Selasa, 19 Agustus 2014

Meminta Pertanggungjawaban Pidana Korporasi

MEMINTA PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI 


Oleh: Alvi Syahrin


Akhir-akhir ini muncul kritikan bahwa perkembangan diterapkannya pertanggungjawaban pidana korporasi telah menyebabkan ketakutan bagi para Direksi perusahaan karena mereka dapat dijutuhi hukuman pidana dalam menjalankan usahanya. Para pakar ada yang berpendapat hukuman (pemidanaan) bagi korporasi suatu kekeliruan atau sebuah kesalahan, pertanggungjawaban pidana tidak efesien dan harus dibatalkan cukup hanya menjatuhkan sanksi pidana dan meminta pertanggungjawaban kepada individu karyawan/pegawai korporasi dan agen korporasi. Akan tetapi, harus disadari bahwa korporasi bukan hanya sebagai suatu entitas fiksi belaka, namun perbuatan (usaha yang dilaksanakannya) sesuatu yang nyata dan dapat menyebabkan kerugian yang signifikan terhadap individu dan masyarakat luas.


Korporasi bukan sesuatu yang fiktif, mereka sangat kuat dan nyata serta dalam kenyataannya dapat mengakibatkan kerugian bagi individu dan masyarakat luas. Korporasi secara hukum diakui memiliki aset (harta), dapat membuat kontrak, menggugat, menuntut bahkan memiliki hak konstitusional. Korporasi dapat melakukan pelanggaran hukum dalam melaksanakan bisnisnya, seperti: menyuap, pelanggaran anti trust, menyebabkan pencemaran dan atau kerusakan lingkungan dan lain-lain merupakan bagian dari strategi bisnisnya atau standar prosedur dari operasi korporasi tersebut dalam hal untuk mendapatkan keuntungan bagi korporasi. Penjatuhan hukuman bagi korporasi merupakan konsekuensi dari pelanggaran hukum yang dilakukannya yang menyebabkan kerugian terhadap individu maupun masyarakat luas serta ketidakmampuan korporasi dalam mencegah terjadinya pelanggaran hukum dimaksud dan korporasi mendapat keuntungan atas pelanggaran hukum tersebut.

Penegakan hukum dan biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk mencegah terjadinya pelanggaran hukum yang dilakukan korporasi yang menyebabkan kerugian individu dan masyarakat luas menjadi beban keuangan negara, yang seyogianya biaya tersebut dapat digunakan untuk membiayai dana pendidikan, kesehatan dan meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat. Contohnya, pemerintah harus mengeluarkan biaya yang besar dalam penegakan hukum untuk mencegah terjadinya pencemaran dan atau kerusakan lingkungan, perlindungan terhadap konsumen guna kesehatan masyarakat, memerangi narkoba.

Perkembangan pemikiran untuk dapat dimintainya pertanggungjawaban pidana bagi korporasi mengalami perkembangan. Pertanggungjawaban pidana saat ini, diotorisasi lebih dari satu dasar untuk meminta pertanggungjawaban pidana korporasi, baik berdasarkan pertanggungjawaban atas respondeat superior maupun pertanggungjawaban atas kesalahan organisasi secara keseluruhan. Mengintegrasikan pertanggungjawaban pidana berdasarkan respondeat superior dan kesalahan organisasi korporasi berarti pertanggungjawaban pidana korporasi dapat berdasarkan atas dasar prilaku individu karyawan korporasi atau berdasarkan kegagalan korporasi dalam menjalankan organisasionalnya atau korporasi belum mengambil langkah-langkah yang memadai dalam mencegah terjadinya tindak pidana. Korporasi juga dapat diminta pertanggungjawaban pidana atas tindakan atau kelalaian yang dilakukan oleh "perwakilannya". "Perwakilan" korporasi termasuk para karyawan, para agen atau kontraktor serta dari beberapa perwakilan secara bersama-sama sehingga terwujud suatu tindak pidana.
Terhadap tindak pidana yang pertanggungjawaban pidananya mensyaratkan adanya mens rea dari pelakunya, maka korporasi dapat dimintai pertanggungjawaban dalam hal dilakukan maupun keterlibatan dari karyawan pada level tinggi (senior official). Hal ini sejalan dengan perluasan pertanggungjawaban pidana korporasi atas perbuatan para karyawannya termasuk memperluas pengertian dari orang/karyawan pada level tinggi  (senior official) yang dianggap sebagai yang mengarahkan pikiran (directing mind) termasuk orang atau karyawanyang memainkan peran penting dalam pembentukan kebijakan organisasi atau bertanggungjawab untuk mengelola jalannya kegiatan operasional korporasi.  Selanjutnya, korporasi juga dimintai pertanggungjawaban dalam hal terjadinya pembiaran termasuk kegagalan seorang pejabat senior (senior official) untuk mengambil langkah-langkah pencegahan karena mengetahui bahwa seseorang wakil dari perusahaan (karyawannya) itu akan melakukan pelanggaran.
Perkembangan selanjutnya, dapat dimintakannya pertanggungjawaban pidana bagi korporasi tidak hanya didasarkan kepada keadaan mental (mens rea) tetapi dilihat dari perilaku korporasi. Perilaku korporasi dapat berupa kelalaian yang terjadi dalam hal secara keseluruhan (dalam hal ini dengan menghimpun tingkah laku karyawan, agen atau pejabat) menyebabkan terjadinya tindak pidana, atau manajemen memperlihatkan tindakan yang tidak memadai atau gagal menyediakan sistem yang layak untuk memastikan informasi yang akan diterima para karyawan yang melaksanakan operasional/jalannya korporasi sehingga menyebabkan terjadinya tindak pidana, karena korporasi dianggap sebagai "mendorong", "mengarahkan", "mentoleransi atau menyebabkan ketidak patuhan" terjadinya tindak pidana.

--o0o--

Tidak ada komentar:

Posting Komentar