23 -27 Februari 2014.

5 komentar:

  1. Yuk Merapat Best Betting Online Hanya Di AREATOTO
    Dalam 1 Userid Dapat Bermain Semua Permainan
    Yang Ada :
    TARUHAN BOLA - LIVE CASINO - SABUNG AYAM - TOGEL ONLINE ( Tanpa Batas Invest )
    Sekedar Nonton Bola ,
    Jika Tidak Pasang Taruhan , Mana Seru , Pasangkan Taruhan Anda Di areatoto
    Minimal Deposit Rp 20.000 Dan Withdraw Rp.50.000
    Proses Deposit Dan Withdraw ( EXPRES ) Super Cepat
    Anda Akan Di Layani Dengan Customer Service Yang Ramah
    Website Online 24Jam/Setiap Hariny

    BalasHapus
  2. Para sarjana hukum mempunyai cara berpikir yang khas yaitu juridisch denken berdasarkan konsep, asas dan sistematika hukum yang dikenalnya.
    please visit link Tel-U

    BalasHapus
  3. Penelitian hukum merupakan suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi.
    visit Tel-U

    BalasHapus