PENGEMBANGAN KAWASAN DANAU TOBA
SEBAGAI KAWASAN PARIWISATA YANG BERKELANJUTAN[1]
Oleh: Alvi
Syahrin[2]
I.
Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak potensi wisata yang unik,
beragam dan tersebar di berbagai daerah. Potensi wisata tersebut perlu
dikembangan dan ditingkatkan pemanfatannya guna meningkatkan pendapatan daerah.
Usaha memperbesar pendapatan asli daerah, menjadikan program pengembangan dan
pemanfaatan sumber daya serta potensi pariwisata daerah diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi pembangunan
ekonomi. Pengembangan sektor Pariwisata merupakan kegiatan yang mempunyai multidimensi dari rangkaian suatu
proses pembangunan, ia menyangkut aspek sosial budaya, ekonomi dan politik,
serta untuk pengembangan pariwisata tentu akan memerlukan pembangunan
infrastruktur agar wisatawan lebih
banyak yang datang ke daerah destinasi wisata.
Strategi
pengembangan pariwisata perlu memperhatikan empat aspek, diantaranya: a) Environmental responsibility (mengandung
pengertian proteksi, konservasi atau perluasan sumber daya alam dan lingkungan
fisik untuk menjamin kehidupan jangka panjang dan keberlanjutan ekosistem, yang
akan menghasilkan sebuah konsep ekosistem berkelanjutan); b) Local economic vitality (mendorong
tumbuh dan berkembangnya ekonomi lokal, bisnis dan komunitas untuk menjamin
kekuatan ekonomi dan keberlanjutan yang diikuti oleh maraknya kegiatan ekonomi
lokal); c) Cultural sensitivity (mendorong
timbulnya penghormatan dan apresiasi terhadap adat istiadat dan keragaman
budaya untuk menjamin kelangsungan budaya lokal yang baik sehingga orang akan
mengenal budaya daerah atau negara lain yang menimbulkan penghormatan atas
kekayaan budaya tersebut); d) Experiental
richness (menciptakan atraksi yang dapat memperkaya dan meningkatkan
pengalaman yang lebih memuaskan, melalui partisipasi aktif dalam memahami personal
dan keterlibatan dengan alam, manusia, tempat dan/atau budaya).
Penetapan
Danau Toba sebagai destinasi pariwisata prioritas memerlukan kerja keras. Untuk
mewujudkan Danau Toba sebagai destinasi pariwisata, perlu: membangun membangun icon wisata (melalui atraksi/attraction,
akomodasi/accommodation,
aksesbilitas/accessibility, diterima/ acceptance) yang dikelola secara digital dalam
pemasarannnya (marketing); melakukan
rehabilitasi terhadap lahan kritis dengan pola agroforestri dalam skema hutan
adat, hutan kemasyarakatan (HKM), hutan tanaman rakyat (HTR) dan hutan rakyat;
menjaga kualitas air Danau Toba untuk tetap dapat digunakan bagi budi daya ikan
air tawar, peternakan dan pengairan tanaman; restorasi Danau Toba yang dilakukan
dengan menggunakan sistem zonasi yang meliputi zona perlindungan dan zona
pemanfaatan (sub zona: pariwisata,
perikanan air tawar (karamba), perkebunan, pertanian, peternakan dan
pemanfaatan lainnya, seperti pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dan Perusahaan
Daerah Air Minum (PDAM); serta Badan Otorita Pengelolaan Kawasan Pariwisata
Danau Toba dikelola berdasarkan tata kelola (governance) yang baik dengan melibatkan pemerintah (government), dunia usaha (private sector) dan masyarakat (civil society).
II.
Ketentuan Pasal
28 H ayat (1) UUD 1945, mengatur bahwa “ Setiap orang berhak hidup sejahtera
lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik
dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”. Ketentuan tersebut
mengharuskan Negara untuk menjamin terpenuhinya hak tersebut, dan sebagai warga
Negara mempunyai kewajiban untuk menghormati hak asasi orang lain atas
lingkungan hidup yang baik dan sehat. Selanjutnya, Pasal 33 ayat (3) UUD 1945,
mengatur bahwa “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”
dan Pasal 33 ayat (4) [3] UUD 1945 mengatur bahwa “Perekonomian nasional
diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi
berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan
menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional”. Pengaturan
lingkungan hidup yang dalam UUD merupakan suatu upaya serius untuk menjamin
keberlangsungan fungsi lingkungan hidup agar dapat dinikmati oleh generasi yang
akan datang, dan konsekuensi diaturnya lingkungan hidup ke dalam UUD 1945
menjadikan kebijakan, rencana dan/atau program yang dilaksanakan oleh
pemerintah harus melihat aspek keberlanjutan lingkungan hidup, sehingga
kebijakan, rencana dan/atau program yang tertuang dalam bentuk UU, Perpu, PP,
Perda tidak boleh bertentangan dengan dengan ketentuan konstitusional yang
pro-lingkungan.
Paham
kedaulatan rakyat yang dianut dalam UUD 1945, menjadikan pemegang kekuasaan
tertinggi di negara Indonesia yaitu rakyat, baik di bidang politik maupun
ekonomi. Seluruh sumberdaya politik dan ekonomi dikuasai oleh rakyat yang
berdaulat. Kemudian, dengan dianutnya konsepsi negara kesejahteraan menjadikan
Indonesia untuk menjalankan fungsi regular (regularity
function) dan fungsi pembangunan (developing
function). Fungsi yang bersifat regular, sering disebut fungsi rutin,
yang harus dilaksanakan oleh negara demi kelangsungan kehidupan bernegara.
Sedangkan fungsi pembangunan merupakan fungsi yang bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, seperti halnya pelestarian fungsi lingkungan hidup
dalam kegiatan perekonomian yang berkembang di masyarakat.
Sesuai
dengan teori hierarki peraturan perundang-undangan, maka dalam membuat
peraturan perundang-undangan harus sesuai dengan peraturan diatasnya dan tidak
boleh bertentangan dengan peraturan diatasnya. Pembangunan
berkelanjutan merupakan upaya untuk mensikronkan, mengintegrasikan dan memberi
bobot yang sama bagi tiga aspek utama pembangunan, yaitu aspek ekonomi, aspek
sosial budaya dan aspek lingkungan. Pembangunan ekonomi, sosial budaya dan
lingkungan harus dipandang sebagai terkait erat satu sama lain, dan karena itu
unsur-unsur dari kesatuan yang saling terkait ini tidak boleh dipisahkan atau
dipertentangkan satu dengan lainnya. Menggeser titik berat pembangunan dari
hanya pembangunan ekonomi, juga mencakup pembangunan sosial budaya dan
lingkungan. Yang ingin dicapai di sini adalah sebuah integrasi pembangunan
sosial budaya dan pembangunan lingkungan ke dalam arus utama pembangunan
nasional agar kedua aspek tersebut mendapat perhatian yang sama bobotnya dengan
aspek ekonomi.
Paradigma
pembangunan berkelanjutan adalah sebuah kritik pembangunan di satu pihak,
tetapi di pihak lain adalah sebuah teori normatif yang menyodorkan praksis
pembangunan yang baru sebagai jalan keluar dari kegagalan developmentalism selama
ini. Sebuah kritik ideologi pembangunan, yaitu ideologi developmentalism.
Pembangunan berkelanjutan adalah suatu pola dan strategi pembangunan nasional
yang menjamin kemampuan ekonomi di masa depan tidak berkurang sama sekali.
Generasi yang akan datang masih mempunyai peluang dan kemampuan ekonomi yang
sama untuk mencapai tingkat kesejahteraan ekonomi dan sosial budaya yang sama
seperti generasi sekarang. Tiga prinsip utama dalam pembangunan berkelanjutan, yaitu:
demokrasi, keadilan dan berkelanjutan. Prinsip demokrasi menjamin menjamin agar
pembangunan dilaksanakan sebagai perwujudkan kehendak bersama seluruh rakyat
demi kepentingan bersama seluruh rakyat. Pembangunan bukan dilaksanakan
berdasarkan kehendak pemerintah atau partai politik demi kepentingan rezim atau
partai yang sedang berkuasa. Prinsip keadilan menjamin semua orang dan kelompok
masyarakat memperoleh peluang yang sama untuk ikut dalam proses pembangunan dan
kegiatan-kegiatan produktif serta ikut dalam menikmati hasil-hasil pembangunan.
Prinsip keadilan menuntut agar ada perlakuan yang sama bagi semua orang dan
kelompok masyarakat, dalam proses pembangunan, khususnya dalam berpartisipasi
melaksanakan dan menikmati hasil pembangunan dan mempunyai akses terhadap
peluang dan sumber-sumber ekonomi, termasuk sumber daya alam, serta menuntut
agar ada peluang yang sama bagi generasi yang akan datang untuk memperoleh manfaat
secara sama atau proporsional dari sumber daya ekonomi yang ada. Prinsip
keberlanjutan mengharuskan untuk merancang agenda pembangunan dalam dimensi
visioner jangka panjang, untuk melihat dampak pembangunan baik positif maupun
negatif dalam segala aspeknya dalam dimensi jangka panjang dan tidak hanya
dalam dimensi jangka pendek. Sumber daya ekonomi terbatas, aspek sosial budaya
dan lingkungan adalah aspek yang berdimensi jangka panjang, dan bahwa
pembangunan berlangsung dalam ruang ekosistem yang mempunyai interaksi yang
rumit. Memilih alternatif pembangunan yang lebih hemat, sumber daya dan mampu
menyinkronkan aspek konservasi dengan aspek pemanfaatan secara arif.
Menggunakan pola-pola pembangunan dan konsumsi yang hemat energi, hemat bahan
baku, dan hemat sumber daya alam. Menerapkan prinsip produksi bersih dengan
melakukan seleksi yang ketat terhadap proses produksi, teknologi, bahan baku
dan manajemen yang meminimalisasi limbah dalam setiap kegiatan pembangunan dan
kegiatan produksi ekonomi. Menggunakan kembali bahan dan teknologi yang telah
dipakai, mengurangi bahan baku, dan mendaur ulang sisa-sisa proses produksi
yang ada. Menuntut untuk bersikap hati-hati dan arif dalam setiap kebijakan
pembangunan agar manfaat jangka pendek yang diperoleh dari kegiatan pembangunan
tidak sampai menimbulkan dan dibayar mahal dengan kerugian jangka panjang yang
tidak sebanding dengan manfaat jangka pendek tersebut. Kerugian jangka panjang
itu tidak semata-mata bersifat ekonomis, material, fisik, melainkan juga bersifat
non material, mental, spiritual, kesehatan, sosial budaya dan nilai serta mutu
kehidupan manusia.
Paradigma
pembangunan berkelanjutan membutuhkan kemitraan dalam semangat saling memahami
dan saling percaya yang positif konstruktif di antara berbagai stakeholder demi
menjamin lingkungan hidup menjadi bagian integral dari keseluruhan proses
pembangunan. Keberhasilan pembangunan berkelanjutan memerlukan suatu sinergi
positif antar tiga kekuatan utama, yaitu negara dengan kekuatan politiknya,
sektor swasta dengan kekuatan ekonominya dan masyarakat warga dengan kekuatan
moralnya.
Strategi
kebijakan pembangunan berkelanjutan, disesuaikan dengan kondisi ekologi di
masing-masing negara di satu pihak dan kondisi sosial budaya dan ekonomi
masyarakat di pihak lain. Strategi mempunyai sasaran untuk membangun masyarakat
lokal untuk mempunyai sumber penghidupan ekonomi yang ramah terhadap
lingkungan. Yang hendak dicapai melalui keberanjuran ekologi adalah
bagaimana masyarakat setempat mengembangkan kehidupan ekonominya, yang
sekaligus, mengatasi masalah kemiskinan nyata yang dihadapinya, tetapi
bersamaan dengan itu mereka tetap melestarikan dan menjamin ekosistem di
sekitarnya dalam sebuah simbiosis yang saling mendukung. Tolok ukur
keberhasilan dan kemajuan masyarakat adalah kualitas kehidupan yang dicapai
dengan menjamin kehidupan ekologis, sosial budaya dan ekonomi secara
proporsional. Gaya hidup yang dibangun simpel in means, but rich in
ends. Pembangunan berkelanjutan menghendaki manusia melestarikan
ekologi dan sosial budaya masyarakat demi menjamin kualitas kehidupan
masyarakat yang lebih baik serta mengembangkan kemampuan ekonominya sesuai
dengan kondisi yang dihadapinya, khususnya kondisi lingkungan dan
sosial-budaya, sehingga akan lebih terdorong untuk menjaga lingkungannya karena
sadar bahwa kehidupan ekonominya sangat tergantung pada sejauh mana mereka
menjaga lingkungannya.
Sumber daya dan modal tersebut perlu dimanfaatkan secara
optimal melalui penyelenggaraan kepariwisataan yang ditujukan untuk meningkatkan
pendapatan nasional, memperluas dan memeratakan kesempatan berusaha dan
lapangan kerja, mendorong pembangunan daerah, memperkenalkan dan mendayagunakan
daya tarik wisata dan destinasi di Indonesia, serta memupuk rasa cinta tanah
air dan mempererat persahabatan antarbangsa. Pembangunan kepariwisataan
dikembangkan dengan pendekatan pertumbuhan dan pemerataan ekonomi untuk
kesejahteraan rakyat dan pembangunan yang berorientasi pada pengembangan
wilayah, bertumpu kepada masyarakat, dan bersifat memberdayakan masyarakat yang
mencakupi berbagai aspek, seperti sumber daya manusia, pemasaran, destinasi,
ilmu pengetahuan dan teknologi, keterkaitan lintas sektor, kerja sama
antarnegara, pemberdayaan usaha kecil, serta tanggung jawab dalam pemanfaatan
sumber kekayaan alam dan budaya.
Kepariwisataan berdasarkan Pasal 2 s/d Pasal 5 UU No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan
(UUKepariwisataan) diselenggarakan
berdasarkan asas: a. manfaat; b. kekeluargaan; c. adil dan merata; d.
keseimbangan; e. kemandirian; f. kelestarian; g. partisipatif; h.
berkelanjutan; i. demokratis; j. kesetaraan; dan k. Kesatuan yang berfungsi
memenuhi kebutuhan jasmani, rohani, dan intelektual setiap wisatawan dengan
rekreasi dan perjalanan serta meningkatkan pendapatan negara untuk mewujudkan
kesejahteraan rakyat, dengan tujuan
untuk: a. meningkatkan pertumbuhan ekonomi; b. meningkatkan kesejahteraan
rakyat; c. menghapus kemiskinan; d. mengatasi pengangguran; e. melestarikan
alam, lingkungan, dan sumber daya; f. memajukan kebudayaan; g. mengangkat citra
bangsa; h. memupuk rasa cinta tanah air; i. memperkukuh jati diri dan kesatuan
bangsa; dan j. mempererat persahabatan antarbangsa, yang penyelenggaraannya
dengan prinsip: a. menjunjung tinggi norma agama dan nilai budaya sebagai
pengejawantahan dari konsep hidup dalam keseimbangan hubungan antara manusia
dan Tuhan Yang Maha Esa, hubungan antara manusia dan sesama manusia, dan
hubungan antara manusia dan lingkungan; b. menjunjung tinggi hak asasi manusia,
keragaman budaya, dan kearifan lokal; c. memberi manfaat untuk kesejahteraan
rakyat, keadilan, kesetaraan, dan proporsionalitas; d. memelihara kelestarian
alam dan lingkungan hidup; e. memberdayakan masyarakat setempat; f. menjamin
keterpaduan antarsektor, antardaerah, antara pusat dan daerah yang merupakan
satu kesatuan sistemik dalam kerangka otonomi daerah, serta keterpaduan
antarpemangku kepentingan; g. mematuhi kode etik kepariwisataan dunia dan kesepakatan
internasional dalam bidang pariwisata; dan h. memperkukuh keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Pariwisata diposisikan sebagai satu diantara sektor andalan dalam
pembangunan nasional Indonesia, yang diharapkan dapat memberikan kontribusi
terbesar terhadap peningkatan devisa negara dalam upaya pemerintahan mewujudkan
kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Untuk itu upaya yang dilakukan sektor
pariwisata diantaranya terus meningkatkan kinerjanya dengan memperkuat jejaring
yang telah ada dan meningkatkan daya saing usaha pariwisata Indonesia. Hal ini
menunjukkan bahwa sektor pariwisata di Indonesia merupakan salah satu sektor
yang memegang peranan penting dalam keberlangsungan perekonomian Indonesia.
Jika pengelolaannya yang baik dan benar, pembangunan pariwisata sebagai salah
satu industri akan menciptakan kemakmuran melalui perkembangan transportasi,
akomodasi dan komunikasi yang menciptakan peluang kerja yang relatif besar.
Sebab sektor pariwisata ini merupakan salah satu jenis industri baru yang mampu
mempercepat pertumbuhan ekonomi dan penyediaan lapangan kerja, peningkatan
penghasilan, standar hidup serta menstimulasi sektor-sektor produktif lainnya.
Namun
demikian, meski dampak ekonomi dari kegiatan pariwisata memberikan dukungan
nyata dalam bentuk peningkatan pendapatan melalui perolehan devisa, kegiatan pariwisata
juga menimbulkan berbagai dampak sosial-budaya yang positif maupun yang
negatif, serta fenomena lingkungan fisik alam. Dampak positif bagi masyarakat
lokal gejala sosial yang terjadi yaitu munculnya sikap “euphoria” atau “bersemangat mendukung” pengembangan pariwisata di
daerahnya, dan dampak negatif dalam konteks lingkungan, justru kondisi
kontradiktif sering terjadi. Sebab atas nama kesejahteraan (matra ekonomi),
pembukaan kawasan dengan fungsi baru, secara langsung ataupun tidak berujung
pada upaya ekspoitasi sumberdaya alam guna mendukung tuntutan fungsi tersebut.
Beberapa kasus pembangunan wisata alam, justru banyak memunculkan kerusakan
lingkungan seperti pengurangan jumlah spesies, erosi, polusi, kontaminasi dan
penurunan kualitas landskap visual dan lain-lain. Terjadinya perusakan dalam
bentuk pengotoran/pembuangan sampah sembarangan, vandalisme, pemotongan dan
penginjakan yang berpengaruh terhadap daur hidup tumbuhan oleh kunjungan
wisatawan, merupakan fakta yang terjadi karena pengembangan kepariwisataan.
Pada kondisi dan situasi tertentu, sikap masyarakat malah berbalik apatis atau
tidak mendukung terhadap keberadaan wisata didaerahnya. Bagi wisatawan, secara
psikologis mulai timbulnya perasaan kurang nyaman dan aman untuk berkunjung.
Perkembangan
pariwisata Khususnya wisata alam sangat terkait dengan kepariwisataan dunia,
karena aliran wisatawan antarnegara merupakan bagian terbesar dari kegiatan
industri pariwisata yang pada umumnya didorong oleh munculnya kegiatan
pariwisata massal telah membuka jalan untuk berkembangnya ‘pariwisata baru’. Perubahan
yang lebih banyak berasal dari karakteristik wisatawan. Dalam perkembangan
‘baru’ tersebut terungkap istilah bentuk pariwisata pilihan (alternative tourism), yang mempunyai
pengertian ganda, yaitu: 1. Sebagai salah satu bentuk kepariwisataan yang
timbul sebagai reaksi terhadap dampak negatif pengembangan wisata konvensional;
dan 2. Sebagai bentuk pilihan pengganti pariwisata konvensional untuk meunjang
pelestarian lingkungan.
Perencanaan
pembangunan wisata yang baik dapat membuat kehidupan masyarakat lebih baik,
meningkatkan ekonomi, melindungi dan sentisif terhadap lingkungan, dan dapat
diintegrasikan dengan komuniti yang meminimalkan dampak negatifnya. Perencanaan
yang baik menurut Simonds (2006) harus melindungi badan air dan menjaga air
tanah, mengkonservasi hutan dan sumber mineral, menghindari erosi, menjaga
kestabilan iklim, menyediakan tempat yang cukup untuk rekreasi dan suaka
margasatwa, serta melindungi tapak yang memiliki nilai keindahan dan ekologi. Hal
tersebut dapat dilakukan dengan perencanaan yang lebih baik dan terintegrasi
pada semua aspek pengembangan wisata. Keberadaan suatu aset sumberdaya alam dan
lingkungan merupakan peluang untuk dikembangkan sebagai daerah wisata. Unsur
pokok yang harus mendapat perhatian guna menunjang penataan kawasan wisata di
daerah tujuan wisata yang menyangkut perencanaan, pelaksanaan pembangunan dan
pengembangannya, meliputi 5 (lima) unsur yaitu: 1) Obyek dan daya tarik wisata;
2) prasarana wisata; 3) Sarana wisata; 4) tata laksana/infrastruktur; dan 5)
masyarakat/lingkungan. Partisipasi masyarakat disekitar lokasi wisata berperan
penting tidak hanya dalam proses pelaksanaan wisata secara langsung tetapi juga
dalam pengelolaan kawasan wisata tersebut nantinya. Peran masyarakat dibutuhkan
dalam memberikan layanan yang berkualitas bagi wisatawan dan menjaga
kelestarian lingkungan sekitar agar wisata dapat terus berjalan. Oleh karena
itu, penting untuk menjadikan masyarakat sebagai masyarakat yang sadar wisata. Hal
tersebut memacu perkembangan pariwisata kearah yang lebih baik. Partisipasi
tersebut dapat berupa keikutsertaan secara sosial-budaya dan ekonomi.
Keikutsertaan tersebut tidak hanya menjadi atraksi wisata, akan tetapi
kesediaan masyarakat dalam menerima kegiatan wisata yang akan menyatu dalam
kehidupannya.
Pembangunan
Kepariwisataan mempunyai peranan penting dalam meningkatkan penyerapan tenaga
kerja, mendorong pemerataan kesempatan berusaha, mendorong pemerataan
pembangunan wilayah dan nasional dan memberikan kontribusi dalam penerimaan
devisa negara yang dihasilkan dari jumlah kunjungan wisatawan mancanegara
(wisman), serta berperan dalam mengentaskan kemiskinan yang pada akhirnya akan
meningkatkan kesejahteraan rakyat. Pariwisata juga berperan dalam upaya
meningkatkan jati diri dan mendorong kesadaran dan kebanggaan masyarakat
terhadap kekayaaan alam dan budaya bangsa dengan memperkenalkan kekayaan alam
dan budaya. Pembangunan pariwisata berkelanjutan (sebagaimana disebutkan dalam
Piagam Pariwisata Berkelanjutan, 1995) merupakan pembangunan yang dapat
didukung secara ekologis sekaligus layak secara ekonomi, juga adil ecara etika
dan sosial terhadap masyarakat. Artinya, pembangunan berkelanjutan merupakan
upaya terpadu dan terorganisasi untuk mengembangkan kualitas hidup dengan cara
mengatur penyediaan, pengembangan, pemanfaatan dan pemeliharaan sumber daya
secara berkelanjutan. Hal tersebut hanya dapat terlaksana dengan sistem
penyelenggaraan kepemerintahan yang baik (good
governance) yang melibatkan partisipasi aktif dan seimbang antara
pemerintah, swasta, dan masyarakat. Dengan demikian, pembangunan berkelanjutan
tidak saja terkait dengan isu-isu lingkungan, tetapi juga isu demokrasi, hak
asasi manusia dan isu lain yang lebih luas. Hingga saat ini konsep pembangunan
berkelanjutan tersebut dianggap sebagai resep pembangunan terbaik, termasuk
pembangunan pariwisata.
III.
Pembangunan
sebagai sebuah proses membangun manusia seutuhnya dan seluruhnya, tidak hanya
bertujuan meningkatkan derajat fisik manusia tertentu saja, melainkan
memungkinkan setiap orang dan kelompok masyarakat untuk meningkatkan kualitas
hidupnya, baik fisik maupun derajat kualitas kehidupan secara luas (mental,
budaya, sosial, politik, spiritual dan ideologis). Paradigma pembangunan
berkelanjutan membutuhkan kemitraan dalam semangat saling memahami dan saling percaya
yang positif konstruktif di antara berbagai stakeholder
demi menjamin lingkungan hidup menjadi bagian integral dari keseluruhan proses
pembangunan. Selanjutnya, keberhasilan pembangunan berkelanjutan memerlukan
suatu sinergi positif antar tiga kekuatan utama, yaitu negara dengan kekuatan
politiknya, sektor swasta dengan kekuatan ekonominya dan masyarakat warga
dengan kekuatan moralnya.
Tolok ukur
keberhasilan dan kemajuan masyarakat adalah kualitas kehidupan yang dicapai
dengan menjamin kehidupan ekologis, sosial budaya dan ekonomi secara
proporsional. Strategi kebijakan itu disesuaikan dengan kondisi ekologi dan
kondisi sosial budaya dan ekonomi masyarakat di pihak lain. Strategi mempunyai
sasaran untuk membangun masyarakat lokal untuk mempunyai sumber penghidupan
ekonomi yang ramah terhadap lingkungan. Melalui keberlanjutan ekologi, akan
mencapai bagaimana masyarakat setempat mengembangkan kehidupan ekonominya, yang
sekaligus mengatasi masalah kemiskinan nyata yang dihadapinya, dan bersamaan
mereka tetap melestarikan dan menjamin ekosistem di sekitarnya dalam sebuah
simbiosis yang saling mendukung. Demikian halnya dalam rangka pengembangan
parawisata, perlu mewujudkan sustainable tourism (wisata yang berkelanjutan) yakni suatu industri wisata
yang mempertimbangkan aspek-aspek penting pengelolaan seluruh sumberdaya yang
ada guna mendukung wisata tersebut baik secara ekonomi, sosial, dan estetika
yang dibutuhkan dalam memelihara keutuhan budaya, proses penting ekologis,
keragaman biologi dan dukungan dalam sistem kehidupan.
Belum
terpadunya sudut pandang ekonomi dengan ekologi dalam perencanaan dan
pengembangan pariwisata merupakan isu dilematis yang sering dihadapi oleh
pengambilan kebijakan. Harapan dan realita dari pembangunan sektor pariwisata,
memerlukan perencanaan dan strategi pembangunan yang bijak dan profesional.
Berdasarkan kenyataan dampak lingkungan yang terjadi, menjadikan strategi
pengelolaan dan perencanaan fisik lingkungan bagi pembangunan pariwisata harus
meninimalisir sekaligus mengendalikan dampak negatifnya terhadap lingkungan
alamnya. Apalagi saat ini ada kecenderungan perubahan paradigma industri
pariwisata global, yang memunculkan pariwisata pilihan dengan wisata alam
sebagai salah satu alternatifnya, lebih berasal dari karakteristik wisatawannya
karakteristik wisatawan dapat dilihat secara fisiografis, dalam pengertian
suatu skala untuk mengkategorikan dalam 2 (dua) kelompok ekstrim, disebut ciri allocentric dan psychocentric. Wisatawan yang termasuk kelompok pertama, adalah
yang bersifat petualang dan suka melakukan perjalanan ke tempat-tempat eksotis,
sedangkan kelompok kedua, lebih suka tempat yang telah dikenal dan ingin merasa
selamat/aman, dan lebih hemat.
Isu utama
bagi penyusun kebijakan dalam perencanaan wisata (alam) dimasa mendatang ialah
mengenai cara terbaik untuk menyeimbangkan pengembangan pariwisata dengan
sumberdaya alam guna pembangunan ekonomi lokal dan nasional. Seperti telah
dipahami kondisi faktualnya, pertumbuhan ekonomi pada subsektor pariwisata
masih dan atau tetap diperlukan pembangunan nasional sekaligus diharapkan
mewujudkan pemerataan hasil ditingkat lokal/daerah. Di sisi lain berbagai
dampak negatif terhadap lingkungan akibat pembangunan sektor kepariwisataan
masih banyak terjadi. Agar dapat keberlanjutan, wisata alam dipandang perlu
untuk direncanakan pendekatan-pendekatan strategis, melalui perancangan
penelusuran yang dapat meminimalisir dampak negatif terhadap lingkungan, baik
geofisik ekosistemnya maupun lingkungan sosialnya. Sehingga, diperlukan pola:
a. Strategi pendekatan perencanaan wisata alam yang berkelanjutan dan
berwawasan lingkungan dalam rangka penanggulangan dampak lingkungan geofisik
dan ekosistemnya; b. strategi pendekatan perencanaan wisata alam yang
berkelanjutan dan berwawasan lingkungan dalam rangka penanggulangan dampak
lingkungan sosial. Kerangkanya diarahkan dalam skala tingkatan daya tanggap
yang dapat berupa: a. bersemangat
mendukung pariwisata/Euphoria; - b.
apatis; dan c. menentang/Antagonistik.
Sehingga, perencanaan lingkungan wisata alam akan mencakup usaha-usaha: a. menghindari dampak yang merugikan; b. dimanfaatkan
untuk pariwisata namun tetap diarahkan pada kegiatan yang dapat melindungi
lingkungan yang menarik atau mempunyai fungsi strategis; c. mengatur agar
tekanan terhadap lingkungan tidak terlampaui daya dukung alamiahnya; d. menciptakan
atau menonjolkan daya tarik alamiah; e. menjadikan tempat-tempat yang unik
menjadi fokus perhatian wisatawan, dan f. memberikan total experience yang mengesankan bagi wisatawan, termasuk
didalamnya usaha penyediaan sarana dan prasarana yang memadai atau tidak
berlebihan. Dengan demikian, terdapat dua konsep yang digunakan dalam pengembangan
parawisata, yakni: a. konsep pembangunan pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism development); b. konsep
pariwisata berbasis masyarakat (community
based tourism), yang di dalam konsep tersebut juga terkait beberapa konsep
lainnya yaitu: konsep pertisipasi masyarakat lokal, enterpreneursip dalam
pariwisata, serta peran komunitas lokal (local
community) dalam konservasi lingkungan dan konsep kepemimpinan lokal (local leader) dalam pengembangan
pariwisata.
Pembangunan
dan pengembangan pariwisata di suatu daerah, pada hakekatnya untuk
mensejahterakan kehidupan masyarakatnya sudah selayaknya dijadikan prioritas
untuk dikembangkan pemerintah dalam upaya pencapaian tujuan pembangunan, yaitu
untuk mensejahterakan masyarakatnya. Pengembangan pariwisata yang dilakukan
baik oleh pemerintah maupun swasta guna meningkatkan jumlah kedatangan
wisatawan dari satu daerah ke daerah lain. Selanjutnya, pariwisata dengan
segala aspek kehidupan yang terkait di dalamnya akan menuntut konsekuensi dari
terjadinya pertemuan dua budaya atau lebih yang berbeda, yaitu budaya para
wisatawan dengan budaya masyarakat sekitar obyek wisata. Budaya-budaya yang
berbeda dan saling bersentuhan itu akan membawa pengaruh yang menimbulkan
dampak terhadap segala aspek kehidupan dalam masyarakat sekitar obyek wisata. Ada
empat bidang pokok yang dipengaruhi oleh
usaha pengembangan pariwisata, yaitu: ekonomi, sosial, budaya, dan
lingkungan hidup. Dampak positif yang menguntungkan dalam bidang ekonomi yaitu
bahwa kegiatan pariwisata mendatangkan pendapatan devisa negara dan terciptanya
kesempatan kerja, serta adanya kemungkinan bagi masyarakat di daerah tujuan
wisata untuk meningkatkan pendapatan dan standar hidup mereka, serta dampak
positif yang lainnya yang berupa perkembangan atau kemajuan kebudayaan,
terutama pada unsur budaya teknologi dan sistem pengetahuan yang maju. Namun
demikian terdapat juga dampak negatif dari pengembangan pariwisata, yakni pada
bidang sosial, khususnya pada gaya hidup masyarakat di daerah tujuan wisata.
Gaya hidup ini meliputi perubahan sikap, tingkah laku, dan perilaku karena
kontak langsung dengan para wisatawan yang berasal dari budaya berbeda. Untuk
pencapaian tersebut, dibutuhkan suatu perencanaan dan pengembangan sektor
pariwisata yang terpadu dan terintegrasi dengan berbagai sektor pembangunan
lainnya melalui kerjasama dan partisipasi dari seluruh pemangku kepentingan (stakeholder).
Pengembangan
sektor pariwisata diharapkan tetap menjaga keberlangsungan (sustainable) serta kelestarian ekosistem
lingkungan (environment) dengan tetap
memperhatikan kondisi sosial budaya masyarakat lokal (local community), agar tetap dipertahankan dan dapat juga dinikmati oleh generasi yang akan datang
guna mencapai tujuan pembangunan. Pembangunan kepariwisataan berkelanjutan,
harus dapat mengelola dan mengembangkan seluruh kualitas lingkungan daerah
tujuan wisata dan warisan budaya serta menjamin manfaat aktivitas
kepariwisataan dan distribusi ekonomi terhadap masyarakat secara luas dan dalam
jangka waktu lama. Artinya, pembangunan pariwisata berkelanjutan diartikan
sebagai proses pembangunan pariwisata yang berorientasi kepada kelestarian
sumber daya yang dibutuhkan untuk pembangunan pada masa mendatang, yang tidak hanya terfokus pada ekologi dan
ekonomi, tetapi juga berkelanjutan kebudayaan, sebab kebudayaan merupakan
sumber daya penting dalam pembangunan pariwisata. Untuk itu, kegiatan wisata
dianggap berkelanjutan jika memenuhi syarat-syarat: pertama, secara ekologi
berkelanjutan, yaitu pembangunan pariwisata tidak menimbulkan efek negatif
terhadap ekosistem setempat. Selain itu, konservasi merupakan kebutuhan yang
harus diupayakan untuk melindungi sumber daya alam dan lingkungan dari efek negatif
kegiatan wisata; kedua, secara sosial dapat diterima, yaitu mengacu pada
kemampuan penduduk lokal untuk menyerap usaha pariwisata (industri dan
wisatawan) tanpa menimbulkan konflik sosial; ketiga, secara kebudayaan dapat
diterima, yaitu masyarakat lokal mampu beradaptasi dengan budaya wisatawan yang
cukup berbeda (kultur wisatawan); keempat, secara ekonomi menguntungkan, yaitu
keuntungan yang didapati dari kegiatan pariwisata dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
Pembangunan
pariwisata yang berkelanjutan dapat dicapai dengan mengacu kepada hal-hal,
bahwa: 1. Lingkungan memiliki nilai
hakiki yang juga bisa berfungsi sebagai asset wisata. Pemanfaatannya bukan
hanya untuk kepentingan jangka pendek tetapi juga untuk kepentingan generasi
mendatang; 2. pariwisata harus diperkenalkan sebagai aktivitas yang positif
yang memberikan keuntungan bersama kepada masyarakat, lingkungan, dan wisatawan
itu sendiri; 3. hubungan antara pariwisata dan lingkungan harus dibuat
sedemikian rupa sehingga lingkungan tersebut berkelanjutan untuk jangka
panjang. Pariwisata harus tidak merusak sumber daya alam supaya masih dapat
dinikmati oleh generasi mendatang atau membawa dampak yang dapat diterima; 4.
aktivitas pariwisata dan pembangunan harus peduli terhadap skala / ukuran alam
dan karakter tempat-tempat kegiatan tersebut dilakukan; 5. pada lokasi lainnya,
keharmonisan harus dibangun diantara kebutuhan-kebutuhan wisatawan, tempat / lingkungan,
dan masyarakat; 6. dunia yang cenderung dinamis dan penuh dengan perubahan
dapat selalu member keuntungan. Adaptasi terhadap perubahan, bagaimanapun juga,
jangan sampai keluar dari prinsip-prinsip ini; 7. industri pariwisata,
pemerintah lokal, dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) pemerhati lingkungan,
semuanya memiliki tugas untuk peduli pada prinsip-prinsip di atas dan bekerja
sama untuk merealisasikannya.
Untuk
mencapai tujuan sustainable tourism
development, diperlukan dua pendekatan dalam keterkaitannya dalam
pariwisata, yakni: a. Model keterkaitan Horisontal (horizontal lingkage), pendekatan ini mengandung pengertian bahwa
kepariwisataan merupakan fasilitator terhadap berbagai program dan kebijakan
yang akan dilaksanakan. Agar proses yang terjadi menjadi efisien, diperlukan
berbagai komponen kebijakan yang saling mendukung untuk dapat memahami
persoalan secara jernih, mendefinisikan visi dan misi pembangunan, pemahaman
terhadap hirarki tujuan dan sasaran program, serta pengorganisasian proses
secara baik. Pada pendekatan ini kepariwisataan merupakan komponen dari proses
yang berjalan sejajar dengan bidang lain sehingga diperlukan kolektivitas. b. Model
keterkaitan Vertikal (vertical lingkage).
Tujuan dari hubungan pendekatan ini adalah untuk mencari keseimbangan
penggabungan komponen-komponen penting dari aktivitas kepariwisataan dan
pembangunan serta “melindungi‟ berbagai terobosan cemerlang dalam pengambilan
keputusan. Karakteristik hubungan vertikal, yakni: kepariwisataan merupakan
bagian dari pembangunan yang berfungsi sebagai bagian dari strategis dalam
penyusunan kebijakan, sehingga berada di atas dan berpengaruh terhadap sektor
lain; elemen strategis dari perencanaan kebijakan harus mencakup penyediaan
sarana dan prasarana kepariwisataan; pengembangan mencakup akomodasi dalam
berbagai tipe, hotel, motel, dsb; prakiraan dampak (mencakup kajian carrying capacity) pembangunan
kepariwisataan ditinjau dari sisi ekonomi, lingkungan, sosial ekonomi
masyarakat lokal, budaya dan warisan; pembiayaan, pemasaran, promosi, dan
system informasi; kampanye Sadar Wisata bagi masyarakat.
Tujuan mulia
pembangunan pariwisata berkelanjutan sejatinya merupakan pembangunan
kepariwisataan yang berpijak pada pertama, prinsip keberlangsungan ekologi
lingkungan dimana obyek wisata itu berada; Kedua, menjaga kelangsungan sosial
budaya masyarakat. Ini menjadi penting mengingat bahwa selain daya dukung
lingkungan alam, keberlangsungan sosial budaya masyarakat menjadi pilar utama
dalam daya tarik pariwisata; Ketiga, kelangsungan ekonomi, menjadi hal yang
mutlak didapati (diperoleh) oleh masyarakat dan daerah akibat – positif - dari
pengembangan pariwisata tersebut; dan keempat,
kemanfaatan baik untuk generasi sekarang maupun generasi yang akan
datang.
IV.
Danau Toba adalah danau kaldera terbesar di dunia yang terletak di Provinsi
Sumatera Utara, berjarak 176 km ke arah Barat Kota Medan sebagai ibu kota
provinsi. Danau Toba (2,880 N–98,502 E dan 2,350 N–99,10 E) adalah danau
terluas di Indonesia (90x30 km2) dan juga merupakan sebuah kaldera
volkano-tektonik (kawah gunung api raksasa) Kuarter terbesar di dunia. Sebagai
danau volcano tektonik terbesar di dunia, Danau Toba mempunyai ukuran panjang
87 km berarah Barat laut – Tenggara dengan lebar 27 km dengan ketinggian 904
meter dpl dan kedalaman danau yang mencapai 505 meter. Kawasan danau toba
merupakan bagian dari WPS Pusat Pertumbuhan Terpadu Metro Medan – Tebing Tinggi
– Dumai – Pekanbaru yang memiliki luas sekitar 369.854 Ha. Secara administratif
Kawasan Danau Toba berada di Provinsi Sumatera Utara dan secara geografis
terletak di antara koordinat 2010’3000’ Lintang Utara dan
98024’ Bujur Timur. Kawasan ini mencakup bagian dari wilayah
administrasi dari 8 (delapan) kabupaten yaitu Kabupaten Samosir, Kabupaten Toba
Samosir, Kabupaten Dairi, Kabupaten Karo, Kabupaten Humbang Hansudutan,
Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Simalungun dan Kabupaten Pak Pak Barat. Secara
fisik, Kawasan Danau Toba merupakan kawasan yang berada di sekitar Danau Toba
dengan deliniasi batas kawasan didasarkan atas deliniasi Daerah Tangkap Air (Catchment Area) dan CAT. Kawasan Danau
Toba di Provinsi Sumatera Utara telah berkembang menjadi kawasan wisata yang
populer baik dalam skala nasional maupun Internasional.
Danau
Toba saat ini merupakan destinasi pariwisata unggul (DPU) memiliki keindahan
visual dan kegiatan rekreasi berbasis air, telah mengalami kerusakan fisik,
visual dan ekologis sehingga terus cenderung mengalami penurunan kualitas
lingkungannya. Hal ini disebabkan karena banyaknya lahan gundul disekeliling
danau, tidak teraturnya pembangunan fisik (seperti hotel, restauran dan
lainnya) yang telah melalui batas tepi danau dan masuknya sampah serta limbah
ke dalam danau yang mengakibatkan penurunan kualitas air. Kondisi ini mengakibatkan
beban ekosistem Danau Toba akan semakin berat dan pada akhirnya akan merugikan
semua pihak yang berkepentingan. Keberadaan Danau Toba dengan keindahan alamnya
menjadikan daerah disekitarnya sebagai prioritas obyek dan daya tarik wisata
(ODTW) di Sumatera Utara. Saat ini kawasan Danau Toba ditetapkan sebagai
Destinasi Pariwisata Nasional (DPN) dan Destinasi Pariwisata Unggul (DPU) di
provinsi Sumatera Utara. Menyadari hal tersebut, pemerintah menetapkan Kawasan
Danau Toba (KDT) sebagai Kawasan Strategis Nasional (KSN) bidang pariwisata
yang selanjutnya disebut sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional.
Pembangunan Kawasan Pariwisata Danau Toba diperlukan pengaturan secara khusus
untuk menyatukan pelaksanaan kewenangan pengelolaan kawasan guna mempercepat
pengembangan dan pembangunan sehingga pemerintah memandang perlu pembentukan
BOP Danau Toba (Badan Otorita Pengelola Kawasan Pariwisata Danau Toba. Kawasan
sekitar danau merupakan kawasan yang mempunyai manfaat penting untuk
mempertahankan kelestarian fungsinya, dimana berdasarkan peraturan pemerintah
No 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Nasional, kawasan
sekitar danau ditetapkan sebagai kawasan yang masuk dalam kawasan perlindungan
setempat. Kriteria kawasan lindung untuk kawasan sekitar danau telah ditetapkan
dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Nasional, yaitu daratan sepanjang
tepian danau yang lebarnya proposional dengan bentuk dan kondisi fisik danau
antara 50-100 meter dari titik pasang tertinggi kearah darat dengan
pengecualian tepian danau dengan kondisi fisik stabil, serta demi kepentingan
umum, kepentingan pertahanan dan keamanan (Peraturan Pemerintah No 47 Tahun
1997 Pasal 34 ayat 3).
Kondisi
topografi Kawasan Danau Toba didominasi oleh perbukitan dan pegunungan, dengan
kelerengan lapangan terdiri dari datar dengan kemiringan (0 – 8 %), landai (8 –
15 %), agak curam (15–25 %), curam (25–45 %),
sangat curam sampai dengan terjal (> 45 %). Kondisi kelerengan
Kawasan Danau Toba ini dapat digambarkan sebagai berikut:
1)
Pada bagian utara Kawasan Danau Toba yakni wilayah yang merupakan bagian
dari Tanah Karo, DTA relatif sempit dan memiliki relief bergunung dengan lereng terjal. Sedangkan arah tepi danau memiliki
relief berombak hingga berbukit yang sebagian digunakan untuk budidaya
pertanian. Pada wilayah yang terjal, kemiringannya mencapai > 75%. Sedangkan
pada daratan yang sempit, kemiringannya < 3%.
2)
Ke arah Timur dan Tenggara di daerah Parapat-Porsea-Balige memiliki relief datar hingga bergunung. Di sisi Timur dan
Tenggara ke arah batas DTA terdapat dataran yang relatif luas yang digarap oleh
masyarakat setempat sebagai lahan sawah. Tepi batas DTA merupakan wilayah
berbukit hingga bergunung dengan kemiringan lahan mencapai > 75%.
3)
Bagian Selatan Kawasan Danau Toba merupakan dataran hingga wilayah berbukit
ke arah batas DTA. Pada daerah yang datar dengan kemiringan lahan < 3%,
diusahakan oleh masyarakat setempat sebagai lahan pertanian, sedangkan ke arah
batas DTA memiliki kontur relief berbukit hingga bergunung.
4)
Di bagian Barat hingga Utara merupakan dataran dan perbukitan hingga
bergunung, dengan lereng terjal ke arah tepi danau, seperti di sekitar Tele,
Silalahi dan Tongging. Lereng terjal di wilayah ini mencapai kelerengan >
75%.
5)
Pulau Samosir memiliki dataran yang relatif luas di sekililing tepian Danau
Toba dengan kemiringan < 3%. Ke arah tengah pulau reliefnya bergunung dan
berlereng terjal dengan kemiringan lahan antara 30,5 hingga > 75%. Dataran
yang terdapat dibagian Barat dan Selatan pulau ini relatif lebih luas dibanding
di sisi Utara dan Timur.
Hidrologi Air
yang masuk ke dalam Danau Toba berasal dari air hujan yang langsung jatuh ke
Danau Toba dan air yang berasal dari sungai-sungai yang masuk ke dalam danau.
Di sekeliling danau terdapat 19 Sub Daerah Tangkapan Air (DTA) yang merupakan daerah tangkapan air 19
sungai yang masuk ke dalam danau. Sungai-sungai tersebut antara lain Sungai
Sigubang, Bah Bolon, Sungai Guloan, Sungai Arun, Sungai Tomok, Sungai Pulau
Kecil/Sibandang, Sungai Halian, Sungai Simare, Sungai Aek Bolon, Sungai
Mandosi, Sungai Gongpan, Sungai Bah Tongguran, Sungai Mongu, Sungai Kijang,
Sungai Sinabung, Sungai Ringo, Sungai Prembakan, Sungai Sipultakhuda, dan
Sungai Silang. Eksploitasi kawasan yang kurang mempertimbangkan kondisi alamiah
ini telah menimbulkan berbagai permasalahan lingkungan. Secara umum
permasalahan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
1.
Penurunan Kualitas Air Danau
Hasil pemantauan
menunjukkan bahwa kualitas air Danau Toba telah tercemar, dengan kategori cemar
sedang (mengacu kepada Baku Mutu Air kelas I sesuai dengan PP No. 82/2001).
Berbagai sumber pencemar air Danau Toba antara lain; limbah domestik, pertanian, peternakan,
perikanan, transportasi airdan pertambangan bahan galian golongan C.
ü Limbah domestik mengandung bahan-bahan pencemar antara
lain bahan organic, nitrogen, phosphor, potassium, kalsium, amoniak, nitrat dan
padatan-padatan tersuspensi serta organisme patogen.
ü Pencemaran dari kegiatan pertanian berupa limbah
pestisida dan pupuk yang menyebabkan meningkatnya kadar phospor, nitrogen,
kalium, dan zat organik di perairan Danau Toba. Limbah dari kegiatan peternakan
menimbulkan pencemaran bahan organik, unsur N, P, K dan bakteri e-coli.
Sedangkan limbah dari kegiatan budidaya perikanan al. berupa unsur phosphor,
nitrogen, vitamin, mineral dan zat-zat organik.
ü Kegiatan transportasi air berpotensi mencemari perairan
melalui ceceran oli dan bahan bakar, limbah padat dan air limbah dari toilet
kapal yang masuk ke perairan Danau Toba.
ü Kegiatan pertambangan bahan galian golongan C akan
meningkatkan kekeruhan yang dapat mengganggu kehidupan biota air dan
meningkatkan sedimentasi.
2.
Kerusakan Daerah Tangkapan Air (DTA)
disebabkan akibat penambangan bahan galian golongan C dari badan air, pinggiran
pantai dan tebing Danau Toba. Penambangan ini memang memberi manfaat ekonomi,
namum pada saat yang sama juga menimbulkan kerusakan lingkungan yang massif. Di
daerah Horsik sampai Panamean, berdasarkan Survey BLH tahun 2007 ditemukan 34
titik penambangan batu pada daerah sepanjag 6 km dari dinding danau. Tebing
danau yang berupa bebatuan digali bahkan sampai mencapai puncak tebing.
Penambangan ini sangat merusak ekosistem, menimbulkan erosi, sedimentasi,
kekeruhan, menambah lahan kritis dan berpeluang untuk melongsorkan/meruntuhkan
dinding danau.
3.
Ancaman Keanekragaman Hayati Keanekaragaman hayati (kehati) pada kawasan
Danau Toba telah mengalami ancaman, baik habitat daratan maupun habitat
perairan. Terdapat berbagai faktor penyebab terancamnya kehati pada kawasan ini
diantaranya; perusakan habitat karena kebakaran, konversi lahan, aplikasi
pestisida, pembuangan limbah, penyempitan luasan habitat, introduksi spesies
asing, maupun serangan hama dan penyakit serta bencana alam banjir, longsor
atau gempa. Pada saat ini terjadi blooming ikan Pora-pora (Puntius binotatus)
di Danau Toba dan pada saat yang sama nelayan kesulitan menangkap ikan Mujair
(Tilapia mossambica), salah satu spesies asli danau ini yang sudah mulai sulit
ditemukandi perairan Danau Toba.
Kawasan
Danau Toba sebagai kawasan yang memiliki potensi yang besar dari sektor
produksi pertanian, perkebunan, peternakan dan perikanan. Beberapa kawasan
telah ditetapkan sebagai kawasan agropolitan oleh Pemerintah Provinsi Sumatera
Utara maupun Pemerintah Kabupaten. Untuk produksi perkebunan, beberapa komoditi
telah menjadi unggulan seperti kopi dan karet. Sedangkan untuk sektor
perikanan, produksi berasal dari perikanan budidaya dengan memanfaatkan
perairan Danau Toba maupun perairan umum lainnya. Dengan demikian, pengembangan
pariwisata yang berwawasan lingkungan di kawasan Danau Toba merupakan satu
bentuk pendekatan yang dikembangkan untuk mewujudkan kawasan Danau Toba yang
berkelanjutan. Pengembangan kawasan pariwisata harus selalu melindungi sumberdaya
yang ada karena sangat penting bagi keberhasilan wisata yang harus
memperlihatkan kualitas asli atau lokal dari tempat tersebut. Menurut Gunn
(1994), pengembangan daerah wisata harus memperhatikan semua sumber daya alam
dan budaya serta lingkungan agar tidak terjadinya degradasi. Melalui rencana
penataan tersebut diharapkan kawasan Danau Toba yang memiliki potensi
pariwisata yang tinggi akan dapat dilestarikan.
Untuk
mewujudkan tujuan dan sasaran pengembangan Kawasan Danau Toba dilakukan penyusunan
skenario pengembangan. Skenario pengembangan Kawasan Danau Toba merupakan
pernyataan akan kondisi yang diharapkan terealisasi di masa yang akan datang.
Selanjutnya, skenario ini akan menjadi rujukan bagi perumusan arah
pengembangan, strategi dan berbagai program yang dibutuhkan. Pada penyusunan
strategi pengembangan Kawasan Danau Toba ini ditentukan jangka waktu pencapaian
tujuan dan sasaran selama 20 tahun, melalui 4 tahap dengan setiap tahapnya
selama 5 tahun. Penentuan tersebut didasarkan pada potensi wilayah studi dan
perencanaan jangka menengah yang sesuai dengan masa jabatan kepala daerah.
Skenario disusun pada setiap tahapan untuk menunjukkan fokus dan penekanan
pengembangan selama proses pencapaian tujuan, yakni:
1.
Tahap pertama disebut sebagai tahap penguatan (Reinforcement),
karena pada dasarnya Kawasan Danau Toba sudah memiliki potensi sumber daya alam
dan modal pembangunan yang baik. Penguatan pada pada 5 (lima) tahun kedepan
dilakukan untuk memantapkan aspek–aspek yang sudah baik dan menguatkan komponen
pembangunan yang masih lemah. Pada tahap pembangunan pertama ini, ada 2 (dua)
skenario yang diharapkan dapat tercapai, yakni Danau Toba yang mulai dipulihkan
dan produk unggulan khas Kawasan Danau Toba
yang bernilai tambah tinggi. Kondisi danau yang mulai dipulihkan
menunjukkan adanya wujud pelaksanaan peraturan daerah tentang pengelolaan Danau
Toba yang telah disusun serta langkah awal untuk mengembalikan Danau Toba agar
layak menjadi pusat pertumbuhan pariwisata.
2.
Tahap kedua yakni tahap Pengembangan (Development),
kondisi yang diharapkan tercapai adalah Danau Toba yang telah bersih dan
berkembangnya sentra produksi produk khas Kawasan Danau Toba di setiap
kecamatannya. Kondisi Danau Toba yang telah bersih menunjukkan bahwa ia telah
siap untuk dikembangkan menjadi tujuan wisata pada tingkat lokal maupun
regional. Produk unggulan bernilai tinggi khas Kawasan Danau Toba yang telah
ada dikembangkan sehingga terbentuk sentra-sentra produksi. Produksi yang
tersentralisasi tersebut dikenal dan memiliki pasar secara regional.
3.
Tahap ketiga, atau tahap integrasi (integration), kondisi yang diharapkan tercapai
adalah Danau Toba telah berkembang menjadi destinasi wisata nasional yang
pengembangannya terintegrasi dengan sentra – sentra produksi lokal. Kondisi ini
menunjukkan bahwa dalam tahap ketiga ini pengembangan pariwisata dan sentra –
sentra produksi lokal tidak berjalan sendiri – sendiri, namun terkait satuma
lain. Dimana kegiatan pariwisata berkembang dengan memanfaatkan sumber daya
lokal dan produk khas lokal, sementara di satu sisi skala ekonomi sentra –
sentra produksi lokal meningkat dan produk khas Kawasan Danau Toba semakin
dikenal di skala nasional seiring dengan berkembangnya pariwisata.
4.
Tahap keempat, pengembangan wilayah, skenario pencapaian tujuan ini adalah kegiatan
pariwisata maupun produk usaha khas Kawasan Danau Toba yang telah meluas
(expansion) hingga pada skala global. Kondisi yang diharapkan tercapai pada
tahap Expansion ini adalah Danau Toba
menjadi destinasi wisata tingkat global dengan pemasaran sampai Asia-Pasifik.
Untuk mewujudkan pencapaian sasaran
strategis PUPR dilakukan Pendekatan Wilayah yang dituangkan dalam 35 Wilayah
Pengembangan Strategis, termasuk Kawasan Danau Toba. Pembangunan berbasis WPS
dan kawasan strategis merupakan suatu pendekatan pembangunan yang memadukan
antara pengembangan wilayah dengan “market
driven”, mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung lingkungan serta
memfokuskan pengembangan infrastruktur pada suatu wilayah strategis dalam rangka
mendukung percepatan pertumbuhan kawasan strategis dan mengurangi disparitas
antar kawasan. Untuk itu diperlukan Keterpaduan Perencanaan antara
Infrastruktur dengan pengembangan KawasanDanau Toba dan Sinkronisasi Program antar
infrastruktur yang mendukung pertumbuhan kawasan-kawasan di dalam Kawasan Danau
Toba (Fungsi, Lokasi, Waktu, Besaran, dan Dana). Sinkronisasi atau keterpaduan
program pembangunan infrastruktur di Kawasan Danau Toba merupakan upaya
penyesuaian antar program atau antar kegiatan pembangunan infrastruktur di
Kawasan Danau Toba yang saling berkaitan dalam rangka mewujudkan sasaran
pengembangan kawasan yang dituju. Identifikasi keterkaitan antar program
pembangunan infrastruktur ini dilakukan berdasarkan hubungan fungsional,
hubungan kedekatan lokasi, hubungan waktu pembangunan, dan hubungan alokasi
anggaran yang tersedia.
V.
Pembangunan pariwisata berkelanjutan memiliki tujuan mulia yang pembangunannya
bertolok ukur pada: a. prinsip keberlangsungan ekologi lingkungan dimana obyek
wisata itu berada; b. menjaga kelangsungan sosial budaya masyarakat. Ini
menjadi penting mengingat bahwa selain daya dukung lingkungan alam,
keberlangsungan sosial budaya masyarakat menjadi pilar utama dalam daya tarik
pariwisata; dan c. kelangsungan ekonomi, menjadi hal yang mutlak didapati
(diperoleh) oleh masyarakat dan daerah akibat – positif - dari pengembangan
pariwisata tersebut; dan keempat,
kemanfaatan baik untuk generasi sekarang maupun generasi yang akan
datang.
Pengembangan
wisata berkelanjutan yang berwawasan lingkungan di kawasan Danau Toba merupakan
satu bentuk pendekatan guna mewujudkan kawasan Danau Toba yang berkelanjutan,
yang melindungi sumber daya yang ada, yang keberhasilannya tetap memperhatikan
kualitas asli (lokal) dari kawasan Danau Toba tersebut, serta harus memperhatikan
semua sumber daya alam dan budaya serta lingkungan agar tidak terjadi degradasi.
Melalui pengembangan tersebut, diharapkan kawasan Danau Toba yang memiliki
potensi wisata yang tinggi akan tetap (dapat) dilestarikan.
Bahan bacaan:
Jimly Asshiddiqie, 2009, Green
Constitution: Nuansa Hijau Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, Penerbit: PT Rajagrafindo Persada (Rajawali Pers).
Keraf, Sonny, A.,
1998, Etika Bisnis Tuntutan dan
Relevansinya, Penerbit Kanisius.
Pendit,
Nyoman S, 1990, “Ilmu Pariwisata: Sebuah Pengantar Perdana”: PT Pradana
Paramhita; Jakarta
Yoeti,
A, Oka, 2008 “ Perencanaan dan Pengembangan Pariwisata” Penerbit PT Pradana Paramhita;
Jakarta
Team Leader : Ir. Hery Budianto, MSA, PhD, Inkubasi
Pengembangan Kawasan Danau Toba (bahan konsultasi publik), Desember 2015
Abdilah
Fitra dan Leksmono, S Maharani, 2001, Pengembangan
Kepariwisataan Berkelanjutan, Jurnal Ilmu Pariwisata Vol. 6, No, 1 Juli
2001
Anak
Agung Gde Djaja Bharuna S, Pola
Perencanaa Strategis Pembangunan Wisata
Alam Berkelanjutan Serta Berwawasan Lingkungan, Jurnal Bumi Lestari, Volume
9 No. 1, Februari 2009
Fransiska
Roslila Eva Purnama Pardede, Ida Bagus Suryawan , Strategi Pengelolaan Kabupaten Samosir Sebagai Daya Tarik Wisata Alam
di Provinsi Sumatera Utara, Jurnal Destinasi Pariwisata, Vol. 4 No. 1, 2016; ISSN: 2338-8811
Center For International Forestry Research (CIFOR) , Pembangunan Pariwisata
Berbasis Masyarakat, No. 19, Juni 2004
Joko Tri Haryanto, 2013, Pariwisata Berkelanjutan dan
Upaya Menciptakan New Leading Economy,
Proceedings of the 6th International
Conference of the Asian Academy of applied Business (AAAB)
Joko Tri Haryanto, Model
Pengembangan Ekowisata dalam Mendukung Kemandirian Ekonomi Daerah Studi Kasus
Provinsi DIY, Kawistra, Vol. 4 No. 3 Desember 2014; 217-286
Sri hayati, Revitalisasi
Sektor Pariwisata dalam Kerangka Otonomi Daerah: Pengembangan Pariwisata
Berkelanjutan Melalui Perspektif Ekonomi Terpadu
Regina Naomi Narulita, 2017, Urgensitas Pembahasan Kepariwisataan Dalam Program Legalisasi Nasional
Periode 2014-2019 ditinjau Dari Perspektif Politik Hukum
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapussalam sejahtra, mohon petunjuk pelanggaran pasal apa bagi perusahaan tambang batubara yang tidak mempekerjaan tenaga kerja masyaraakat setempat dan pencemaran lingkungan, terima kasih sebelumnya atas tanggapannya
BalasHapuskelinci99
BalasHapusTogel Online Terpercaya Dan Games Laiinnya Live Casino.
HOT PROMO NEW MEMBER FREECHIPS 5ribu !!
NEXT DEPOSIT 50ribu FREECHIPS 5RB !!
Ada Bagi2 Freechips Untuk New Member + Bonus Depositnya Loh ,
Yuk Daftarkan Sekarang Mumpung Ada Freechips Setiap Harinya
segera daftar dan bermain ya selain Togel ad juga Games Online Betting lain nya ,
yang bisa di mainkan dgn 1 userid saja .
yukk daftar di www.kelinci99.casino
Horas …. Horas … Horas …..
BalasHapusLiburan ke MEDAN, DANAU TOBA , PULAU SAMOSIR DAN BERASTAGI, hubungi Tiara Tours Indonesia. Harga terjamin MURAH & PELAYAN BERKUALITAS
Tersedia Car Rental Services.
Call / WA // : +62 813 8353 5091 , +62 857 6282 0068