KONSTITUSI
HIJAU (GREEN CONSTITUTION) DAN
PEMBANGUNAN
BERKELANJUTAN*
Oleh: Alvi Syahrin, Prof. Dr. MS. SH.**
I. Istilah “konstitusi
hijau” (green constitution), sejak tahun 1970-an mulai sering digunakan
untuk menggambarkan ide perlindungan lingkungan hidup baik dalam jurnal-jurnal
atau artikel internasional. Konstitusi
sebagai hukum tertinggi yang menjadi sumber hukum formil maupun materiil
melahirnya suatu gagasan tentang pentingnya lingkungan hidup (ecocracy) yang
sehat sebagai bagian dari hak asasi manusia.
Konstitusi hijau menerapkan konsep ecocracy yaitu kedaulatan
lingkungan hidup (ekosistem). Pemerintahan didasarkan kepada prinsip-prinsip
pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan (ecologically
sustainable development) dan mengakuinya subjective right atau duty
of the state.
Pasal 28 H ayat (1) UUD
1945, mengatur bahwa “ Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,
bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta
berhak memperoleh pelayanan kesehatan”. Ketentuan tersebut mengharuskan Negara
untuk menjamin terpenuhinya hak tersebut, dan sebagai warga Negara mempunyai
kewajiban untuk menghormati hak asasi orang lain atas lingkungan hidup yang
baik dan sehat. Selanjutnya, Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, mengatur bahwa “Bumi
dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat” dan Pasal 33 ayat (4) [3] UUD 1945 mengatur bahwa “Perekonomian
nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip
kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan,
kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi
nasional”.
II. Pasca reformasi di
Indonesia, UUD 1945 mengadopsikan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dan
ketentuan mengenai hak asasi manusia atas lingkungan hidup yang baik atas
kebijakan lingkungan hidup dan prinsip pembangunan yang berkelanjutan,
setidaknya sebagai konstitusionalisasi formal dapat disebut sebagai satu
konstitusi Hijau (Green Constitution) yang penting disadari dan
ditegakkan dalam praktik bernegara.
Pengaturan
lingkungan hidup yang dalam UUD merupakan suatu upaya serius untuk menjamin
keberlangsungan fungsi lingkungan hidup agar dapat dinikmati oleh generasi yang
akan datang, dan konsekuensi diaturnya lingkungan hidup ke dalam UUD 1945
menjadikan kebijakan, rencana dan/atau program yang dilaksanakan oleh
pemerintah harus melihat aspek keberlanjutan lingkungan hidup, sehingga
kebijakan, rencana dan/atau program yang tertuang dalam bentuk UU, Perpu, PP,
Perda tidak boleh bertentangan dengan dengan ketentuan konstitusional yang
pro-lingkungan.
Pasca reformasi
di Indonesia pada tahun 2002 terjadi perubahan keempat UUD 1945 yang mengadopsi
dua hal penting, berupa, Pertama: penegasan mengenai
konstitusionalisasi kebijakan ekonomi, dan Kedua: peningkatan status lingkungan
hidup dikaitkan dengan hak-hak asasi manusia yang dijamin oleh Undang-Undang
Dasar. Penegasan pertama dapat dilihat pada rumusan Bab XIV UUD 1945 yang
semula hanya berjudul “ kesejahteraan Sosial “. Sedangkan penegasan yang kedua
dapat dilihat dalam rumusan pasal 28H ayat (1) yang menentukan, “Setiap orang
berhak hidup sejahtera lahir dan bathin,bertempat tinggal, dan mendapatkan
lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan
kesehatan”.
Penegasan sebagaimana yang
diadopsi UUD 1945 tersebut, menyebabkan terjadinya perubahan terhadap Pasal 33
UUD 1945 dan Pasal 34 UUD 1945. Pasal 33
UUD 1945, rumusannya menjadi:
(1)
Perekonomian disusun sebagai usaha
bersama berdasar atas asas kekeluargaan;
(2)
Cabang – cabang produksi yang penting
bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara;
(3)
Bumi dan Air dan kekayaan alam yang
terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar
besarnya kemakmuran rakyat;
(4)
Perekonomian nasional diselenggarakan
berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi
berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian,serta dengan
menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional;
(5)
Ketentuan lebih lanjut mengenai
pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.
kemudian, Pasal 34 UUD 1945, rumusannya menjadi:
(1)
Fakir Miskin dan anak-anak yang
terlantar dipelihara oleh Negara;
(2)
Negara mengembangkan system jaminan
sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak
mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan;
(3)
Negara bertanggung jawab atas penyediaan
fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak;
(4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai
pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.
Paham kedaulatan
rakyat yang dianut dalam UUD 1945, menjadikan pemegang kekuasaan tertinggi di
negara Indonesia yaitu rakyat, baik di bidang politik maupun ekonomi. Seluruh
sumberdaya politik dan ekonomi dikuasai oleh rakyat yang berdaulat. Kemudian,
dengan dianutnya konsepsi negara kesejahteraan menjadikan Indonesia untuk
menjalankan fungsi regular (regularity function) dan fungsi pembangunan
(developing function). Fungsi yang bersifat regular,
sering disebut fungsi rutin, yang harus dilaksanakan oleh negara demi
kelangsungan kehidupan bernegara. Sedangkan fungsi pembangunan merupakan fungsi
yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, seperti halnya
pelestarian fungsi lingkungan hidup dalam kegiatan perekonomian yang berkembang
di masyarakat.
Sesuai dengan teori hierarki
peraturan perundang-undangan, maka dalam membuat peraturan perundang-undangan
harus sesuai dengan peraturan diatasnya dan tidak boleh bertentangan dengan
peraturan diatasnya. Sesuai amanat konstitusi untuk
mengelola lingkungan hidup, pada tanggal 3 Oktober 2009 telah disahkannya
Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup (UUPPLH). Pertimbangan dikeluarkannya UUPPLH satu diantaranya
yaitu diperlukannya penyempurnaan terhadap undang-undang Nomor 23 Tahun 1997
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup karena diharapkan lebih menjamin kepastian
hukum dan memberikan perlindungan terhadap hak setiap orang untuk mendapatkan
lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari perlindungan terhadap
keseluruhan ekosistem.
UUPPLH, masih memerlukan
penyesuaian yang harus dilakukan dalam penerapannya. Pelaksanaan teknis
Undang-undang tersebut dalam Peraturan pemerintah dan Peraturan presiden
hendaknya juga disesuaikan dengan UUPPLH yang baru agar tidak terjadi
benturan hukum karena masih mengacu pada UUPLH yang lama. Berdasarkan Pasal 44
UUPPLH bahwa: Setiap penyusunan peraturan perundangundangan pada tingkat
nasional dan daerah wajib memperhatikan perlindungan fungsi lingkungan hidup
dan prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan
ketentuan yang diatur dalam UUPPLH
III. Pembangunan
berkelanjutan merupakan upaya untuk mensikronkan, mengintegrasikan dan memberi
bobot yang sama bagi tiga aspek utama pembangunan, yaitu aspek ekonomi, aspek
sosial budaya dan aspek lingkungan. Pembangunan ekonomi, sosial budaya dan
lingkungan harus dipandang sebagai terkait erat satu sama lain, dan karena itu
unsur-unsur dari kesatuan yang saling terkait ini tidak boleh dipisahkan atau
dipertentangkan satu dengan lainnya. Menggeser titik berat pembangunan dari
hanya pembangunan ekonomi, juga mencakup pembangunan sosial budaya dan
lingkungan. Yang ingin dicapai di sini adalah sebuah integrasi pembangunan
sosial budaya dan pembangunan lingkungan ke dalam arus utama pembangunan
nasional agar kedua aspek tersebut mendapat perhatian yang sama bobotnya dengan
aspek ekonomi.
Paradigma pembangunan berkelanjutan
adalah sebuah kritik pembangunan di satu pihak, tetapi di pihak lain adalah
sebuah teori normatif yang menyodorkan praksis pembangunan yang baru sebagai
jalan keluar dari kegagalan developmentalism
selama ini. Sebuah kritik ideologi pembangunan, yaitu ideologi developmentalism. Pembangunan
berkelanjutan adalah suatu pola dan strategi pembangunan nasional yang menjamin
kemampuan ekonomi di masa depan tidak berkurang sama sekali. Generasi yang akan
datang masih mempunyai peluang dan kemampuan ekonomi yang sama untuk mencapai
tingkat kesejahteraan ekonomi dan sosial budaya yang sama seperti generasi
sekarang.
Tiga prinsip utama dalam
pembangunan berkelanjutan, yaitu: demokrasi, keadilan dan berkelanjutan. Prinsip
demokrasi menjamin menjamin agar pembangunan dilaksanakan sebagai perwujudkan
kehendak bersama seluruh rakyat demi kepentingan bersama seluruh rakyat.
Pembangunan bukan dilaksanakan berdasarkan kehendak pemerintah atau partai
politik demi kepentingan rezim atau partai yang sedang berkuasa. Prinsip
keadilan menjamin semua orang dan kelompok masyarakat memperoleh peluang yang
sama untuk ikut dalam proses pembangunan dan kegiatan-kegiatan produktif serta
ikut dalam menikmati hasil-hasil pembangunan. Prinsip keadilan menuntut agar
ada perlakuan yang sama bagi semua orang dan kelompok masyarakat, dalam proses
pembangunan, khususnya dalam berpartisipasi melaksanakan dan menikmati hasil
pembangunan dan mempunyai akses terhadap peluang dan sumber-sumber ekonomi,
termasuk sumber daya alam, serta menuntut agar ada peluang yang sama bagi
generasi yang akan datang untuk memperoleh manfaat secara sama atau
proporsional dari sumber daya ekonomi yang ada. Prinsip keberlanjutan
mengharuskan untuk merancang agenda pembangunan dalam dimensi visioner jangka
panjang, untuk melihat dampak pembangunan baik positif maupun negatif dalam
segala aspeknya dalam dimensi jangka panjang dan tidak hanya dalam dimensi
jangka pendek. Sumber daya ekonomi terbatas, aspek sosial budaya dan lingkungan
adalah aspek yang berdimensi jangka panjang, dan bahwa pembangunan berlangsung
dalam ruang ekosistem yang mempunyai interaksi yang rumit. Memilih alternatif
pembangunan yang lebih hemat, sumber daya dan mampu menyinkronkan aspek
konservasi dengan aspek pemanfaatan secara arif. Menggunakan pola-pola
pembangunan dan konsumsi yang hemat energi, hemat bahan baku, dan hemat sumber
daya alam. Menerapkan prinsip produksi bersih dengan melakukan seleksi yang
ketat terhadap proses produksi, teknologi, bahan baku dan manajemen yang
meminimalisasi limbah dalam setiap kegiatan pembangunan dan kegiatan produksi
ekonomi. Menggunakan kembali bahan dan teknologi yang telah dipakai, mengurangi
bahan baku, dan mendaur ulang sisa-sisa proses produksi yang ada. Menuntut
untuk bersikap hati-hati dan arif dalam setiap kebijakan pembangunan agar
manfaat jangka pendek yang diperoleh dari kegiatan pembangunan tidak sampai
menimbulkan dan dibayar mahal dengan kerugian jangka panjang yang tidak
sebanding dengan manfaat jangka pendek tersebut. Kerugian jangka panjang itu
tidak semata-mata bersifat ekonomis, material, fisik, melainkan juga bersifat
non material, mental, spiritual, kesehatan, sosial budaya dan nilai serta mutu
kehidupan manusia.
Paradigma pembangunan berkelanjutan
membutuhkan kemitraan dalam semangat saling memahami dan saling percaya yang
positif konstruktif di antara berbagai stakeholder
demi menjamin lingkungan hidup menjadi bagian integral dari keseluruhan
proses pembangunan. Keberhasilan pembangunan berkelanjutan memerlukan suatu
sinergi positif antar tiga kekuatan utama, yaitu negara dengan kekuatan
politiknya, sektor swasta dengan kekuatan ekonominya dan masyarakat warga
dengan kekuatan moralnya.
Strategi kebijakan pembangunan
berkelanjutan, disesuaikan dengan kondisi ekologi di masing-masing negara di
satu pihak dan kondisi sosial budaya dan ekonomi masyarakat di pihak lain.
Strategi mempunyai sasaran untuk membangun masyarakat lokal untuk mempunyai
sumber penghidupan ekonomi yang ramah terhadap lingkungan. Yang hendak dicapai melalui keberanjuran ekologi adalah
bagaimana masyarakat setempat mengembangkan kehidupan ekonominya, yang
sekaligus, mengatasi masalah kemiskinan nyata yang dihadapinya, tetapi
bersamaan dengan itu mereka tetap melestarikan dan menjamin ekosistem di
sekitarnya dalam sebuah simbiosis yang saling mendukung. Tolok ukur
keberhasilan dan kemajuan masyarakat adalah kualitas kehidupan yang dicapai
dengan menjamin kehidupan ekologis, sosial budaya dan ekonomi secara
proporsional. Gaya hidup yang dibangun simpel in means, but rich in ends.
Pembangunan berkelanjutan
menghendaki manusia melestarikan ekologi dan sosial budaya masyarakat demi
menjamin kualitas kehidupan masyarakat yang lebih baik serta mengembangkan
kemampuan ekonominya sesuai dengan kondisi yang dihadapinya, khususnya kondisi
lingkungan dan sosial-budaya, sehingga akan lebih terdorong untuk menjaga
lingkungannya karena sadar bahwa kehidupan ekonominya sangat tergantung pada
sejauh mana mereka menjaga lingkungannya.
IV. Konstitusi
hijau (green
constitution) melakukan konstitusionalisasi
norma hukum lingkungan ke dalam konstitusi melalui menaikkan derajat norma
perlindungan lingkungan hidup ke tingkat konstitusi, sehingga prinsip
pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan dan perlindungan terhadap
lingkungan hidup menjadi penting dan memiliki pijakan yang kuat dalam peraturan
perundang-undangan, serta mengintrodusir terminologi dan konsep tersebut dengan
ekokrasi (ecocracy) yang menekankan pentingnya kedaulatan lingkungan.
Bahan bacaan:
Jimly Asshiddiqie, 2009, Green
Constitution: Nuansa Hijau
Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, Penerbit: PT Rajagrafindo Persada (Rajawali Pers).
Keraf,
Sonny, A., 1998, Etika Bisnis Tuntutan dan
Relevansinya, Penerbit Kanisius.
* disampaikan pada Seminar Green
Constitution dan Pembangunan Berkelanjutan, Universitas Al Azhar Medan, tanggal
23 Januari 2013.
** Guru Besar Ilmu Hukum
Pidana/Lingkungan Universitas Sumatera Utara.
Sekretaris
Majelis Wali Amanat USU.
Wakil
Direktur II Sekolah Pascasarjana USU.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar