Catatan terhadap Pasal 105 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan sehubungan dengan berlakunya UU Cipta Kerja
1.
Pasal 105 UUPerkebunan, berbunyi:
“Setiap Perusahaan Perkebunan yang melakukan usaha budi daya Tanaman
Perkebunan dengan luasan skala tertentu dan/atau usaha Pengolahan Hasil
Perkebunan dengan kapasitas pabrik tertentu yang tidak memiliki izin Usaha
Perkebunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah)”.
Penjelasan: Cukup jelas.
2. Pasal 47 ayat (1) UUPerkebunan, berbunyi:
“(1) Perusahaan
Perkebunan yang melakukan usaha budi daya Tanaman Perkebunan dengan luasan
skala tertentu dan/atau usaha Pengolahan Hasil Perkebunan dengan kapasitas
pabrik tertentu wajib memiliki izin Usaha Perkebunan” .
Penjelasan:
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan " skala tertentu" adalah Usaha Perkebunan
yang dilakukan oleh Perusahaan Perkebunan sesuai dengan skala usaha yang
ditetapkan oleh Menteri.
Yang dimaksud dengan "kapasitas pabrik tertentu" adalah kapasitas
minimal unit pengolahan Hasil Perkebunan yang ditetapkan oleh Menteri.
Berdasarkan Pasal 29 angka 15 UU Cipta Kerja,
Pasal 47 ayat (1) diubah, sehingga berbunyi:
“(1) Perusahaan
Perkebunan yang melakukan usaha budi daya Tanaman Perkebunan dengan luasan
skala tertentu dan/atau usaha Pengolahan Hasil Perkebunan dengan kapasitas
pabrik tertentu wajib memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat.”
Penjelasan:
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan " skala tertentu" adalah Usaha Perkebunan
yang dilakukan oleh Perusahaan Perkebunan sesuai dengan skala usaha yang
ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
Yang dimaksud dengan "kapasitas pabrik tertentu" adalah kapasitas
minimal unit pengolahan Hasil Perkebunan yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
3. Berdasarkan Pasal 29 angka 32 UU Cipta Kerja, bahwa
Pasal 105 UU No. 39/2014 dinyatakan dihapus.
4.
Memperhatikan ketentuan Pasal 186 UU Cipta Kerja
yang mengatur bahwa Undang-Undang Cipta Kerja ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan, yakni tanggal 2 November 2020, serta dikaitkan dengan asas
legalitas yang tujuannya untuk kepastian hukum yang juga mengisyaratkan hukum
utama dalam hukum pidana Indonesia adalah Undang-undang, maka dengan di
hapusnya Pasal 105 UUPerkebunan oleh Pasal 29 angka 32 UU Cipta Kerja,
ketentuan Pasal 105 UUPerkebunan tidak mempunyai kekuatan hukum lagi, artinya
ditafsirkan bahwa perusahaan perkebunan yang melakukan usaha budi daya Tanaman Perkebunan dengan
luasan skala tertentu dan/atau usaha Pengolahan Hasil Perkebunan dengan
kapasitas pabrik tertentu yang tidak memiliki izin Usaha Perkebunan, bukan
merupakan tindak pidana lagi.
5. Ketentuan Pasal 105 UUPerkebunan sudah dinyatakan di
hapus dan terhadap perusahaan perkebunan yang melakukan usaha budi daya Tanaman Perkebunan dengan
luasan skala tertentu dan/atau usaha Pengolahan Hasil Perkebunan dengan
kapasitas pabrik tertentu yang tidak memiliki izin Usaha Perkebunan, bukan
merupakan tindak pidana lagi,
apakah terhadap perusahaan perkebunan yang melakukan usaha budi daya
Tanaman Perkebunan dengan luasan skala tertentu dan/atau usaha Pengolahan Hasil
Perkebunan dengan kapasitas pabrik tertentu yang tidak memiliki izin Usaha
Perkebunan, yang perbuatannya dilakukan
(tempus delicti) sebelum berlakunya UU Cipta Kerja juga tetap dapat
dimintakan pertanggungjawaban pidana atau dapat dituntut dan dijatuhi hukuman?
6. Bahwa memperhatikan ketentuan Pasal 1 ayat (1) KUHP
yang di dalamnya terkandung asas legalitas dan Pasal 1 ayat (2) KUHP yang
didalamnya terkandung penyimpangan dari larangan berlaku surut hukum pidana,
sepanjang mengenai hal bahwa hukum yang baru lebih menguntungkan bagi tersangka
daripada hukum yang lama, yaitu apabila seorang pelanggar hukum pidana belum
diputus perkaranya oleh hakim dalam putusan terakhir. Kemudian, dengan adanya
pengecualian bagi larangan berlaku surutnya hukum pidana yakni dalam hal
terjadi perubahan undang-undang sesudah perbuatan dilakukan, undang-undang
pidana dapat “berlaku surut” untuk diterapkan pada perbuatan yang sudah ada
sebelumnya hanya jika perubahan undang-undang pidana itu lebih
menguntungkan bagi tersangka, terdakwa, atau terpidana, maka jika terjadi
(situasinya) sudah ada ketentuan pidana ketika seseorang telah melakukan
perbuatan yang ada aturannya tersebut, terjadi suatu perubahan atas ketentuan
tersebut, misalnya:
(a) ketentuan pidana itu
dihapuskan;
(b) tetap ada, tetapi ancaman pidananya berubah ringan atau lebih berat;
(c) jenis tindak pidananya berubah
yang semula jenis yang lebih serius menjadi lebih ringan atau sebaliknya;
(d) semula tindak pidana aduan
menjadi biasa atau sebaliknya, atau unsur-unsur tindak pidana itu bertambah
atau sebaliknya,
serta memperhatikan
substansi Pasal 1 ayat (2) KUHP yang berbunyi:
“Jika terjadi perubahan
peraturan perundang-undangan setelah terjadinya tindak pidana, ketentuan yang
paling menguntungkan harus diterapkan terhadap terdakwa”
kemudian lagi
memperhatikan pendapat Wirjono Prodjodikoro, menyatakan bahwa Pasal 1 ayat (2)
KUHP merupakan penyimpangan dari larangan berlaku surut hukum pidana, sepanjang
mengenai hal bahwa hukum yang baru lebih menguntungkan bagi tersangka daripada
hukum yang lama, yaitu apabila seorang pelanggar hukum pidana belum diputus
perkaranya oleh hakim dalam putusan terakhir, maka dapat dikemukan atau
disimpulkan bahwa:
a. Dalam hal terdapat perubahan
peraturan perundang-undangan sesudah perbuatan itu terjadi, diberlakukan
peraturan perundang-undangan yang baru, kecuali ketentuan perundang-undangan
yang lama menguntungkan bagi pelaku dan pembantu tindak pidana;
b. dalam hal perbuatan yang
terjadi tidak lagi merupakan tindak pidana menurut peraturan perundang-undangan
yang baru, proses hukum terhadap tersangka atau terdakwa harus dihentikan demi
hukum.
Dengan demikian, dalam hal perbuatan yang terjadi
sebagaimana diatur dalam Pasal 105 UUPerkebunan sebelum berlakunya UU Cipta
Kerja, dan pada saat pemeriksaan perkara (penyelidikan) telah berlaku UU Cipta
Kerja yang menghapus ketentuan Pasal 105 UUPerkebunan sehingga yang melakukan usaha budi daya
Tanaman Perkebunan dengan luasan skala tertentu dan/atau usaha Pengolahan Hasil
Perkebunan dengan kapasitas pabrik tertentu yang tidak memiliki izin Usaha
Perkebunan yang telah tidak lagi
merupakan tindak pidana, maka proses hukum penyelidikan (penegakan hukum
pidana) terkait Pasal 105 UUPerkebunan dapat dihentikan demi hukum.
Setiap Perusahaan Perkebunan yang melakukan usaha budi daya Tanaman Perkebunan dengan luasan skala tertentu dan/atau usaha Pengolahan Hasil Perkebunan dengan kapasitas pabrik tertentu
BalasHapusCatatan terhadap Pasal 105 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan sehubungan dengan berlakunya UU Cipta Kerja
BalasHapusvisit Tel-U
Yang dimaksud dengan " skala tertentu" adalah Usaha Perkebunan yang dilakukan oleh Perusahaan Perkebunan sesuai dengan skala usaha yang ditetapkan oleh Menteri.
BalasHapusplease visit link Tel-U