Catatan terhadap Pasal 99 ayat (1) UUPPLH
setelah berlakunya Undang-Undang Cipta Kerja
1.
Pasal 99 ayat (1) UUPPLH, berbunyi:
“Setiap orang yang karena kelalaiannya mengakibatkan dilampauinya baku mutu
udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan
hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling
lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).”
Penjelasan: Cukup jelas.
2. Bahwa arah kebijakan pengaturan mengenai penegakan hukum lingkungan dan kehutanan sejak berlakunya UU Cipta Kerja dipandang sebagai suatu ultimum remedium atau sebagai upaya yang harus dipergunakan sebagai upaya terakhir untuk memperbaiki kelakuan manusia (orang) dan wajarlah apabila orang menghendaki agar hukum pidana dalam penerapannya haruslah disertai dengan pembatasan-pembatasan seketat mungkin.
3. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 22 angka 32 UU
Cipta Kerja yang di antara Pasal 82 dan Pasal 83 disisipkan 3 (tiga) Pasal,
yakni Pasal 82A, Pasal 82B dan Pasal 82C.
Pasal 82A UU
Cipta Kerja, berbunyi:
Setiap orang yang
melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki:
a.
Perizinan Berusaha, atau Persetujuan Pemerintah Pusat
atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (5), Pasal 34
ayat (3), Pasal 59 ayat (1) atau Pasal 59 ayat (4); atau
b. persetujuan dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) huruf b;
dikenai sanksi
administratif.
Penjelasan: Cukup jelas.
Pasal 82B UU
Cipta Kerja, berbunyi:
(1)
Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang
memiliki:
a. Perizinan Berusaha, atau Persetujuan Pemerintah Pusat
atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (5), Pasal 34
ayat (3), Pasal 59 ayat (1), atau pasal 59 ayat (4);
b. persetujuan dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) huruf b; atau
c. persetujuan dari Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 61 ayat (1);
yang tidak sesuai dengan
kewajiban dalam Perizinan Berusaha, atau Persetujuan Pemerintah Pusat atau
Pemerintah Daerah, dan/atau melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, dikenai sanksi
administratif.
(2) Setiap orang yang melakukan pelanggaran larangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69, yaitu:
a. melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran
dan/atau perusakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam pasal 69 huruf
a, dimana perbuatan tersebut dilakukan karena kelalaian dan tidak mengakibatkan
bahaya kesehatan manusia dan/atau luka dan/atau luka berat, dan/atau matinya
orang dikenai sanksi administratif dan mewajibkan kepada Penanggung Jawab
perbuatan itu untuk melakukan pemulihan fungsi lingkungan hidup dan/atau
tindakan lain yang diperlukan; atau
b. menyusun Amdal tanpa memiliki sertifikat kompetensi penyusun
Amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 huruf i dikenai sanksi administratif.
(3) Setiap orang yang karena kelalaiannya
melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien,
baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan
hidup yang tidak sesuai dengan Perizinan Berusaha yang dimilikinya dikenai sanksi
administratif.
Penjelasan: Cukup jelas
Pasal 82C UU Cipta Kerja, berbunyi:
(1)
Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82A
dan Pasal 82B ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) berupa:
a.
teguran tertulis;
b.
paksaan pemerintah;
c.
denda administratif;
d.
pembekuan Perizinan Berusaha; dan/atau
e.
pencabutan Perizinan Berusaha.
(2)
Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, jenis, besaran
denda, dan tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Penjelasan: Cukup jelas.
4.
Sandingan Pasal 99 ayat (1) UUPPLH dengan Pasal
82B ayat (3) UUPPLH
Pasal 99 ayat (1) UUPPLH |
Pasal 82B ayat (3) UUPPLH |
“Setiap orang yang karena kelalaiannya
mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu
air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga)
tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan
paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).” Penjelasan: Cukup
jelas. |
Setiap orang yang karena
kelalaiannya melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya
baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku
kerusakan lingkungan hidup yang tidak sesuai dengan Perizinan Berusaha yang
dimilikinya dikenai sanksi administratif. Penjelasan:
Cukup jelas. |
Berdasarkan
ketentuan Pasal 22 angka 32 UU Cipta Kerja yang di antara
Pasal 82 dan Pasal 83 disisipkan 3 (tiga) Pasal, yakni Pasal 82A, Pasal 82B dan
Pasal 82C kemudian dikaitkan asas ultimum remedium, serta ada dua
perbuatan yang sama mengatur sanksi yang berbeda, sebagaimana di atur dalam
Pasal 99 ayat (1) UUPPLH dengan Pasal 82 ayat (3) UUPPLH, maka dapat dikemukakan bahwa:
a. tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 99
ayat (1) UUPPLH setelah berlakunya UU Cipta Kerja juga di atur dalam Pasal 83B
ayat (3) UUPPLH, yang sanksinya berupa sanksi administratif.
b. Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99
ayat (1) UUPPLH (sebelum berlakunya UU Cipta Kerja), dengan berlakunya UU Cipta
Kerja menjadi pelanggaran administratif sebagaimana di atur dalam Pasal 82A
UUPPLH;
c. Dengan berlakunya UU Cipta Kerja, arah kebijakan
pengaturan mengenai penegakan hukum lingkungan hidup dan kehutanan (dalam hal
ini UUPPLH) menerapkan asas ultimum remedium yakni penegakan hukum
pidana sebagai upaya yang harus dipergunakan sebagai upaya terakhir.
Dengan
demikian, jika terjadi perbuatan karena
kelalaiannya melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu
udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan
lingkungan hidup yang
telah terjadi (tempus delicti-nya terjadi) pada saat belum berlakunya UU Cipta
Kerja dan kemudian dengan
berlakunya UU Cipta Kerja (yang berdasarkan Pasal
186 UU Cipta Kerja yang mengatur bahwa Undang-Undang Cipta Kerja ini mulai
berlaku pada tanggal diundangkan, yakni tanggal 2 November 2020), maka diberlakukan
ketentuan Pasal 1 ayat (2) KUHP dan asas ultimum remedium, sehingga
proses penyelidikan oleh penyidik (penegakan hukum pidana) terkait Pasal 99
ayat (1) UUPPLH harus merupakan upaya terakhir, yang diutamakan yakni penegakan
hukum administrasi sebagaimana di atur dalam Pasal 82B ayat (3) UUPPLH.
-o0o-
Bahwa arah kebijakan pengaturan mengenai penegakan hukum lingkungan dan kehutanan sejak berlakunya UU Cipta Kerja dipandang sebagai suatu ultimum remedium
BalasHapus