PENEGAKAN HUKUM BERKAITAN DENGAN AMDAL*
Oleh: Alvi Syahrin, Prof. Dr. MS.
SH.**
I.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) memberikan penguatan
terhadap pengaturan instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan, diantaranya penguatan terhadap ketentuan Analisis Mengenai Dampak Lingungan
(Amdal). Penguatan Amdal dilakukan melalui sertifikasi kompetensi penyusunan
Amdal, lisensi Komisi Penilai Amdal dan keterpaduan Amdal dengan Izin Lingkungan.
Penguatan ketentuan Amdal dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
membawa konsekuensi terhadap aspek penegakan hukum, antara lain dalam aspek
penegakan hukum adiministrasi dan penegakan hukum pidana.
II.
Amdal berdasarkan Pasal 1 angka (11) UUPPLH adalah kajian
mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada
lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang
penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. Dan berdasarkan Pasal 14 UUPPLH, Amdal
merupakan satu diantara instrumen pencegahan dan atau kerusakan lingkungan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai Amdal diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor
27 tahun 2012 tentang Izin Lingkungan (PP No. 27/2012).
Setiap
usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting berdasarkan Pasal 22 UUPPLH
wajib memiliki Amdal. Dampak penting ditentukan berdasarkan kriteria: besarnya
jumlah penduduk yang akan terkena dampak rencana usaha dan/atau kegiatan:
a. luas wilayah penyebaran dampak;
b. intensitas dan lamanya dampak
berlangsung;
c.
banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang akan
terkena dampak;
d. sifat kumulatif dampak;
e. berbalik atau tidak berbaliknya dampak;
dan/atau
f.
kriteria
lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Selanjutnya, berdasarkan Pasal 23 ayat (1) UUPPLH di
atur bahwa kriteria usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi Amdal,
terdiri atas:
a. pengubahan bentuk lahan dan bentang alam;
b. eksploitasi sumber daya alam, baik yang terbarukan
maupun yang tidak terbarukan;
c. proses dan kegiatan yang secara potensial dapat
menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup serta pemborosan dan
kemerosotan sumber daya alam dalam pemanfaatannya;
d. proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi
lingkungan alam, lingkungan buatan, serta lingkungan sosial dan budaya;
e. proses dan kegiatan yang hasilnya akan mempengaruhi
pelestarian kawasan konservasi sumber daya alam dan/atau perlindungan cagar
budaya;
f. introduksi jenis tumbuh-tumbuhan, hewan, dan jasad
renik;
g. pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan nonhayati;
h. kegiatan yang mempunyai risiko tinggi dan/atau
mempengaruhi pertahanan negara; dan/atau
i. penerapan teknologi yang diperkirakan mempunyai
potensi besar untuk mempengaruhi lingkungan hidup.
Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis usaha dan/atau
kegiatan yang wajib dilengkapi dengan Amdal berdasarkan Pasal 23 ayat (2)
UUPPLH, diatur dengan peraturan Menteri. Peraturan Menteri yang dimaksud yaitu:
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Jenis
Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi Dengan Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan (PermenLH No. 05/2012).
Dokumen
Amdal berdasarkan Pasal 24 UUPPLH merupakan dasar bagi keputusan kelayakan
lingkungan hidup. Berdasarkan Pasal 25 UUPPLH, dokumen Amdal memuat:
a. pengkajian mengenai dampak rencana usaha dan/atau
kegiatan;
b. evaluasi kegiatan di sekitar lokasi rencana usaha
dan/atau kegiatan;
c.
saran
masukan serta tanggapan masyarakat terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan;
d. prakiraan terhadap besaran dampak serta sifat
penting dampak yang terjadi jika rencana usaha dan/atau kegiatan tersebut
dilaksanakan;
e. evaluasi secara holistik terhadap dampak yang
terjadi untuk menentukan kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan hidup; dan
f.
rencana
pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup.
Penyusunan dokumen Amdal dilakukan oleh Pemrakarsa
pada tahap perencanaan suatu usaha dan/atau kegiatan. Lokasi rencana usaha
dan/atau kegiatan tidak boleh bertentangan (harus sesuai) dengan Rencana Tata
Ruang, jika bertentangan rencana tata ruang, maka domumen Amdal tidak dapat di
nilai dan wajib dikembalikan kepada Pemrakara (Pasal 4 PP 27/2012). Dokumen
Amdal terdiri atas: a. Kerangka Acuan, b. Andal, dan c. RKL-RPL. Kerangka Acuan
sebagai dasar penyusunan Andal dan RPL-RKL. Tata cara penyusunan dokumen Amdal
diatur dalam Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 16 Tahun 2012
tentang Pedoman Penyusunan Dokumen Lingkungan.
Rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup
yang dimuat dalam dokumen Amdal dimaksudkan untuk: menghindari, meminimalkan,
memitigasi, dan/atau mengompensasikan dampak suatu usaha dan/atau kegiatan.
III.
Penyusunan dokumen Amdal berdasarkan Pasal 26
UUPPLH, disusun oleh pemrakarsa dengan melibatkan masyarakat. Penyusunan dokumen Amdal Pelibatan masyarakat dilaksanakan dalam proses
pengumuman dan konsultasi publik dalam rangka menjaring saran dan tanggapan.
Masyarakat yang dimaksud meliputi masyarakat yang terkenan dampak, pemerhati
lingkungan hidup dan/atau yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam
proses Amdal. Ketentuan mengenai tata cara pengikutsertaan masyarakat dalam
penyusunan Amdal diatur dalam Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2012 Tentang Pedoman Keterlibatan Masyarakat
Dalam Proses Analisis Dampak Lingkungan dan Izin Lingkungan.
Pelibatan
masyarakat harus dilakukan berdasarkan prinsip: pemberian informasi yang
transparan dan lengkap, kesetaraan posisi diantara pihak-pihak yang terlibat,
penyelesaian masalah yang adil dan bijaksana, dan koordinasi, komunikasi dan
kerjasama dikalangan pihak-pihak yang terkait. Pemberian informasi diberitahukan
sebelum kegiatan dilaksanakan. Dan masyarakat dapat mengajukan keberatan
terhadap dokumen Amdal.
Menyusun
dokumen Amdal, pemrakarsa dapat meminta bantuan kepada pihak lain (Pasal 27
UUPPLH). Pihak lain yang dimaksud antara lain lembaga penyusun amdal atau
konsultan. Penyusun Amdal, berdasarkan Pasal 28 UUPPLH, wajib memiliki
sertifikat kompetensi penyusun Amdal. Kriteria untuk memperoleh sertifikat
kompetensi penyusun amdal, meliputi: a. Penguasaan metodologi penyusunan amdal;
b. kemampuan melakukan pelingkupan, prakiraan, dan evaluasi dampak serta
pengambilan keputusan; dan c. kemampuan menyusun rencana pengelolaan dan
pemantauan lingkungan hidup.
Sertifikat
kompetensi penyusun Amdal diterbitkan oleh lembaga sertifikasi kompetensi
penyusun amdal yang ditetapkan oleh Menteri sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Ketentuan lebih
lanjut mengenai sertifikasi dan kriteria kompetensi penyusun Amdal diatur dengan
peraturan Menteri. Peraturan Menteri dimaksud yaitu Peraturan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor 07 Tahun 2010
Tentang Sertifikasi Kompetensi Penyusunan Dokumen Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup dan Persyaratan Lembaga Pelatihan Kompetensi Penyusun Dokumen
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (PermenLH No. 07/2010).
Penyusun
Amdal Penyusun dokumen Amdal adalah orang yang memiliki kompetensi pada
kualifikasi tertentu dan bekerja di bidang penyusunan dokumen Amdal. Kompetensi
merupakan kemampuan personil untuk mengerjakan suatu tugas dan pekerjaan yang
dilandasi oleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja yang dapat
dipertanggungjawabkan. Sertifikat kompetensi adalah tanda pengakuan kompetensi
seseorang yang memenuhi standar kompetensi tertentu setelah melalui uji
kompetensi. Uji kompetensi merupakan kegiatan untuk mengukur tingkat
pengetahuan, ketrampilan personil dan sikap kerja dalam mencapai standar
kompetensi yang telah ditetapkan. Standar kompetensi yaitu suatu ukuran atau kriteria
yang berisi rumusan mengenai kemampuan personil yang dilandasi oleh
pengetahuan, ketrampilan dan didukung sikap kerja serta penerapannya di tempat
kerja yang mengacu pada unjuk kerja yang dipersyaratkan.
Lembaga
penyedia jasa penyusunan dokumen Amdal berdasarkan Pasal 3 PermenLH No.
07/2010, wajib memenuhi persyaratan:
a. berbadan hukum;
b. memiliki paling sedikit 2 (dua) orang tenaga tetap
penyusun dokumen Amdal yang memiliki sertifikat kompetensi dengan kualifikasi
ketua tim penyusun dokumen Amdal;
c.
memiliki
perjanjian kerja dengan tenaga tidak tetap penyusun dokumen Amdal yang memiliki
sertifikat kompetensi penyusun dokumen Amdal dan seluruh personil yang terlibat
dalam penyusunan dokumen Amdal yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum,
termasuk dalam hal ketidakberpihakan;
d. memiliki sistem manajemen mutu; dan
e. melaksanakan pengendalian mutu internal terhadap
pelaksanaan penyusunan dokumen Amdal, termasuk menjaga prinsip
ketidakberpihakan dan/atau menghindari konflik kepentingan.
Dokumen Amdal, berdasarkan Pasal 29 UUPPLH, dinilai
oleh Komisi Penilai Amdal yang dibentuk oleh Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. Komisi Penilai Amdal wajib
memiliki lisensi dari Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya. Persyaratan dan tatacara lisensi tersebut diatur dalam Peraturan
Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 15 Tahun 2010 tentang Persyaratan dan
Tata Cara Komisi Penilai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.
Komisi Penilai Amdal, berdasarkan Pasal 30 UUPPLH,
terdiri atas wakil dari unsur: a. instansi lingkungan hidup; b. instansi teknis
terkait; c. pakar di bidang pengetahuan
yang terkait dengan jenis usaha dan/atau kegiatan yang sedang dikaji; d. pakar
di bidang pengetahuan yang terkait dengan dampak yang timbul dari suatu usaha
dan/atau kegiatan yang sedang dikaji; e. Wakil dari masyarakat yang berpotensi
terkena dampak; dan f. organisasi
lingkungan hidup.
Dalam melaksanakan tugasnya, Komisi Penilai Amdal
dibantu oleh tim teknis yang terdiri atas pakar independen yang melakukan
kajian teknis dan sekretariat yang dibentuk untuk itu. Pakar independen dan
sekretariat ditetapkan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai
dengan kewenangannya.
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai
dengan kewenangannya, berdasarkan ketentuan Pasal 31 UUPPLH, menetapkan
keputusan kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan hidup berdasarkan hasil
penilaian Komisi Penilai Amdal. Setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib
memiliki Amdal berdasarkan Pasal 36 UUPPLH, wajib memiliki izin lingkungan.
Izin lingkungan dimaksud diterbitkan berdasarkan keputusan kelayakan lingkungan
hidup. Izin lingkungan tersebut wajib mencantumkan persyaratan yang dimuat
dalam keputusan kelayakan lingkungan hidup. Dan izin lingkungan diterbitkan
oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai
dengan kewenangannya berdasarkan Pasal 37 UUPPLH, wajib menolak permohonan izin
lingkungan apabila permohonan izin tidak dilengkapi dengan amdal. Dan Izin
lingkungan dapat dibatalkan apabila: a. persyaratan yang diajukan dalam
permohonan izin mengandung cacat hukum, kekeliruan, penyalahgunaan, serta
ketidakbenaran dan/atau pemalsuan data, dokumen, dan/atau informasi; b.
penerbitannya tanpa memenuhi syarat sebagaimana tercantum dalam keputusan
komisi tentang kelayakan lingkungan hidup atau rekomendasi UKL-UPL; atau c.
kewajiban yang ditetapkan dalam dokumen amdal atau UKL-UPL tidak dilaksanakan
oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan.
Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan
kewenangannya dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, diantaranya
bertugas dan berwenang menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai Amdal dan
UKL-UPL. Pemerintah dan pemerintah daerah berdasarkan Pasal 32 UUPPLH, membantu
penyusunan amdal bagi usaha dan/atau kegiatan golongan ekonomi lemah yang
berdampak penting terhadap lingkungan hidup.
Bantuan penyusunan amdal dimaksud berupa fasilitasi, biaya, dan/atau
penyusunan amdal. Kriteria mengenai usaha dan/atau kegiatan golongan ekonomi
lemah diatur dengan peraturan perundang-undangan.
IV.
Dokumen Amdal berdasarkan Pasal 43 ayat (1) PP No.
27/2012 merupakan satu diantara dokumen yang harus dilengkapi dalam mengajukan
izin ingkungan. Dalam hal terbitnya izin lingkungan yang tidak dilengkapi
dokumen Amdal, berdasarkan Pasal 93 ayat (1) huruf ‘a’ UUPPLH, masyarakat dapat
mengajukan gugatan terhadap keputusan tata
usaha Negara (izin lingkungan) tersebut jika badan atau pejabat tata
usaha egara menerbitkan izin lingkungan kepada usaha dan/atau kegiatan yang
wajib amdal tetapi tidak dilengkapi dengan dokumen Amdal. Tata cara pengajuan gugatan terhadap keputusan tata usaha egara berdasarkan Pasal 93 ayat (2) UUPPLH, mengacu pada Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara.
Pejabat pemberi izin lingkungan yang
menerbitkan izin lingkungan tanpa dilengkapi dengan Amdal atau
UKL-UPL, berdasarkan Pasal 111 ayat (1) UUPPLH dinyatakan
sebagai melakukan tindak pidana yang diancam dengan dipidana dengan pidana penjara paling lama
3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00
(tiga miliar rupiah).
Kemudian, jika penangungjawab usaha dan/atau kegiatan tidak
melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditetapkan dalam dokumen Amdal, maka berdasarkan
Pasal 37 ayat (2) UUPPLH, izin lingkungan yang telah diterbitkan tersebut dapat
dibatalkan oleh Menteri, Gubernur, atau bupati/walikota (sesuai dengan
kewenangannya).
Selanjutnya, ketentuan Pasal 69 ayat (1) huruf ‘i’ UUPPLH, setiap orang dilarang, menyusun amdal
tanpa memiliki sertifikat kompetensi penyusun Amdal. Jika menyusun Amdal tanpa
memiliki sertifikat kompetensi penyusun Amdal, maka penyusun Amdal tersebut berdasarkan
Pasal 110 UUPPLH, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling
banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar
rupiah).
--o0o—
* Disampaikan
pada “Pelatihan Pembangunan Berkelanjutan Berwawasan Lingkungan Era Globalisasi
di Provinsi Riau”, tanggal 16 – 18 Oktober 2013, Hotel Ibis Jl Soekarno-Hatta
Kav. 148 Pekanbaru.
** Guru Besar Hukum Pidana/Lingkungan
Fakultas Hukum USU Medan.
alviprofdr@gmail.com alviprofdr@yahoo.com alviprofdr.blogspot.com
Jl. Karya Setuju No. 51 Medan (20117)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar