Sabtu, 17 April 2021

 

Catatan terhadap Pasal 99 ayat (1) UUPPLH 

setelah berlakunya Undang-Undang Cipta Kerja


1.      Pasal 99 ayat (1) UUPPLH, berbunyi:

“Setiap orang yang karena kelalaiannya mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).”

 

Penjelasan: Cukup jelas.

 

2.  Bahwa arah kebijakan pengaturan mengenai penegakan hukum lingkungan dan kehutanan sejak berlakunya UU Cipta Kerja dipandang sebagai suatu ultimum remedium atau sebagai upaya yang harus dipergunakan sebagai upaya terakhir untuk memperbaiki kelakuan manusia (orang) dan wajarlah apabila orang menghendaki agar hukum pidana dalam penerapannya haruslah disertai dengan pembatasan-pembatasan seketat mungkin.

3.      Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 22 angka 32 UU Cipta Kerja yang di antara Pasal 82 dan Pasal 83 disisipkan 3 (tiga) Pasal, yakni Pasal 82A, Pasal 82B dan Pasal 82C.

Pasal 82A UU Cipta Kerja, berbunyi:

Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki:

a.       Perizinan Berusaha, atau Persetujuan Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (5), Pasal 34 ayat (3), Pasal 59 ayat (1) atau Pasal 59 ayat (4); atau

b. persetujuan dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) huruf b;

dikenai sanksi administratif.

 

Penjelasan: Cukup jelas.

 

Pasal 82B UU Cipta Kerja, berbunyi:

(1)    Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang memiliki:

a.  Perizinan Berusaha, atau Persetujuan Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (5), Pasal 34 ayat (3), Pasal 59 ayat (1), atau pasal 59 ayat (4);

b.  persetujuan dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) huruf b; atau

c.   persetujuan dari Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1);

yang tidak sesuai dengan kewajiban dalam Perizinan Berusaha, atau Persetujuan Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah, dan/atau melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, dikenai sanksi administratif.

(2) Setiap orang yang melakukan pelanggaran larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69, yaitu:

a.     melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam pasal 69 huruf a, dimana perbuatan tersebut dilakukan karena kelalaian dan tidak mengakibatkan bahaya kesehatan manusia dan/atau luka dan/atau luka berat, dan/atau matinya orang dikenai sanksi administratif dan mewajibkan kepada Penanggung Jawab perbuatan itu untuk melakukan pemulihan fungsi lingkungan hidup dan/atau tindakan lain yang diperlukan; atau

b.  menyusun Amdal tanpa memiliki sertifikat kompetensi penyusun Amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 huruf i dikenai sanksi administratif.

(3) Setiap orang yang karena kelalaiannya melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup yang tidak sesuai dengan Perizinan Berusaha yang dimilikinya dikenai sanksi administratif.

 

Penjelasan: Cukup jelas

Pasal 82C UU Cipta Kerja, berbunyi:

(1)    Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82A dan Pasal 82B ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) berupa:

a.         teguran tertulis;

b.         paksaan pemerintah;

c.         denda administratif;

d.         pembekuan Perizinan Berusaha; dan/atau

e.         pencabutan Perizinan Berusaha.

(2)    Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, jenis, besaran denda, dan tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

 

Penjelasan: Cukup jelas.                                                                   

 

 

4.      Sandingan Pasal 99 ayat (1) UUPPLH dengan Pasal 82B ayat (3) UUPPLH

Pasal 99 ayat (1) UUPPLH

Pasal 82B ayat (3) UUPPLH

Setiap orang yang karena kelalaiannya mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).”

 

Penjelasan: Cukup jelas.

Setiap orang yang karena kelalaiannya melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup yang tidak sesuai dengan Perizinan Berusaha yang dimilikinya dikenai sanksi administratif.

 

Penjelasan: Cukup jelas.


Berdasarkan ketentuan
Pasal 22 angka 32 UU Cipta Kerja yang di antara Pasal 82 dan Pasal 83 disisipkan 3 (tiga) Pasal, yakni Pasal 82A, Pasal 82B dan Pasal 82C kemudian dikaitkan asas ultimum remedium, serta ada dua perbuatan yang sama mengatur sanksi yang berbeda, sebagaimana di atur dalam Pasal 99 ayat (1) UUPPLH dengan Pasal 82 ayat (3) UUPPLH, maka dapat dikemukakan bahwa:

a.   tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 99 ayat (1) UUPPLH setelah berlakunya UU Cipta Kerja juga di atur dalam Pasal 83B ayat (3) UUPPLH, yang sanksinya berupa sanksi administratif.

b.    Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 ayat (1) UUPPLH (sebelum berlakunya UU Cipta Kerja), dengan berlakunya UU Cipta Kerja menjadi pelanggaran administratif sebagaimana di atur dalam Pasal 82A UUPPLH;

c.  Dengan berlakunya UU Cipta Kerja, arah kebijakan pengaturan mengenai penegakan hukum lingkungan hidup dan kehutanan (dalam hal ini UUPPLH) menerapkan asas ultimum remedium yakni penegakan hukum pidana sebagai upaya yang harus dipergunakan sebagai upaya terakhir.

 

Dengan demikian, jika terjadi perbuatan karena kelalaiannya melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup  yang telah terjadi (tempus delicti-nya terjadi) pada saat belum berlakunya UU Cipta Kerja dan kemudian dengan berlakunya UU Cipta Kerja (yang berdasarkan Pasal 186 UU Cipta Kerja yang mengatur bahwa Undang-Undang Cipta Kerja ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan, yakni tanggal 2 November 2020), maka diberlakukan ketentuan Pasal 1 ayat (2) KUHP dan asas ultimum remedium, sehingga proses penyelidikan oleh penyidik (penegakan hukum pidana) terkait Pasal 99 ayat (1) UUPPLH harus merupakan upaya terakhir, yang diutamakan yakni penegakan hukum administrasi sebagaimana di atur dalam Pasal 82B ayat (3) UUPPLH.

-o0o-

1 komentar:

  1. Bahwa arah kebijakan pengaturan mengenai penegakan hukum lingkungan dan kehutanan sejak berlakunya UU Cipta Kerja dipandang sebagai suatu ultimum remedium

    BalasHapus