Sabtu, 17 April 2021

 Catatan terhadap Pasal 105 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan sehubungan dengan berlakunya UU Cipta Kerja

 

1.      Pasal 105 UUPerkebunan, berbunyi:

“Setiap Perusahaan Perkebunan yang melakukan usaha budi daya Tanaman Perkebunan dengan luasan skala tertentu dan/atau usaha Pengolahan Hasil Perkebunan dengan kapasitas pabrik tertentu yang tidak memiliki izin Usaha Perkebunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)”.

 

Penjelasan: Cukup jelas.

 

2.      Pasal 47 ayat (1) UUPerkebunan, berbunyi:

“(1)  Perusahaan Perkebunan yang melakukan usaha budi daya Tanaman Perkebunan dengan luasan skala tertentu dan/atau usaha Pengolahan Hasil Perkebunan dengan kapasitas pabrik tertentu wajib memiliki izin Usaha Perkebunan” .

 

Penjelasan:

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan " skala tertentu" adalah Usaha Perkebunan yang dilakukan oleh Perusahaan Perkebunan sesuai dengan skala usaha yang ditetapkan oleh Menteri.

Yang dimaksud dengan "kapasitas pabrik tertentu" adalah kapasitas minimal unit pengolahan Hasil Perkebunan yang ditetapkan oleh Menteri.

                          

Berdasarkan Pasal 29 angka 15 UU Cipta Kerja, Pasal 47 ayat (1) diubah, sehingga berbunyi:

“(1)   Perusahaan Perkebunan yang melakukan usaha budi daya Tanaman Perkebunan dengan luasan skala tertentu dan/atau usaha Pengolahan Hasil Perkebunan dengan kapasitas pabrik tertentu wajib memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat.”

 

Penjelasan:

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan " skala tertentu" adalah Usaha Perkebunan yang dilakukan oleh Perusahaan Perkebunan sesuai dengan skala usaha yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.

Yang dimaksud dengan "kapasitas pabrik tertentu" adalah kapasitas minimal unit pengolahan Hasil Perkebunan yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.

 

3.     Berdasarkan Pasal 29 angka 32 UU Cipta Kerja, bahwa Pasal 105 UU No. 39/2014 dinyatakan dihapus.

 

4.      Memperhatikan ketentuan Pasal 186 UU Cipta Kerja yang mengatur bahwa Undang-Undang Cipta Kerja ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan, yakni tanggal 2 November 2020, serta dikaitkan dengan asas legalitas yang tujuannya untuk kepastian hukum yang juga mengisyaratkan hukum utama dalam hukum pidana Indonesia adalah Undang-undang, maka dengan di hapusnya Pasal 105 UUPerkebunan oleh Pasal 29 angka 32 UU Cipta Kerja, ketentuan Pasal 105 UUPerkebunan tidak mempunyai kekuatan hukum lagi, artinya ditafsirkan bahwa perusahaan perkebunan yang melakukan usaha budi daya Tanaman Perkebunan dengan luasan skala tertentu dan/atau usaha Pengolahan Hasil Perkebunan dengan kapasitas pabrik tertentu yang tidak memiliki izin Usaha Perkebunan, bukan merupakan tindak pidana lagi.

 

5.  Ketentuan Pasal 105 UUPerkebunan sudah dinyatakan di hapus dan terhadap perusahaan perkebunan yang melakukan usaha budi daya Tanaman Perkebunan dengan luasan skala tertentu dan/atau usaha Pengolahan Hasil Perkebunan dengan kapasitas pabrik tertentu yang tidak memiliki izin Usaha Perkebunan, bukan merupakan tindak pidana lagi, apakah terhadap perusahaan perkebunan yang melakukan usaha budi daya Tanaman Perkebunan dengan luasan skala tertentu dan/atau usaha Pengolahan Hasil Perkebunan dengan kapasitas pabrik tertentu yang tidak memiliki izin Usaha Perkebunan, yang perbuatannya dilakukan (tempus delicti) sebelum berlakunya UU Cipta Kerja juga tetap dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana atau dapat dituntut dan dijatuhi hukuman?

 

6.  Bahwa memperhatikan ketentuan Pasal 1 ayat (1) KUHP yang di dalamnya terkandung asas legalitas dan Pasal 1 ayat (2) KUHP yang didalamnya terkandung penyimpangan dari larangan berlaku surut hukum pidana, sepanjang mengenai hal bahwa hukum yang baru lebih menguntungkan bagi tersangka daripada hukum yang lama, yaitu apabila seorang pelanggar hukum pidana belum diputus perkaranya oleh hakim dalam putusan terakhir. Kemudian, dengan adanya pengecualian bagi larangan berlaku surutnya hukum pidana yakni dalam hal terjadi perubahan undang-undang sesudah perbuatan dilakukan, undang-undang pidana dapat “berlaku surut” untuk diterapkan pada perbuatan yang sudah ada sebelumnya hanya jika perubahan undang-undang pidana itu lebih menguntungkan bagi tersangka, terdakwa, atau terpidana, maka jika terjadi (situasinya) sudah ada ketentuan pidana ketika seseorang telah melakukan perbuatan yang ada aturannya tersebut, terjadi suatu perubahan atas ketentuan tersebut, misalnya:

(a)  ketentuan pidana itu dihapuskan;

(b) tetap ada, tetapi ancaman pidananya berubah ringan atau lebih berat;

(c)   jenis tindak pidananya berubah yang semula jenis yang lebih serius menjadi lebih ringan atau sebaliknya;

(d) semula tindak pidana aduan menjadi biasa atau sebaliknya, atau unsur-unsur tindak pidana itu bertambah atau sebaliknya,

serta memperhatikan substansi Pasal 1 ayat (2) KUHP yang berbunyi:

“Jika terjadi perubahan peraturan perundang-undangan setelah terjadinya tindak pidana, ketentuan yang paling menguntungkan harus diterapkan terhadap terdakwa”

kemudian lagi memperhatikan pendapat Wirjono Prodjodikoro, menyatakan bahwa Pasal 1 ayat (2) KUHP merupakan penyimpangan dari larangan berlaku surut hukum pidana, sepanjang mengenai hal bahwa hukum yang baru lebih menguntungkan bagi tersangka daripada hukum yang lama, yaitu apabila seorang pelanggar hukum pidana belum diputus perkaranya oleh hakim dalam putusan terakhir, maka dapat dikemukan atau disimpulkan bahwa:

a.  Dalam hal terdapat perubahan peraturan perundang-undangan sesudah perbuatan itu terjadi, diberlakukan peraturan perundang-undangan yang baru, kecuali ketentuan perundang-undangan yang lama menguntungkan bagi pelaku dan pembantu tindak pidana;

b.  dalam hal perbuatan yang terjadi tidak lagi merupakan tindak pidana menurut peraturan perundang-undangan yang baru, proses hukum terhadap tersangka atau terdakwa harus dihentikan demi hukum.

Dengan demikian, dalam hal perbuatan yang terjadi sebagaimana diatur dalam Pasal 105 UUPerkebunan sebelum berlakunya UU Cipta Kerja, dan pada saat pemeriksaan perkara (penyelidikan) telah berlaku UU Cipta Kerja yang menghapus ketentuan Pasal 105 UUPerkebunan sehingga yang melakukan usaha budi daya Tanaman Perkebunan dengan luasan skala tertentu dan/atau usaha Pengolahan Hasil Perkebunan dengan kapasitas pabrik tertentu yang tidak memiliki izin Usaha Perkebunan yang telah tidak lagi merupakan tindak pidana, maka proses hukum penyelidikan (penegakan hukum pidana) terkait Pasal 105 UUPerkebunan dapat dihentikan demi hukum.

 

--o0o--

3 komentar:

  1. Setiap Perusahaan Perkebunan yang melakukan usaha budi daya Tanaman Perkebunan dengan luasan skala tertentu dan/atau usaha Pengolahan Hasil Perkebunan dengan kapasitas pabrik tertentu

    BalasHapus
  2. Catatan terhadap Pasal 105 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan sehubungan dengan berlakunya UU Cipta Kerja
    visit Tel-U

    BalasHapus
  3. Yang dimaksud dengan " skala tertentu" adalah Usaha Perkebunan yang dilakukan oleh Perusahaan Perkebunan sesuai dengan skala usaha yang ditetapkan oleh Menteri.
    please visit link Tel-U

    BalasHapus