Minggu, 10 Maret 2013

UU PENDIDIKAN TINGGI


UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PENDIDIKAN TINGGI
BERTENTANGAN DENGAN
UUD NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 ?

            Oleh : Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH. MS.



I.             Pengujian secara juridis (judicial review) terhadap Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (UUPT) yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi pada saat ini terkait dengan pelaksanaan hak asasi manusia, mengenai hak asasi untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum (rights to equality of law) khususnya dalam Pasal 28C ayat (1), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28I ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan Hak asasi sosial budaya (social and culture rights) sebagaimana  yang tercantum dalam Pasal 31 ayat (1) dan (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, khususnya mengenai hak mendapatkan pendidikan dan negara memprioritaskan anggaran paling sedikit  20 (dua puluh)  persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaran pendidikan nasional.
            Pasal-pasal UUPT yang diajukan mengajukan Permohonan Yudicial Review terhadap beberapa pasal dari UUPT antara lain: Pasal 64, Pasal 65 ayat (1), Pasal 73, Pasal 74 ayat (1), Pasal 86 ayat (1), Pasal 87, Pasal 90.

Rabu, 06 Maret 2013

JUDICIAL REVIEW UU PENDIDIKAN TINGGI


ANALISIS TERHADAP JUDICIAL REVIEW
UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PENDIDIKAN TINGGI*

oleh; Alvi Syahrin


I.              Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan sumber hukum tertinggi yang mengandung nilai, asas dan norma yang harus dipatuhi, dijunjung tinggi, dan dilaksanakan dalam setiap pengambilan keputusan dan/atau kebijakan umum, baik oleh pemerintah, legislatif, badan-badan yudisial, maupun rakyat pada umumnya. Oleh karena itu, di dalam sistem hukum nasional, harus tetap di jaga dan dipertahankan semangat nilai-nilai fundamental yang terkandung dalam dasar falsafah negara Pancasila yang termuat dalam Pembukaan UUD 1945 dan seluruh batang tubuhnya.
Hukum dimaknai sebagai kesatuan asas, norma, lembaga, perilaku dan proses. Dalam sistem hukum nasional, hierarkis tatanan norma berpuncak pada konstitusi. Artinya, dalam Negara Hukum harus berpegang teguh pada supremasi konstitusi. Konstitusi diimplematasikan secara konsisten dalam peraturan perundang-undangan untuk mengatur penyelenggaraan Negara dan kehidupan masyarakat secara luas.

Jumat, 01 Maret 2013

Izin Lingkungan dan Isu hukumnya


IZIN LINGKUNGAN DAN PENERAPAN SANKSI ADMINISTRATIF BERDASARKAN UUPPLH
TERHADAP USAHA/KEGIATAN YANG TELAH MEMILIKI IZIN USAHA/KEGIATAN

Oleh: Alvi Syahrin


I.                    Izin lingkungan berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan (Pasal 1 angka (35) UUPPLH). Selanjutnya, izin usaha dan/atau kegiatan adalah izin yang diterbitkan oleh instansi teknis untuk melakukan usaha dan/atau kegiatan (Pasal 1 angka (36) UUPPLH). Izin usaha dan/atau kegiatan berdasarkan penjelasan Pasal 40 ayat (1) UUPPLH termasuk izin yang disebut nama lain seperti izin operasi dan izin konstruksi.

Perguruan Tinggi Negeri badan hukum (PTN-bh)


POLA PENGELOLAAN KEUANGAN PTN-bh*

Oleh: Alvi Syahrin


I.          Pola pengelolaan keuangan PTN-bh berdasarkan UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (UUPT), masih menimbulkan problematika ditandai dengan belum di terbitkannya peraturan pelaksana yang ditentukan oleh beberapa  pasal antara lain Pasal 64,  65 ayat (2), Pasal 66, Pasal 68, Pasal 97 huruf c dan d. Belum diterbitkannya peraturan pelaksana dalam UUPT dapat melahirkan tafsiran hukum yang berbeda dalam pelaksanaan pola pengelolaan keuangan PTN-bh.

Pembinaan dan Pemasyarakatan


POLA PEMBINAAN BAGI PARA TAHANAN DAN NARAPIDANA SEBAGAI WUJUD PELAKSANAAN HAM
RUTAN DAN LAPAS DI SUMATERA UTARA

Oleh: Alvi Syahrin

I.    Pidana masih diperlukan kehadirannya dalam masyarakat sekalipun dengan berbagai pembatasan. Pidana digunakan secara manusiawi pada tujuan-tujuan yang berorientasi serta menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, maka ia (pidana) masih relevan digunakan sebagai sarana (penjamin) dalam kehidupan bermasyarakat.
Fungsi hukuman sebagai salah satu alat untuk “menghadapi” kejahatan, mengalami perubahan-perubahan dan perkembangan, dari satu cara yang  bersifat “pembalasan” terhadap orang-orang yang melakukan kejahatan berubah menjadi alat untuk melindungi individu dari gangguan kejahatan, terus berubah dan berkembang ke arah fungsi hukuman khususnya hukuman penjara sebagai wadah pembinaan narapidana untuk pengembalian ke dalam masyarakat.