POLA PENGELOLAAN KEUANGAN PTN-bh*
Oleh: Alvi
Syahrin
I.
Pola pengelolaan keuangan
PTN-bh berdasarkan UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (UUPT), masih
menimbulkan problematika ditandai dengan belum di terbitkannya peraturan
pelaksana yang ditentukan oleh beberapa
pasal antara lain Pasal 64, 65
ayat (2), Pasal 66, Pasal 68, Pasal 97 huruf c dan d. Belum diterbitkannya
peraturan pelaksana dalam UUPT dapat melahirkan tafsiran hukum yang berbeda
dalam pelaksanaan pola pengelolaan keuangan PTN-bh.
II. Metode yuridis sistemik melakukan
analisis pasal-pasal dalam peraturan dan harus mengkaitkannya satu sama lainnya
sebagai satu kesatuan yang utuh.
Pasal 97 huruf
c UU No. 12 Tahun 2012 yang berbunyi:
Pengelolaan Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara dan Perguruan
Tinggi Badan Hukum Milik Negara yang telah berubah menjadi Perguruan Tinggi
yang diselenggarakan Pemerintah dengan pola pengelolaan keuangan badan layanan
umum ditetapkan sebagai PTN Badan Hukum dan harus menyesuaikan dengan ketentuan
Undang-Undang ini paling lambat 2 (dua) tahun.
dan Pasal 97 huruf d UU No. 12 Tahun 2012 yang berbunyi:
Pengelolaan keuangan Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara
sebagaimana dimaksud dalam huruf c mengikuti Pola Pengelolaan Keuangan Badan
Layanan Umum sampai dengan diterbitkannya peraturan pelaksanaan Undang-Undang
ini.
Berdasarkan
Pasal 97 huruf c UU No. 12 Tahun 2012, Universitas Indonesia, Universitas
Gadjah Mada, Institut Teknologi Bandung, Institut Pertanian Bogor, Universitas
Sumatera Utara, Universitas Pendidikan Indonesia, dan Universitas Airlangga,
ditetapkan menjadi PTN bh yang harus menyesuaikan tata kelolanya paling lambat
tanggal 10 Agustus 2014.
Berdasarkan
Pasal 97 huruf d UU No. 12 Tahun 2012, Universitas Indonesia, Universitas
Gadjah Mada, Institut Teknologi Bandung, Institut Pertanian Bogor, Universitas
Sumatera Utara, Universitas Pendidikan Indonesia, dan Universitas Airlangga,
ditetapkan menerapkan pengelolaan keuangan BLU sampai diterbitkannya peraturan
pelaksana UU No. 12 Tahun 2012. Sedangkan PTN-bh yang telah berubah menjadi PT
Pemerintah yang menggunakan pola keuangan BLU (dalam hal ini ITB dan UPI) tidak termasuk dalam ketentuan Pasal 97 huruf
d.
Peraturan
pelaksana dimaksud dalam Pasal 97 huruf d belum ada, maka terjadi kekosongan
hukum dan solusinya adalah dapat diberlakukan peraturan yang lama yaitu PP No. 23 Tahun 2005 sebagaimana telah
diubah oleh PP No. 74 Tahun 2012. Selanjutnya PP No. 74 Tahun 2012 ini bukan
merupakan peraturan pelaksana UU No. 12 Tahun 2012 karena PP No. 74 Tahun 2012
dalam konsiderannya tidak mencantumkan UU No. 12 Tahun 2012.
Berdasarkan
Pasal 62 UUPT, Perguruan Tinggi memiliki otonomi untuk mengelola sendiri lembaganya. Otonomi PT meliputi
bidang akademik dan non akademik (Pasal 64 ayat (1) UUPT). Otonomi di bidang
non akademik meliputi penetapan norma dan kebijakan operasional, serta
pelaksanaan organisasi, keuangan,
kemahasiswaan, ketenagaaan dan sarana prasarana (Pasal 64 ayat (3) UUPT).
Bahwa otonomi Perguruan Tinggi diatur
dalam peraturan pemerintah (Pasal 68 UUPT). Sampai saat ini peraturan
pemerintah dimaksud pada Pasal 68 UUPT belum terbit. Artinya PTN-bh yang ada
saat ini belum memiliki ketentuan dasar hukum (rechtsgrond) penyelenggaraan otonomi PT termasuk terkait
pengelolaan keuangan yang didasarkan dalam UUPT.
Belum
terbitnya ketentuan dasar hukum penyelenggaraan otonomi PT termasuk terkait
pengelolaan keuangan yang didasarkan dalam UUPT ini menyebabkan penyelenggaraan
pengelolaan keuangan 7 PTN-bh berada dalam ketidakpastian hukum (onrechtszekerheid).
Pengelolaan
keuangan pada 7 (tujuh) PTN-bh, diselenggarakan berdasarkan PPK-BLU dengan
status BLU secara penuh sampai 31 Desember 2012, dan pengalihan kekayaannya
wajib diselesaikan 28 September 2013 (Pasal 37A jo 40A PP No.74 Tahun 2012).
Dalam penjelasan Pasal 40A ayat (1) PP 74 Tahun 2012 penerapan PPK-BLU dalam
ketentuan ini antara lain meliputi tarif layanan, standar biaya, serta
perencanaan dan penganggaran (penyusunan RBA dan RKA-K/L). Tarif layanan dan standar
biaya yang digunakan saat ini (existing)
masih tetap berlaku sampai dengan 31 Desember 2012 dan dapat dipergunakan dalam
penyusunan RKA-K/L tahun 2012 dan 2013.
Penegasan lebih
lanjut tentang pendelegasian kewenangan penetapan tarif layanan sesuai dengan
Pasal 9 ayat (9) PP No. 74 Tahun 2012 Menteri Keuangan sesuai dengan
kewenangannya dapat mendelegasikan penetapan tarif layanan kepada
Menteri/Pimpinan Lembaga dan atau Pimpinan BLU. Pendelegasian kewenangan
penetapan tarif layanan sebagaimana dimaksud ditetapkan dalam peraturan Menteri
Keuangan (Pasal 9 ayat (10) PP No. 74 Tahun 2012) namun sampai saat ini
Peraturan tersebut belum terbit.
Untuk
menghindari kekosongan hukum dalam penetapan tarif layanan berdasarkan pasal
40A ayat (1) PP No. 74 Tahun 2012 dan penjelasannya, PTN-bh dapat menerapkan
norma hukum ini, dengan kata lain Rektor PTN-bh sebagai pimpinan lembaga
berwenang menetapkan tarif layanan, standar biaya, serta perencanaan dan
penganggaran (penyusunan RBA dan RKA-K/L) dengan pedoman teknis yang dimiliki
sesuai dengan otonomi perguruan tinggi.
Ketentuan
mengenai pengelolaan keuangan negara
diatur dalam UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan UU No. 1 Tahun
2004 tentang Perbendaharaan Negara dikaitkan dengan pengelolaan keuangan
Pendidikan Tinggi yang diatur dalam UU No. 12 Tahun 2012 dapat diberlakukan
asas hukum "lex specialis derogat
lex generalis" (ketentuan UU No. 12 Tahun 2012 mengeyampingkan UU No.
17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara khusus menyangkut pengelolaan keuangan
pendidikan tinggi PTN-bh).
III. Berdasarkan
Pasal 34 ayat (3) PP 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan BLU yang
berbunyi:
Dalam pelaksanaan pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) dapat dibentuk dewan pengawas”
Dan ayat (4) yang berbunyi:
Pembentukan dewan pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku
pada BLU yang memiliki realisasi omzet tahunan menurut laporan realisasi
anggaran atau nilai aset menurut neraca yang memenuhi syarat minimum yang
ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Maka dapat dikatakan berdasarkan sifat norma
hukum (rechtsnorm karakter)
pembentukan dewan pengawas tidak bersifat memaksa (dwingen) dan mengikat (binden)
untuk dilaksanakan karena redaksional pada ayat (3) menggunkan kata “dapat”.
Dilihat dari ilmu hukum normatif (normative
rechtswetenschap) bahwa norma hukum yang dimaksudkan tidak memuat ought to be atau het van behoren, sehingga USU dan 6 PTN-bh lainnya tidak harus
mematuhinya. Selain itu, norma hukum yang demikian hanya bersifat dispositif (aanvullenrecht, dispositief recht).
Dalam
ayat (5) ditegaskan bahwa dewan pengawas BLU di lingkungan pemerintah pusat
dibentuk dengan keputusan menteri/pimpinan lembaga atas persetujuan Menteri
Keuangan.
Ketentuan
pasal 34 ayat (3), (4), dan (5) apabila ditentukan dengan Pasal 40A PP No. 74
tahun 2012 berikut dengan penjelasannya maka dewan pengawas bagi PTN-bh
khususnya, yaitu Majelis Wali Amanat, sebab Majelis
Wali Amanat bertugas untuk menetapkan kebijakan umum universitas dalam bidang
non akademik yakni melaksanakan pengawasan dan pengendalian umum atas
pengelolaan universitas.
IV. UUPT memberikan otonomi kepada
PTN-bh di antaranya dalam hal pengelolaan keuangan. Pengelolaan keuangan PTN-bh
berdasarkan UUPT menerapkan PPK BLU sampai 10 Agustus 2014 atau sampai
keluarnya peraturan pelaksanaan, namun demikian peraturan pelaksanaannya belum
terbit sampai saat ini. Untuk mengisi kekosongan hukum karena belum terbitnya
peraturan pelaksana dari UUPT mengenai pengelolaan keuangan, maka PTN-bh dalam pengelolaan keuangan berpedoman
kepada PP No. 74 Tahun 2012. Pendelegasian
kewenangan mengenai penetapan tarif layanan yang diatur dalam PP No. 74 Tahun
2012, seharusnya diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan hingga saat ini belum
terbit, sehingga Rektor masih
berwenang dalam menetapkan tarif layanan sampai waktu yang ditentukan (10
Agustus 2014) atau sampai terbitnya peraturan pemerintah yang mengatur tentang
pendanaan PTN-bh.
Pembentukan Dewan Pengawas tidak
bersifat memaksa, sehingga PTN-bh tidak harus membentuknya.
*Catatan:
Analisis hukum yang diuraikan merupakan hasil
diskusi dari tim Hukum USU yang terdiri dari Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH.MS,
Prof. Dr. Tan Kamello, Bachtiar Hamzah, SH.MH., M. Hayat, SH., Edy Ikhsan, SH.
MA, Dr. Agusmidah, SH.MHum., Armansyah, SH.MH.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar