Jumat, 31 Januari 2014

ILMU HUKUM

ILMU HUKUM: 
ILMU YANG BERSIFAT PRESKRIPTIF DAN TERAPAN

Oleh: Alvi Syahrin


I.    Karakter ilmu hukum yang sui generis yang memiliki karakter tersendiri sebagai ilmu yang bersifat preskriptif dan terapan, sehingga ilmu hukum selalu berkaitan dengan apa yang seyogianya atau apa yang seharusnya.  Namun demikian, seorang yuris juga masih perlu memberikan perhatian pada pertanyaan hubungan antara kenyataan dan keharusan, antara kebenaran dan keadilan.

II.   Ilmu hukum sebagai ilmu preskriptif mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum dan norma-norma hukum. Kemudian sebagai ilmu terapan, ilmu hukum menetapkan standar prosedur, ketentuan-ketentuan, rambu-rambu dalam melaksanakan aturan hukum.
Hal substansial dari ilmu hukum yaitu sifat presktiptifnya tersebut. Perbincangan awal dari substansi ilmu hukum yaitu mengenai makna hukum didalam hidup bermasyarakat, artinya ilmu hukum masuk menusuk ke suatu hal yang esensial yakni sisi intrinsik dari hukum.

Pertanyan yang muncul dalam memandang sisi intrinsik dari hukum, yaitu mengapa dibutuhkan hukum meskipun telah ada norma-norma sosial lain; apa yang diinginkan oleh kehadiran hukum tersebut, dan hal tersebut merupakan perbincangan yang akan menyoal apa yang menjadi tujuan hukum.
Tujuan hukum yang merupakan apa yang seharusnya akan berhadapan dengan apa yang senyatanya, dan ini akan memunculkan perbincangan yang akan dicari jawaban “cara apakah untuk dapat menjembatani” antara dua realitas (senyatanya dan seharusnya) tersebut. Hal ini memunculkan sifat preskriptif ilmu hukum, sebab perbincangan itu akan diakhiri dengan memberikan rumusan-rumusan tertentu menganai cara menjembatani kedua realitas tersebut, dan cara tersebut juga berisi bagaimana seharusnya berbuat/bertingkah laku.
Keadilan merupakan sine qua non dalam hukum. Keadilan merupakan cita hukum, dan keadilan ini akan merupakan persoalan yang terus berkembang seiring dengan peradapan masyarakat dan intelektual manusia, sehingga bentuk keadilan dapat saja berubah namun esensi keadilan selalu ada dalam kehidupan manusia dan kehidupan bermasyarakat.
Manusia sebagai anggota masyarakat dan sekaligus makhluk yang mempunyai kepribadian menjadikan prilakunya harus diatur. Pengaturannya menekankan kepada terciptanya ketertiban. Ditekankan ketertiban oleh karena setiap orang cenderung untuk meneguhkannya sambil kalau perlu melanggar hak orang lain. Hal ini menjadi negara dipanggil untuk menetapkan aturan-aturan yang dapat menengahi kedua kepentingan (kepentingan individu dan kepentingan orang lain) tersebut. Menetapkan aturan-aturan ini merupakan tindakan yang bersifat preskriptif.
Mempelajari konsep-konsep hukum berarti mempelajari hal-hal yang semula ada di alam pikir, kemudian dihadirkan menjadi sesuatu yang nyata, misalnya: konsep hak milik, konsp badan hukum dan lain-lain yang diperlukan di dalam menciptakan ketertiban dan kehidupan bermasyarakat.
Konsep-konsep hukum tersebut tidak terjadi secara tiba-tiba, melainkan dari proses berpikir yang panjang. Selanjutnya konsep-konsep hukum ini memerlukan dan diikuti aturan-aturan yang menyertainya, sehingga dapat dikatakan mempelajari norma-norma hukum berarti mempelajari prekripsi-preskripsi. Dengan demikian belajar ilmu hukum harus mempelajari norma-norma hukum tersebut. Ilmu hukum merupakan ilmu normatif.

III.    Sifat ilmu hukum sebagai ilmu terapan merupakan suatu konsekuensi dari sifatnya yang preskriptif. Ilmu hukum akan menelaah kemungkinan-kemungkinan dalam menetapkan standar prosedur. Standar prosedur tersebut harus berpegang pada yang bersifat substansial (apa yang telah ditetapkan sebagai hukum).
Ilmu hukum dalam kenyataannya mempunyai dua aspek, yaitu aspek praktis dan aspek teoritis. Dengan demikian, jika dikaitkan dengan peneltian hukum, maka penelitian hukum itu dapat dibedakan menjadi penelitian untuk keperluan praktis dan penelitian untuk kajian akademis.
Penelitian untuk kepentingan praktis dilakukan bagi kepentingan klien dan sesama praktisi hukum, sedangkan penelitian untuk kepentingan akademis, penelitian dilakukan bagi dunia akademis dan pembuat undang-undang. Hasil penelitian untuk keperluan praktis berupa “pendapat hukum”, sedangkan hasil penelitian untuk kajian akademis berupa karya akademis, bisa berbentuk tesis, artikel dalam jurnal, disertasi dan naskah akademis Rancangan Undang-Undang.
Memperhatikan uraian terdahulu, dapat dilihat bahwa sisi penelitian hukum dalam penelahaannya lebih lanjut akan mempertanyakan keberlakuan hukum tersebut. Hukum yang berlaku merupakan hukum yang berasal dari otoritas yang mengemban tugas pemebntukan hukum. Namun demikian, perlu diperhatikan juga bahwa hukum merupakan bagian dari kultur suatu masyarakat tertentu dalam suatu waktu tertentu, dan hukum yang berlaku adalah hukum yang ditaati, diterapkan dan ditegakkan. Sehingga ilmu hukum dalam arti ilmu tentang hukum positif selalu merupakan ilmu dari hukum positif tertentu dalam negara tertentu. 
Pengertian hukum positif sudah secara eksplisit menunjukkan batas-batas ratione loci-nya. Hukum positif adalah sperangkat norma/kaidah yang ditetapkan oleh suatu badan yang berwenang dalam negara tertentu. Oleh karena hukum positif itu sesuai dengan daerah/negaranya (misal: hukum positif Indonesia, hukum positif Belanda, hukum positif Inggris, hukum positif Singapore, dan seterusnya), maka ilmu tentang hukum positif hanya dapat diemban oleh orang yang berpartisipasi dalam hukum positif yang dipelajari.
Yuris Indonesia mengemban tanggungjawab dalam penerapan hukum positif, dan yang dapat membuat putusan (pendapat, penilaian) hanya bagi mereka yang mengemban tanggung jawab untuk menerapkan hukum positif tersebut, artinya bagi mereka-mereka yang benar-benar belajar tentang hukum positif dimaksud (misalnya: di Indonesia, mereka yang mempelajari hukum positif Indonesia,  di Belanda, mereka yang mempelajari hukum positif Belanda, dan seterusnya).
Yuris Indonesia yang mempelajari hukum positif Indonesia dan kemudian juga mempelajari hukum positif Belanda karena ada kedekan sistem hukum Indonesia dengan Belanda, itu hanya dilakukan dengan pendekatan perbandingan hukum dalam rangka memperkaya wawasan tentang hukumnya sendiri (hukum positi Indonesia), artinya hukum positif Belanda tersebuit bukan merupakan “authority” (primer) bagi studi dan praktik hukum Indonesia.

IV.   Ilmu Hukum adalah ilmu yang obyeknya hukum dalam pengertian sebagai kaidah atau norma, serta mempunyai karakteristik sebagai ilmu yang bersifat preskriptif dan terapan.


Bahan Bacaan:

   Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, 2005.

   Paul Scholten, Struktur Ilmu Hukum, (alih bahasa: B. Arief Sidharta), PT. Alumni, Bandung, 2003.

   Sugijanto Darmadi, Kedudukan Ilmu Hukum dalam ilmu dan filsafat: Sebuah eksplorasi awal menuju ilmu hukum yang integralistikdan otonom, Mandar Maju, Bandung, 1998.

   Titon Slamet Kurnia, Sri Harini Dwiyatmi, Dyah Hapsari P., Pendidikan Hukum, Ilmu Hukum & Penelitian Hukum di Indonesia: Sebuah reorientasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. 2013.

--o0o--

Tidak ada komentar:

Posting Komentar