Senin, 28 Januari 2013

Konstitusi Hijau dan Pembangunan Berkelanjutan


KONSTITUSI HIJAU (GREEN CONSTITUTION) DAN
PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN*

Oleh: Alvi Syahrin, Prof. Dr. MS. SH.**


I.       Istilah “konstitusi hijau” (green constitution), sejak tahun 1970-an mulai sering digunakan untuk menggambarkan ide perlindungan lingkungan hidup baik dalam jurnal-jurnal atau artikel internasional. Konstitusi sebagai hukum tertinggi yang menjadi sumber hukum formil maupun materiil melahirnya suatu gagasan tentang pentingnya lingkungan hidup (ecocracy) yang sehat sebagai bagian dari hak asasi manusia.
          Konstitusi hijau menerapkan konsep ecocracy yaitu kedaulatan lingkungan hidup (ekosistem). Pemerintahan didasarkan kepada prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan (ecologically sustainable development) dan mengakuinya subjective right atau duty of the state.
     Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945, mengatur bahwa “ Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”. Ketentuan tersebut mengharuskan Negara untuk menjamin terpenuhinya hak tersebut, dan sebagai warga Negara mempunyai kewajiban untuk menghormati hak asasi orang lain atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Selanjutnya, Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, mengatur bahwa “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat” dan Pasal 33 ayat (4) [3] UUD 1945 mengatur bahwa “Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional”.

         
II.      Pasca reformasi di Indonesia, UUD 1945 mengadopsikan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dan ketentuan mengenai hak asasi manusia atas lingkungan hidup yang baik atas kebijakan lingkungan hidup dan prinsip pembangunan yang berkelanjutan, setidaknya sebagai konstitusionalisasi formal dapat disebut sebagai satu konstitusi Hijau (Green Constitution) yang penting disadari dan ditegakkan dalam praktik bernegara.
          Pengaturan lingkungan hidup yang dalam UUD merupakan suatu upaya serius untuk menjamin keberlangsungan fungsi lingkungan hidup agar dapat dinikmati oleh generasi yang akan datang, dan konsekuensi diaturnya lingkungan hidup ke dalam UUD 1945 menjadikan kebijakan, rencana dan/atau program yang dilaksanakan oleh pemerintah harus melihat aspek keberlanjutan lingkungan hidup, sehingga kebijakan, rencana dan/atau program yang tertuang dalam bentuk UU, Perpu, PP, Perda tidak boleh bertentangan dengan dengan ketentuan konstitusional yang pro-lingkungan.
          Pasca reformasi di Indonesia pada tahun 2002 terjadi perubahan keempat UUD 1945 yang mengadopsi dua hal penting, berupa, Pertama: penegasan mengenai konstitusionalisasi kebijakan ekonomi, dan Kedua: peningkatan status lingkungan hidup dikaitkan dengan hak-hak asasi manusia yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar. Penegasan pertama dapat dilihat pada rumusan Bab XIV UUD 1945 yang semula hanya berjudul “ kesejahteraan Sosial “. Sedangkan penegasan yang kedua dapat dilihat dalam rumusan pasal 28H ayat (1) yang menentukan, “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan bathin,bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”.
          Penegasan sebagaimana yang diadopsi UUD 1945 tersebut, menyebabkan terjadinya perubahan terhadap Pasal 33 UUD 1945  dan Pasal 34 UUD 1945. Pasal 33 UUD 1945, rumusannya menjadi:
(1)      Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan;
(2)     Cabang – cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara;
(3)     Bumi dan Air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar besarnya kemakmuran rakyat;
(4)     Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian,serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional;
(5)     Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.

kemudian, Pasal 34 UUD 1945, rumusannya menjadi:
(1)      Fakir Miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh Negara;
(2)     Negara mengembangkan system jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan;
(3)     Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak;
(4)     Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.

            Paham kedaulatan rakyat yang dianut dalam UUD 1945, menjadikan pemegang kekuasaan tertinggi di negara Indonesia yaitu rakyat, baik di bidang politik maupun ekonomi. Seluruh sumberdaya politik dan ekonomi dikuasai oleh rakyat yang berdaulat. Kemudian, dengan dianutnya konsepsi negara kesejahteraan menjadikan Indonesia untuk menjalankan fungsi regular (regularity function) dan fungsi pembangunan (developing function). Fungsi yang bersifat regular, sering disebut fungsi rutin, yang harus dilaksanakan oleh negara demi kelangsungan kehidupan bernegara. Sedangkan fungsi pembangunan merupakan fungsi yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, seperti halnya pelestarian fungsi lingkungan hidup dalam kegiatan perekonomian yang berkembang di masyarakat.
          Sesuai dengan teori hierarki peraturan perundang-undangan, maka dalam membuat peraturan perundang-undangan harus sesuai dengan peraturan diatasnya dan tidak boleh bertentangan dengan peraturan diatasnya. Sesuai amanat konstitusi untuk mengelola lingkungan hidup, pada tanggal 3 Oktober 2009 telah disahkannya Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH). Pertimbangan dikeluarkannya UUPPLH satu diantaranya yaitu diperlukannya penyempurnaan terhadap undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup karena diharapkan lebih menjamin kepastian hukum dan memberikan perlindungan terhadap hak setiap orang untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari perlindungan terhadap keseluruhan ekosistem.
          UUPPLH, masih memerlukan penyesuaian yang harus dilakukan dalam penerapannya. Pelaksanaan teknis Undang-undang tersebut dalam Peraturan pemerintah dan Peraturan presiden hendaknya juga disesuaikan dengan UUPPLH yang baru  agar tidak terjadi benturan hukum karena masih mengacu pada UUPLH yang lama. Berdasarkan Pasal 44 UUPPLH bahwa: Setiap penyusunan peraturan perundangundangan pada tingkat nasional dan daerah wajib memperhatikan perlindungan fungsi lingkungan hidup dan prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam UUPPLH

III.       Pembangunan berkelanjutan merupakan upaya untuk mensikronkan, mengintegrasikan dan memberi bobot yang sama bagi tiga aspek utama pembangunan, yaitu aspek ekonomi, aspek sosial budaya dan aspek lingkungan. Pembangunan ekonomi, sosial budaya dan lingkungan harus dipandang sebagai terkait erat satu sama lain, dan karena itu unsur-unsur dari kesatuan yang saling terkait ini tidak boleh dipisahkan atau dipertentangkan satu dengan lainnya. Menggeser titik berat pembangunan dari hanya pembangunan ekonomi, juga mencakup pembangunan sosial budaya dan lingkungan. Yang ingin dicapai di sini adalah sebuah integrasi pembangunan sosial budaya dan pembangunan lingkungan ke dalam arus utama pembangunan nasional agar kedua aspek tersebut mendapat perhatian yang sama bobotnya dengan aspek ekonomi.
Paradigma pembangunan berkelanjutan adalah sebuah kritik pembangunan di satu pihak, tetapi di pihak lain adalah sebuah teori normatif yang menyodorkan praksis pembangunan yang baru sebagai jalan keluar dari kegagalan developmentalism selama ini. Sebuah kritik ideologi pembangunan, yaitu ideologi developmentalism. Pembangunan berkelanjutan adalah suatu pola dan strategi pembangunan nasional yang menjamin kemampuan ekonomi di masa depan tidak berkurang sama sekali. Generasi yang akan datang masih mempunyai peluang dan kemampuan ekonomi yang sama untuk mencapai tingkat kesejahteraan ekonomi dan sosial budaya yang sama seperti generasi sekarang.
Tiga prinsip utama dalam pembangunan berkelanjutan, yaitu: demokrasi, keadilan dan berkelanjutan. Prinsip demokrasi menjamin menjamin agar pembangunan dilaksanakan sebagai perwujudkan kehendak bersama seluruh rakyat demi kepentingan bersama seluruh rakyat. Pembangunan bukan dilaksanakan berdasarkan kehendak pemerintah atau partai politik demi kepentingan rezim atau partai yang sedang berkuasa. Prinsip keadilan menjamin semua orang dan kelompok masyarakat memperoleh peluang yang sama untuk ikut dalam proses pembangunan dan kegiatan-kegiatan produktif serta ikut dalam menikmati hasil-hasil pembangunan. Prinsip keadilan menuntut agar ada perlakuan yang sama bagi semua orang dan kelompok masyarakat, dalam proses pembangunan, khususnya dalam berpartisipasi melaksanakan dan menikmati hasil pembangunan dan mempunyai akses terhadap peluang dan sumber-sumber ekonomi, termasuk sumber daya alam, serta menuntut agar ada peluang yang sama bagi generasi yang akan datang untuk memperoleh manfaat secara sama atau proporsional dari sumber daya ekonomi yang ada. Prinsip keberlanjutan mengharuskan untuk merancang agenda pembangunan dalam dimensi visioner jangka panjang, untuk melihat dampak pembangunan baik positif maupun negatif dalam segala aspeknya dalam dimensi jangka panjang dan tidak hanya dalam dimensi jangka pendek. Sumber daya ekonomi terbatas, aspek sosial budaya dan lingkungan adalah aspek yang berdimensi jangka panjang, dan bahwa pembangunan berlangsung dalam ruang ekosistem yang mempunyai interaksi yang rumit. Memilih alternatif pembangunan yang lebih hemat, sumber daya dan mampu menyinkronkan aspek konservasi dengan aspek pemanfaatan secara arif. Menggunakan pola-pola pembangunan dan konsumsi yang hemat energi, hemat bahan baku, dan hemat sumber daya alam. Menerapkan prinsip produksi bersih dengan melakukan seleksi yang ketat terhadap proses produksi, teknologi, bahan baku dan manajemen yang meminimalisasi limbah dalam setiap kegiatan pembangunan dan kegiatan produksi ekonomi. Menggunakan kembali bahan dan teknologi yang telah dipakai, mengurangi bahan baku, dan mendaur ulang sisa-sisa proses produksi yang ada. Menuntut untuk bersikap hati-hati dan arif dalam setiap kebijakan pembangunan agar manfaat jangka pendek yang diperoleh dari kegiatan pembangunan tidak sampai menimbulkan dan dibayar mahal dengan kerugian jangka panjang yang tidak sebanding dengan manfaat jangka pendek tersebut. Kerugian jangka panjang itu tidak semata-mata bersifat ekonomis, material, fisik, melainkan juga bersifat non material, mental, spiritual, kesehatan, sosial budaya dan nilai serta mutu kehidupan manusia.
Paradigma pembangunan berkelanjutan membutuhkan kemitraan dalam semangat saling memahami dan saling percaya yang positif konstruktif di antara berbagai stakeholder demi menjamin lingkungan hidup menjadi bagian integral dari keseluruhan proses pembangunan. Keberhasilan pembangunan berkelanjutan memerlukan suatu sinergi positif antar tiga kekuatan utama, yaitu negara dengan kekuatan politiknya, sektor swasta dengan kekuatan ekonominya dan masyarakat warga dengan kekuatan moralnya.
Strategi kebijakan pembangunan berkelanjutan, disesuaikan dengan kondisi ekologi di masing-masing negara di satu pihak dan kondisi sosial budaya dan ekonomi masyarakat di pihak lain. Strategi mempunyai sasaran untuk membangun masyarakat lokal untuk mempunyai sumber penghidupan ekonomi yang ramah terhadap lingkungan. Yang hendak  dicapai melalui keberanjuran ekologi adalah bagaimana masyarakat setempat mengembangkan kehidupan ekonominya, yang sekaligus, mengatasi masalah kemiskinan nyata yang dihadapinya, tetapi bersamaan dengan itu mereka tetap melestarikan dan menjamin ekosistem di sekitarnya dalam sebuah simbiosis yang saling mendukung. Tolok ukur keberhasilan dan kemajuan masyarakat adalah kualitas kehidupan yang dicapai dengan menjamin kehidupan ekologis, sosial budaya dan ekonomi secara proporsional. Gaya hidup yang dibangun simpel in means, but rich in ends.
Pembangunan berkelanjutan menghendaki manusia melestarikan ekologi dan sosial budaya masyarakat demi menjamin kualitas kehidupan masyarakat yang lebih baik serta mengembangkan kemampuan ekonominya sesuai dengan kondisi yang dihadapinya, khususnya kondisi lingkungan dan sosial-budaya, sehingga akan lebih terdorong untuk menjaga lingkungannya karena sadar bahwa kehidupan ekonominya sangat tergantung pada sejauh mana mereka menjaga lingkungannya.

IV.       Konstitusi hijau (green constitution) melakukan konstitusionalisasi norma hukum lingkungan ke dalam konstitusi melalui menaikkan derajat norma perlindungan lingkungan hidup ke tingkat konstitusi, sehingga prinsip pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan dan perlindungan terhadap lingkungan hidup menjadi penting dan memiliki pijakan yang kuat dalam peraturan perundang-undangan, serta mengintrodusir terminologi dan konsep tersebut dengan ekokrasi (ecocracy) yang menekankan pentingnya kedaulatan lingkungan.




Bahan bacaan:

Jimly Asshiddiqie, 2009,  Green Constitution: Nuansa Hijau Undang-Undang Dasar  Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Penerbit: PT Rajagrafindo Persada (Rajawali Pers).

Keraf, Sonny, A., 1998, Etika Bisnis Tuntutan dan Relevansinya, Penerbit Kanisius.


* disampaikan pada Seminar Green Constitution dan Pembangunan Berkelanjutan, Universitas Al Azhar Medan, tanggal 23 Januari 2013.
** Guru Besar Ilmu Hukum Pidana/Lingkungan Universitas Sumatera Utara.
      Sekretaris Majelis Wali Amanat USU.
Wakil Direktur II Sekolah Pascasarjana USU.
      alviprofdr@usu.ac.id          alviprofdr@gmail.com        alviprofdr@yahoo.com          alviprofdr.blogspot.com 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar