KARAKTERISTIK
ILMU HUKUM
Oleh: Alvi Syahrin
Ilmu
Hukum memiliki karakter yang khas (sui generis) yang sifatnya normatif, praktis
dan preskriptif, menjadikan metode kajian ilmu hukum akan berkaitan dengan apa
yang seyogianya atau apa yang seharusnya, sehingga metode dan prosedur
penelitian dalam ilmu-ilmu alamiah dan ilmu sosial tidak dapat diterapkan untuk
ilmu hukum. Hal ini menjadikan Ilmuan hukum harus menegaskan: dengan cara apa
ia membangun teorinya, menyajikan langkah-langkahnya agar pihak lain dapat
mengontrol teorinya dan mempertanggungjawabkan mengapa memilih cara yang
demikian.
Ilmu
hukum menempati kedudukan istimewa dalam klasifikasi ilmu karena mempunyai
sifat yang normatif dan mempunyai pengaruh langsung terhadap kehidupan manusia
dan masyarakat yang terbawa oleh sifat dan problematikanya. Keadaan yang
berpengaruh langsung terhadap kehidupan manusia dan masyarakat mengakibatkan
sebagian ahli hukum Indonesia berupaya mengempiriskan ilmu hukum melalui
kajian-kajian sosiologik, bahkan upaya tersebut sampai kepada menerapkan
metode-metode penelitian sosial ke dalam kajian hukum (normatif).
Menerapkan (memaksakan) metode
penelitian sosial terhadap penelitian hukum, menimbulkan kejanggalan-kejanggalan
(dalam arti telah terjadi kekeliruan), misalnya: menggunakan kata bagaimana, seberapa
jauh, seberapa efektif (dan lain-lain
yang menggambarkan pada kajian ilmu sosial/gejala sosial) dalam perumusan
masalah; menggunakan kata: sumber data, teknik
pengumpulan data, analisis data, populasi dan sampling. Penggunaan
kata-kata tersebut menunjukkan kepada studi-studi sosial tentang hukum, hukum
sebagai gejala sosial, dan induk ilmunya yaitu ilmu sosial bukan ilmu hukum. Seharusnya,
pengkajian ilmu hukum tersebut beranjak dari hakikat keilmuan ilmu hukum.
Mempelajari
hukum bertitik anjak dari memahami kondisi instrinsik aturan-aturan hukum.
Kondisi intrinsik aturan-aturan hukum tersebut dipelajari tentang
gagasan-gagasan hukum yang bersifat mendasar, universal umum, dan teoritis
serta landasan pemikiran yang mendasarinya.
Landasan pemikiran tersebut terkait dengan berbagai konsep mengenai
kebenaran, pemahaman dan makna, serta nilai-nilai atau prinsip-prinsip moral.
Dengan demikian, tugas ilmu hukum (jurisprudence)
yaitu menemukan prinsip-prinsip umum yang menjelaskan bangunan dunia hukum.[1]
Ilmu
hukum tidak dapat di klassifikasikan ke dalam ilmu sosial yang bidang kajiannya
kebenaran empiris, sebab ilmu sosial tidak memberi ruang bagi menciptakan
konsep hukum, ia (ilmu sosial) hanya berkaitan dengan implementasi konsep hukum
dan selalu hanya memberikan perhatiaannya kepada kepatuhan individu terhadap
atauran hukum. Demikian juga dengan ilmu hukum tidak dapat diklassifikasikan ke
dalam ilmu humaniora, sebab ilmu humaniora tidak memberikan tempat untuk mempelajari
hukum sebagai aturan tingkah laku sosial, hukum hanya dipelajari dalam
kaitannya dengan etika dan moralitas.
Tugas
ilmu hukum membahas hukum dari semua aspek. Ilmu sosial maupun ilmu humaniora
hanya memandang hukum dari sudut pandang keilmuannya, sehingga tidak tepat
untuk mengkalssifikasikan ilmu hukum sebagi ilmu sosial atau ilmu humaniora.
Ilmu hukum sebagai ilmu yang bersifat sui
generis yakni tidak ada bentuk ilmu lain yang dapat dibandingkan dengan
ilmu hukum. Ilmu hukum hanya satu untuk jenisnya sendiri.
Ilmu
hukum hukum tidak mencari fakta historis dan hubungan-hubungan sosial
sebagaimana yang terdapat dalam penelitian sosial. Ilmu hukum berurusan dengan
preskripsi-preskripsi hukum, putusan-putusan yang bersifat hukum, dan
materi-materi yang diolah dari kebiasaan-kebiasaan. Oleh Paul Scholten, ilmu
hukum bagi legislator terkait dengan hukum in
abstracto, dan bagi hakim memberikan pedoman dalam menangani perkara dan
menetapkan fakta-fakta yang kabur. Dengan demikian, ilmu hukum mempunyai karakter
preskriptif dan sekaligus sebagai ilmu terapan.
-o0o-
[1]
Sosiologi hukum berbeda dengan mazhab sosiologis. Sosiologi hukum merupakan
cabang sosiologis, sedangkan mazhab sosiologis merupakan satu dari mazhab dalam
ilmu hukum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar