METODE PENELITIAN HUKUM
DAN SISTEMATIKA PENULISAN DISERTASI ILMU
HUKUM
----------------------------------------------------------
Oleh:
Alvi Syahrin, Prof.Dr.MS.SH
Guru Besar Hukum Pidana/Lingkungan Fakultas Hukum USU Medan
I.
Para
sarjana hukum mempunyai cara berpikir yang khas yaitu juridisch denken berdasarkan konsep, asas dan sistematika hukum
yang dikenalnya. Cara berpikir seperti ini sulit dimengerti oleh mereka yang non-yurist (bukan ahli hukum), sebab
kerangka berpikirnya berbeda. Namun, pada saat ini berkembang dikalangan para
ahli hukum, yaitu mengabaikan metode-metode penelitian hukum dan lebih ke arah
penelitian sosiologis deskriptif atau penelitian sosio legal dalam rangka
penemuan hukum (rechtsvinding).
Penelitian hukum merupakan kegiatan sehari-hari seorang sarjana hukum,
dan hanya mampu/dapat dilakukan oleh seorang sarjana hukum, sebagai seorang
yang sengaja di didik untuk memahami dan menguasai disiplin hukum. Penelitian
hukum merupakan suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip
hukum maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi.
Penelitian hukum dilakukan untuk menghasilkan argumentasi, teori atau konsep
baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. Jawaban yang
diharapkan dalam penelitian hukum yaitu: right
(benar), apporiate (pantas), in-approriate (tidak pantas) atau wrong (salah), sehingga hasil yang
diperoleh dari penelitian hukum sudah mengandung nilai.
Penelitian hukum tidak perlu
menggunakan hipotesis, sehingga penelitian hukum tidak mengenal istilah:
variabel bebas dan variabel terikat serta tidak dikenal istilah data, istilah
analisis kualitatif dan kuantitatif, dengan kata lain semua prosedur yang
terdapat dalam penelitian keilmuan yang bersifat deskriptif bukan merupakan prosedur
dalam penelitian hukum. Penelitian hukum tidak memerlukan penggunaan statistik
baik yang parametrik maupun yang non-parametrik, karena hal tersebut tidak
mempunyai relevansinya dalam penelitian hukum. Kemudian juga dalam penelitian
hukum tidak dimungkinkan diterapkan grounded
research, oleh karena grounded
research merupakan metode untuk ilmu-ilmu sosial. Dengan demikian,
langkah-langkah dan prosedur yang terdapat dalam penelitian sosial tidak
berlaku untuk penelitian hukum. Penelitian hukum merupakan kegiatan rutin bagi
setiap yuris: hakim yang membuat putusan, advocat yang menyusun gugatan atau legal opinion atas permintaan kleinnya
atau seorang jaksa akan membuat tuntutan atau dakwaan. Bagi seorang legal scholar yang hendak menghasilkan
sebuah tulisan hukum baik berupa artikel atau buku hukum juga beranjak dari
suatu penelitian hukum. Setiap penelitian hukum pada hakekatnya merupakan
penelitian tentang norma atau kaedah (dan prinsip-prinsip hukum) dalam kerangka
legal problem solving.
Penelitian hukum antara lain berguna untuk: 1. mengetahui atau mengenal apakah dan
bagaimanakah hukum positifnya mengenai suatu masalah yang tertentu; 2. dapat menyusun dokumen-dokumen hukum yang
diperlukan oleh masyarakat; 3. menulis artikel, makalah/ceramah atau buku
hukum; 4. dapat menjelaskan atau menerangkan kepada orang lain apakah dan
bagaimanakah hukumnya mengenai peristiwa atau masalah tertentu. 5. melakukan
penelitian dasar (basic research) di
bidang hukum, khususnya jika mencari asas, teori hukum dan sistem hukum,
terutama dalam hal penemuan dan pembentukan
asas-asas hukum baru, pendekatan hukum yang baru, dan sistem hukum
nasional (yang baru); 6. menyusun rancangan undang-undang, atau peraturan
perundang-undangan (termasuk keputusan-keputusan) yang baru (legislative drafting); 7. menyusun
rencana pembangunan hukum, baik rencana jangka pendek, jangka menengah,
terlebih-lebih untuk menyusun rencana jangka panjang.
Kegunaan penelitian hukum sebagaimana yang disebut
pada angka 1 sampai dengan angka 5 di atas, merupakan penelitian hukum monodisipliner. Namun jika penelitian
hukum digunakan bersama-sama dengan metode penelitian lain (misalnya metode
penelitian sosial) yang merupakan conditio
sine qua non apabila hendak menyusun rencana undang-undang (angka 6), atau
hendak menyusun rencana pembangunan (angka 7) dalam kaitannya mengenai
penelitian dampak suatu lembaga hukum yang menyangkut pembangunan hukum di masa
depan (futuristik atau antisipatoris) juga diperlukannya metode penelitian
tentang masa depan (futurologi), maka penelitian yang dilakukan yaitu
penelitian hukum interdisipliner. Penelitian
hukum harus dilihat dari sudut pandang yuris, yang melakukan penelitian dengan
tujuan untuk legal problem solving
yang akhirnya memiliki manfaat atau faedah bagi masyarakat.
II.
Metode
penelitian tidaklah seragam dapat diterapkan untuk semua bidang ilmu. Setiap
ilmu pengetahuan memiliki metodenya sendiri, dan tidak dimungkinkannya
penyeragaman metode untuk semua bidang ilmu. Ilmu hukum bukan merupakan bagian
dari ilmu sosial, sehingga tidak tepat jika metode riset atau metode penelitian
sosial digunakan di dalam ilmu hukum.
Saat ini para pengajar di Fakultas Hukum banyak dipengaruhi oleh
pandangan-pandangan ilmu sosial bahkan mengembangkan pemikiran tersebut,
sehingga muncul pemikiran bahwa: ilmu hukum ditempatkan sebagai ilmu sosial
kalau ilmu hukum tersebut dikehendaki berkembang dengan metode digunakan ilmu
sosial, kuliah Pengantar Ilmu Hukum diberi sosiologi hukum, sulitnya dibedakan
antara mazhab sosiologis dalam ilmu hukum dan sosiologi hukum. Mazhad
sosiologis misalnya membicarakan apakah dalam putusan, pengadilan telah
mempertimbangkan nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat dan
pandangan-pandangan mengenai kelayakan atau kepantasan yang berkembang dalam
masyarakat sehingga putusannya sesuai dengan prinsip-prinsip hukum. Atau dalam
pembuatan peraturan perundang-undangan juga mengingat prinsip-prinsip moral
yang dianut oleh masyarakat tertentu. Sebaliknya, sosiologi hukum akan mulai
dari masyarakat dan perilaku individu dalam masyarakat terhadap hukum. Isu yang
dikembangkan yakni efektifitas hukum terhadap perilaku tertentu, pengaruh
aturan perundang-undangan terhadap keadaan tertentu, implementasi aturan
perundang-undangan terhadap sesuatu atau kepatuhan individu terhadap aturan
perundang-undangan. Hasil akhir yang hendak dicapai sosiologi hukum adalah
faktor-faktor yang menghambat atau mendorong efektifitas atauran
perundang-undangan, berpengaruh tidaknya adanya aturan perundang-undangan
terhadap keadaan tertentu, apakah implementasi telah dilakukan secara benar
atau faktor-faktor yang menghambat atau mendorong individu taat akan
perundang-undangan.
Para mahasiswa hukum banyak yang lebih tertarik menganalis
masalah-masalah sosial sebagaimana yang dikembangkan oleh para sosiolog yang
tertarik untuk belajar hukum dan mengembangkan “socio legal studies” yang
menempatkan hukum dalam perspektif ilmu sosial sebagai gejala sosial. Artinya, socio legal studies bukan merupakan
bagian dari ilmu hukum, melainkan merupakan bagian dari studi-studi sosial
tentang hukum. Perkembangan penelitian yang menitik beratkan mengenai dampak,
kepatuhan, efektifitas atauran hukum tertentu di dalam hidup bermasyarakat,
hukum dan perubahan sosial, perilaku aparat pengadilan dalam kerangka hukum dan
masyarakat secar luas, yang menelaah celah antara apa yang diidealkan oleh
aturan hukum dan prilaku praktis, serta kekeliruan menafsirkan law in action sebagi perlaku individu
atau masyarakat terhadap aturan hukum untuk dibedakan dengan law in book yang diartikan sebagai
undang-undang, bahkan menggunakan istilah das
Sollen untuk menyebut law in book
dan das Sein untuk menyebut perilaku
masyarakat, serta mengemukakan tugas ilmu hukum adalah menyelesaikan masalah
sosial yang berkaitan dengan hukum dan bukan mempelajari hukum itu secara
mendalam.
Perkembangan selanjutnya, terdapat pemikiran bahwa lulusan Fakultas
(Ilmu) Hukum bukan hanya menjadi tukang (plumber)
melainkan juga harus menjadi ilmuan (scientist)
dan memandang Fakultas Hukum sebagai vocational
school, yang sebenarnya pendidikan hukum merupakan suatu pendidikan profesi
yang menghasilkan seorang profesional yang mampu menangani masalah-masalah
praktis yang dihadapkan kepadanya. Seorang profesional memiliki: pengetahuan (knowlegde), ketrampilan (skill), dan etika (ethics) serta bersikap independen dengan menggunakan keilmuannya.
Hukum sebagai satu dari norma sosial yang di dalamnya sarat akan
nilai, oleh karena itu ilmu hukum tidak dapat digolongkan ke dalam ilmu sosial,
sebab ilmu sosial hanya berkaitan dengan kebenaran empiris semata-mata.
Studi-studi sosial tentang hukum menepatkan hukum sebagai instrumen yang
digunakan dalam masyarakat dalam mencapai tujuan tertentu dan hal tersebut
dapat diverifikasi dan observasi secara empiris, hal ini menjadikan
pendekatannya mereduksi esensi hukum di dalam masyarakat. Hukum diciptakan
tidak hanya menjaga ketertiban sosial, menghindari kekacauan dalam hidup
bermasyarakat, dan menyeimbangkan kepentingan-kepentingan yang bertentangan
dalam masyarakat, akan tetapi hukum juga diperlukan dalam mempertahankan
keadilan dan kelayakan, serta dalam mepertahankan ketertiban sosial dan
menyeimbangkan kepentingan-kepentingan yang ada dalam masyarakat, nilai-nilai
perlu diajadikan acuan dan nilai-nilai baru harus diakomodasikan sedemikian
rupa tanpa merusak nilai-nilai yang sudah ada. Hal-hal yang berkaitan dengan
nilai, bukan merupakan urusan studi sosial. Dengan demikian, objek ilmu hukum
adalah hukum, sehingga penelitian hukum memiliki metodenya sendiri.
III.
Ilmu
hukum bukan termasuk kedalam ilmu deskriptif, melainkan ilmu yang bersifat
preskiptif. Penelitian hukum merupakan kegiatan know-how dalam ilmu hukum, bukan sekedar know-about, sehingga sebagai kegiatan know-how, penelitian hukum dilakukan untuk memecahkan isu hukum yang
dihadapi. Hal ini memerlukan kemampuan untuk mengidentifikasi masalah hukum,
melakukan penalaran hukum, menganalisis masalah yang dihadap dan kemudian
memberikan pemecahan atas masalah tersebut. kegatan penelitian hukum merupakan
proses menemukan hukum yang berlaku dalam kegiatan hidup bermasyarakat, yang
bukan hanya sekedar menerapkan aturan yang ada, melainkan juga menciptakan
hukum untuk mangatasi masalah yang dihadapi.
Kegiatan penelitian hukum merupakan untuk memperoleh kebenaran
kohensi. Kegiatannya berpangkal dari tolok ukur yang berupa moral. Norma yang
berupa pedoman tingkah laku harus berdasarkan prinsip hukum yang selanjutnya
berpangkal kepada moral. Aturan hukum harus koheren dengan norma hukum dan
norma hukum koheren dengan prinsip-prinsip hukum. Peneliti hukum harus mampu
menemukan inkorehensi antara satu aturan hukum dengan aturan hukum lainnya,
antara hukum yang lebih rendah dengan aturan hukum yang lebih tinggi dan atara
aturan hukum dengan prinsip hukum. Oleh karena itu, penguasaan substantive legal knowladge atau
pengetahuan hukum yang bersifat substantif merupakan sesuatu yang mutlak
diperlukan. Pengetahuan hukum yang bersifat substantif tersebut dimulai dari
pengenalan akan ilmu hukum yang di dalamnya terdapat dasar-dasar ilmu hukum, asas-asas
masing-masing bidang hukum, memahami konseptual yang terkandung dalam
aturan-aturan tertulis, doktrin-doktrin yang sudah inheren dengan keilmuan hukum yang tidak dapat disimpangi,
pemahaman terhadap hukum acaranya, sehingga kompleksitas pengetahuan hukum
substantif yang mutlak harus dikuasai ahli hukum.
Penelitian hukum bertujuan memberikan preskriptif mengenai apa yang
seyogianya dilakukan, bukan membuktikan kebenaran hipotesis. Preskripsi itu
harus timbul dari hasil telaah yang dilakukan, sehingga penelitian hukum dalam
kerangka kegiatan akademis melahirkan preskripsi yang dapat diterapkan, yang
preskripsinya harus koheren dengan gagasan dasar hukum yang berpangkal dari
moral. Penelitian hukum sebagai penelitian dalam kerangka know-how di dalam hukum, maka penelitian hukum dilakukan untuk
mencari pemecahan atas isu hukum yang timbul atau memberikan preskripsi
mengenai apa yang seyogianya atas isu yang diajukan. Isu hukum hanya dapat
diidentifikasi oleh ahli hukum (mereka-mereka yang memiliki expertise dalam bidang ilmu hukum),
sehingga hanya mereka yang mempunyai expertice
dalam bidang ilmu hukum yang mampu menganalisis hukum yang mampu melakukan
penelitian hukum.
IV.
Isu
hukum mempunyai posisi sentral di dalam penelitian hukum sebagaimana kedudukan
masalah di dalam penelitian lainnya, karena isu hukum tersebut harus dipecahkan
di dalam penelitian hukum sebagaimana permasalahan yang harus dijawab di dalam
penelitian bukan hukum. Dalam penelitian hukum
terdapat 3 (tiga) tataran isu hukum yakni: 1. isu hukum pada tataran dogmatik
hukum, yang terkait/menyangkut ketentuan
hukum yang relevan dengan fakta yang dihadap; 2. isu hukum pada tataran teori
hukum, yang mengandung konsep hukum, dan 3. isu hukum pada tataran filosofis,
yang terkait/menyangkut asas-asas hukum.
Isu hukum pada tataran/ruang
lingkup dogmatik hukum lebih memberat kepada aspek praktis ilmu hukum. Walaupun
memberat kepada aspek praktis ilmu hukum perolehan jawaban atas isu hukum pada
ruang lingkup dogmatik hukum diperoleh dari penelitian yang bersifat akademis.
Penelitian hukum dalam ruang lingkup dogmatik hukum, isu hukumnya mengenai
ketentuan hukum yang di dalamnya mengandung pengertian hukum berkaitan dengan
fakta hukum yang dihadapi. Isu hukum pada ruang
lingkup dogmatik hukum dapat timbul dalam hal: para pihak yang berperkara
saling bertentangan dan mengemukakan penafsiran yang saling bertentangan
terhadap teks peraturan karena peraturan tersebut kurang jelas; terjadinya
kekosongan hukum; dan terdapat perbedaan penafsiran atas fakta.
Penelitian akademis yang
mempunyai kegunaan praktis, akan melakukan penafsiran atas teks peraturan yang
tidak jelas dan menginterpretasi fakta yang dihadapkan kepadanya. Interpretasi
akan memberikan kejelasan dan merekonstruksi gagasan yang tersembunyi di dalam
aturan hukum. Ajaran interpretasi menggunakan metode hermeneutik. Metode
hermeneutik berpangkal dari suatu proposisi bahwa terdapat adanya saling
ketergantungan yang bermakna antara kehidupan manusia dan budayanya. Manusia
memberikan makna kepada kehidupannya. Tingkah laku masyarakat didasarkan atas
interpretasi yang berarti mengenai apa yang mereka lakukan, mereka dalam
berinteraksi sosial (berhubungan satu sama lainnya) dalam bingkai yang sarat
dengan norma dan tidak bebas nilai. Aktifitas manusia ditentukan oleh gagasan-gagasan normatif yang ada di
dalam diri manusia itu sendiri dan bukan ditentukan oleh proses mekanis tanpa
tujuan sebagaimana terjadi pada makhluk lain yang bukan manusia.
Kaum positivistis yang
dibangun oleh John Austin tidak sejalan dengan pandangan kaum hermeneutik,
sebab pandangan John Austin maupun John Struat Mill di pengaruhi oleh pemikiran
ilmiah modern yang anti metafisika dan mengembangkan ilmu hukum sesuai dengan
tuntutan ilmu modern (yang memandang hukum dalam kaitannya dengan gejala yang
dapat diamati), yakni aturan-aturan dan sanksi dari suatu institusi yang harus
dipatuhi oleh masyarakat. Aspek normatif hukum harus dinyatakan ke dalam bentuk
aturan tingkah laku lahiriah yang dapat diobservasi. Hukum diperbincangkan dari
sudut pandang sosiolog hukum yang bebas nilai, dan membangun experimental
design dalam penelitian ilmu sosial.
Permasalahan yang muncul
dalam pendekatan ilmiah terhadap yang hukum sebagaimana yang dikemukakan oleh
Austin maupun para sosiolog, yaitu: a. tidak dapat diobservasinya mengenai
pelaku taat kepada hukum berdarkan pertimbangan subyektif mengenai apa yang
benar, b. pemecahan hukum yang tepat bagi masalah yuridis yang aktual dalam
praktek hukum berdasarkan ilmu hukum yang berkaitan dengan hal-hal yang
bersifat normatif, c. ilmu hukum yang bersifat normatif tidak dapat
diverifikasi (misalnya: iktikad baik, kesalahan, kepatutan dan keyakinan,
dewasa, badan hukum, dan sebagainya).
Menurut Hart, pada suatu masyarakat yang taat
hukum bertindak atas dasar dorongan kesadaran mengenai apa yang mereka lakukan.
Kesadaran (perilaku manusia) didasarkan kepada jalan pikiran yang begitu
kompleks, sehingga apa yang dilakukan dapat menjadi obyek interpretasi, dengan
kata lain tingkah laku manusia dipengaruhi oleh gagasan normatif sipelaku
tersebut. Oleh karena itu peneliti hukum harus menemukan makna tingkah laku
tersebut melalui interpretasi.
Penelitian pada
tataran teori hukum, isu hukumnya harus mengandung konsep hukum. Konsep hukum
dapat dirumuskan sebagai suatu gagasan yang dapat direalisasikan dalam kerangka
berjalannya aktifitas hidup bermasyarakat secara tertib. Pada tataran teori,
penelitian hukum diperlukan bagi pengembangan suatu bidang kajian hukum
tertentu, yang dilakukan guna meningkatkan dan memperkaya pengetahuan dalam
penerapan hukum. Dengan menelaah konsep-konsep hukum, para ahli hukum akan
lebih meningkatkan daya interpretasinya serta mampu menggali teori-teori yang
ada di belakang ketentuan hukum tersebut.
Penelitian terhadap
konsep-konsep hukum harus benar-benar dilakukan oleh ahli hukum, dan
hermeneutik merupakan instrumen penting dalam melakukan penafsiran hukum pada
ruang lingkup teori hukum. Sebagai contoh: konsep strict liability ada
yang mengartikan sebagai (merupakan) penyimpangan atas asas 'tiada pidana tanpa
kesalahan' dan memandang kesalahan sebagai suatu yang tidak relevan untuk
dipermasalahkan apakah pada kenyataannya ada atau tidak (Strict liability diartikan
sebagai pertanggungjawaban tanpa kesalahan - 'liability without fault'),
padahal: pada strict liability pembuatnya tetap diliputi
kesalahan (kesalahan dalam arti normatif.
Bersandar pada teori kesalahan
normatif, pertanggungjawaban pidana korporasi dilakukan atas dasar kesalahan,
hanya saja isi kesalahan tersebut berbeda dengan subyek hukum manusia yang
didasarkan (berpangkal tolak dari) keadaan psikologis dari pembuatnya dan
hubungan antara hal itu dengan perbuatannya. Dasar dari penetapan dapat
dipersalahkannya badan hukum (korporasi) yaitu tidak dipenuhinya dengan baik
fungsi kemasyarakatan yang dimiliki badan hukum.
Fungsi
kemasyarakatan yang dimiliki badan hukum, dicerminkan dari suatu perusahaan
yang bertanggungjawab atas tindakan dan
kegiatan bisnisnya yang mempunyai pengaruh atas orang-orang tertentu,
masyarakat, serta lingkungan di mana perusahan itu beroperasi. Secara positif
perusahaan diharapkan untuk ikut melakukan kegiatan tertentu yang tidak
semata-mata didasarkan
pada perhitungan keuntungan kontan yang langsung,
melainkan juga demi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat. Perusahaan sebagai
bagian dari masyarakat yang lebih luas, perlu ikut memikirkan dan menyumbangkan
sesuatu yang berguna bagi kepentingan hidup bersama dalam masyarakat.
Kepedulian perusahaan terhadap lingkungan hidup, kelestarian hutan,
kesejahteraan masyarakat sekitar, dan seterusnya akan menciptakan iklim yang
lebih menerima perusahaan itu beserta produk-produknya. Sebaliknya,
ketidakperdulian perusahan akan selalu menimbulkan sikap protes, permusuhan,
dan penolakan atas kehadiran perusahaan itu beserta produknya, tidak hanya dari
masyarakat setempat di sekitar perusahaan itu melainkan juga sampai pada
tingkat internasional.
Indikator
kesalahan korporasi yaitu bagaimana korporasi menjalankan fungsi
kemasyarakatan. Hukum mengharapkan kepada korporasi untuk menjalankan fungsi
kemasyarakatannya dengan baik sehingga sejauh mungkin dapat menghindari
terjadinya tindak pidana. Terhadap korporasi penilaian adanya kesalahan
ditetentukan oleh bagaimana korporasi memenuhi fungsi kemasyarakatannya,
sehingga 'dapat dicela' ketika suatu
tindak pidana terjadi karenanya. Strict liability merupakan pertangungjawaban terhadap pembuat
tindak pidana yang dilakukan tanpa harus membuktikan kesalahannya. Kesalahannya
tetap ada, tetapi tidak harus dibuktikan. Terdakwa dinyatakan bersalah hanya
dengan membuktikan telah dilakukannya tindak pidana. Fungsi strict liability
yaitu berkenan dengan hukum acara dan bukan hukum pidana materil. Strict
liability dalam pertanggungjawaban pidana lebih merupakan persoalan
pembuktian, yakni kesalahan dipandang ada sepanjang telah dipenuhinya unsur
tindak pidana.
Penelitian hukum yang
berkaitan dengan isu mengenai asas hukum berada dalam tataran filsafat hukum.
Asas hukum merupakan aturan-aturan pokok. Aturan-aturan pokok menguji
peraturan-peraturan hukum yang berlaku umum. Aturan-aturan pokok tidak perlu
diuji lagi. Diatas aturan-aturan pokok tersebut tidak ada lagi aturan, dan ini
disebut sebagai asas-asas hukum. Asas-asas hukum menampakkan diri ke permukaan melalui aturan-aturan hukum.
Dalam setiap aturan hukum dapat dilacak asas hukumnya. Setiap tertib hukum yang
berlaku disetiap negara selalu ditopang oleh asas hukum. Asas hukum yang
berlaku di suatu negara dapat berbeda dengan asas hukum yang berlaku dinegara
lain (asas hukum dapat berbeda-beda antara satu negara dengan negara yang
lain), namun tidak berarti tidak (masih) ditemukannya asas hukum yang berlaku
secara universal atau paling tidak dianut oleh sebagian besar bangsa. Asas-asas hukum dapat mengalami perubahan, akan tetapi perubahan tersebut
amat lambat dibandingkan dengan perubahan peraturan hukum, mengingat asas hukum
merupakan sesuatu yang bersifat abstrak. Asas hukumyang lama yang asli dimiliki
oleh suatu negara mungkin dapat diganti oleh asas hukum yang dimiliki oleh
bangsa lain karena asas hukum yang asli tersebut tidak lagi sesuai dengan
situasi yang ada. Asas-asas hukum ini mempunyai arti penting bagi pembentukan hukum,
penerapan hukum dan pengembangan ilmu hukum. Bagi pembentukan hukum, asas-asas
hukum memberikan landasan secara garis besar mengenai ketentuan-ketentuan yang
perlu dituangkan di dalam aturan hukum. Di dalam penerapan hukum, asas-asas
hukum sangat membantu bagi digunakannya penafsiran dan penemuan hukum maupun
analogi, kemudian bagi penegmbangan ilmu hukum, asas-asas hukum mempunyai
kegunaan karnea di dalam asas-asas hukum dapat ditunjukkan berbagai aturan
hukum yang pada tingkat yang lebih tinggi sebenarnya merupakan satu kesatuan.
Penelitian terhadap
asas-asas hukum mempunyai nilai yang sangat penting bagi dunia akademis, pembuatan undang-undang,
maupun praktik hukum. Sebagai contoh: melakukan penelitian hukum terhadap asas
legalitas dalam kaitannya dengan ajaran melawan hukum dan asas legalitas dalam
konteks Hukum Pidana Nasional. Sejarah perkembangan asas legalitas dalam hukum pidana, dengan segala
faktor yang mempengaruhinya, terdapat 4 (empat) macam sifat ajaran yang
terkandung oleh asas legalitas, yaitu: Pertama, asas legalitas hukum pidana
yang menitikberatkan pada perlindungan individu untuk memperoleh kepastian dan
persamaan hukum. Adagium yang dipakai oleh ajaran ini menurut G.W. Paton yaitu nulla
peona sine lege. Perlindungan individu diwujudkan dengan adanya keharusan
lebih dahulu untuk menentukan perbuatan pidana dan pemidanaan dalam
undang-undang. Kedua, asas legalitas hukum pidana yang menitik beratkan pada
dasar dan tujuan pemidanaan agar dengan sanksi pidana itu hukum pidana
bermanfaat bagi masyarakat sehingga tidak ada lagi pelanggaran hukum yang
dilakukan oleh masyarakat. Adagium yang dipakai oleh ajaran ini adalah ciptaan
Feuerbach: nullum delictum, nulla peona sine praevia lege ponali.
Ketiga, asas legalitas hukum pidana yang menitik beratkan tidak hanya pada
ketentuan tentang perbuatan pidana saja agar orang menghindari perbuatan
tersebut, tetapi juga harus diatur mengenai ancaman pidananya agar penguasa
tidak sewenang-wenang dalam menjatuhkan pidana. Keempat, asas legalitas hukum
pidana yang menitikberatkan pada perlindungan hukum kepada negara dan
masyarakat. Asas legalitas disini bukan hanya kejahatan yang ditetapkan oleh
undang-undang saja, akan tetapi menurut ketentuan hukum berdasarkan ukuran
dapat membahayakan masyarakat. Oleh karena itu tidak mungkin ada perbuatan
jahat yang timbul kemudian dapat meloloskan diri dari tuntutan hukum. Adagium
yang dipakai disini adalah nullum crimen sine poena. Selanjutnya, menyimak Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU-KUHP
2015) yang saat ini dalam pembahasan, tampaknya asas legalitas tidak berlaku
absolut, oleh karena: Pertama: adanya
ketentuan Pasal 1 ayat (4) RUU-KUHP (2015) yang secara implisit mengakui hukum tidak tertulis dalam masyarakat,
Kedua: pembahasan terhadap asas legalitas atau lex temporis delicti tidak berkaitan dengan
perubahan perundang-undangan semata-mata sebagaimana tertuang dalam Pasal 2 RUU-KUHP (2015) tetapi juga berkaitan dengan kehidupan sosial
kemasyarakatan, Ketiga: ketentuan mengenai larangan menerapkan analogi
merupakan suatu contradictio interminis jika dihubungkan dengan Pasal 1 ayat (3) RUU-KUHP (2015), yang mana seseorang dapat dipidana meskipun
perbuatannya tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan, sebab untuk memidana suatu perbuatan yang tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan,
tidak mesti tidak, hakim harus menggunakan analogi atau setidak-tidaknya
interpretasi ekstensif, padahal pada hakekatnya tidak terdapat perbedaan
prinsip antara interpretasi ekstensif dengan analogi. Keempat: berdasarkan
ketentuan Pasal 1 ayat (4) RUU-KUHP (2015), hukum yang tidak tertulis tersebut tidak hanya berkaitan dengan situasi
dan kondisi masyarakat Indonesia sertakearifan lokal semata, akan tetapi juga
dapat bersumber dari prinsip-prinsip umum yang diakui bangsa-bangsa beradab di
dunia. Artinya, asas legalitas juga dapat disimpangi oleh praktik hukum
kebiasaan yang telah berlangsung dan diakui oleh masyarakat internasional.
Kelima: pembatasan terhadap asas legalitas sebagaimana yang termaktub dalam
RUU-KUHP (2015), kiranya sudah sesuai dengan amandemen ketiga
UUD 1945 Pasal ayat (3) yang menyatakan "Indonesia adalah negara
hukum". Menurut Mahfud MD, perumusan Pasal 1 ayat (3) tanpa embel-embel 'rechtsstaat' seperti dalam penjelasan UUD 1945 sebelum
amandemen dimaksudkan agar konsep negara hukum yang ada di Indonesia saat ini
adalah negara hukum prismatik. Artinya, menggabungkan segi-segi positif antara rechtsstaat
dan rule of law, serta memberi tempat yang luas pada pemenuhan rasa
keadilan (rule of law). Artinya, demi tegaknya keadilan, maka seyogianya
perbuatan yang tidak wajar, tercela atau yang tidak sesuai dengan nilai-nilai
dalam masyarakat dapat dipidana meskipun secara formal tidak ada hukum tertulis
yang melarangnya. Keenam; pembatasan terhadap asas legalitas sebagaimana termaktub dalam Pasal-Pasal RUU KUHP (2015), menunjukkan bahwa
secara implisit hukum pidana di Indonesia telah mengakui ajaran melawan hukum
materiil dalam fungsi yang positif, artinya meskipun suatu perbuatan tidak
memenuhi rumusan tindak pidana dalam undang-undang, hakim dapat menjatuhkan
pidana jika perbuatan tersebut dianggap tercela, bertentangan dengan keadilan
dan norma-norma sosial lainnya dalam kehidupan masyarakat. Ketujuh: ketentuan
RUU-KUHP (2015) telah sesuai dengan hasil perdebatan dalam
kongres Internasional mengenai hukum pidana dan penjara pada tahun 1935 di
Berlin, Jerman, mengenai apakah ada pengaruh suatu perubahan peraturan
perundang-undangan terhadap putusan hakim yang tetah berkekuatan hukum tetap (kracht
van gewijsde). Menurut Pompe, putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap hanya bisa dilawan dengan buitengewone rechtsmiddelen
(alat-alat hukum yang luar biasa). Perubahan perundang-undangan tersebut
dianggap novum sebagai dasar untuk mengajukan peninjauan kembali. dengan
demikian, putusan hakim yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap harus
disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang baru bila hal tersebut
menguntungkan terpidana.
Memperhatikan contoh di atas, penelitian hukum pada tataran isu hukum dalam
filsafat hukum harus benar-benar dilakukan oleh ahli hukum, yang ditelaah dasar
ontologis dan ratio legis undang-undang, menemukan teori-teori yang
melatarbelakangi lahirnya undang-undang itu serta landasan filosofisnya.
Isu hukum timbul karena adanya
dua proposisi hukum yang saling berhubungan satu sama lainnya. Hubungannya
bersifat kausalitas memuat proposisi yang satu dipikirkan sebagai penyebab yang
lain. Isu hukum yang timbul karena hubungan diterangkan menerangkan memuat
proposisi yang satu dipikirkan sebagai menerangkan makna yang lain, menjadikan peneliti harus mampu
memahami konsep hukum yang menerangkan proposisi yang diterangkan. Sebagai ahli
hukum, peneliti dalam memberikan rekomendasinya didasarkan kepada pertimbangan raison
d'etre doktrin dan ratio legis ketentuan tersebut. selanjutnya, merumuskan
isu hukum diperlukan ketepatan penggunaan kata, peneliti harus benar-benar
memahami makna dan arti penting serta fungsi yang dijadikan isu hukum tersebut.
Kesalahan dalam menemukan makna, arti penting dan fungsi yang dijadikan isu
hukum, akan berakibat pemahaman yang salah terhadap pemecahan isu hukum
tersebut, sehingga jawaban atas isu hukum tidak dapat dipertanggungjawaban
secara akademis.
V.
Mempelajari
hukum sebagai upaya mempelajari konsep-konsep yang berdasarkan konsep-konsep
tersebut hukum bekerja dalam proses legislasi maupun regulasi (rule-making) maupun yudisial dan
non-yudisial (rule adjudicating). Konsep
hukum dalam terminologi Ius (Law) sebaiknya
tidak dijumbuhkan dengan konsep peraturan atau lex (Laws). Hukum merupakan sesuatu yang lebih ideal, nilai,
tentang keharusan (norma/kaidah) dalam rangka penataan suatu masyarakat,
sedangkan peraturan baru ada setelah ia dibuat atau ditetapkan oleh otoritas
yang berwenang (negara).
Peraturan sebagai usaha menusia untuk mengeksplisitkan hukum dalam
rangka penataan suatu masyarakat melalui perantaraan otoritas yang berwenang.
Oleh karena peraturan sebagai produk otoritas yang berwenang, ada kemungkinan
peraturan tersebut sewenang-wenang. Dalam hukum tidak boleh ada sewenang-wenang
(arbitary), hukum dibangun
berdasarkan asas-asas/prinsip-prinsip (Law is governed by principles). Peraturan dinilai kelayakannya berdasarkan
hukum, pinsip atau asas. Suatu peraturan harus sesuai dengan hukum supaya dapat
berlaku atau mengikat sebagai sebuah keharusan untuk diikuti.
Konsep hukum tidak sama dengan
peraturan. Konsep hukum lebih luas dari peraturan. Peraturan hanya sebagai satu
diantara manifestasi hukum dan tidak selalu suatu peraturan harus merupakan
hukum. Peraturan selalu minggalkan gap, dan
hukum diperlukan untuk menyelaraskan seluruh aspek kehidupan. Sebagai hal yang
ideal, hukum berfungsi mengisi gap
yang ada dalam peraturan, sebab tidak mungkin pergaulan manusia dapat
berlangsung tanpa hukum. Tanpa hukum akan menimbulkan ketidakadanya jaminan
atas kepentingan masing-masing orang, dan hanya merupakan "arogansi"
jika pergaulan hidup manusia diserahkan sepenuhnya kepada perangkat peraturan
dengan dalil peraturan serba lengkap. Hukum secara ideal mengikat semua orang
yang menyoal tentang apa yang seharusnya dilakukan setiap orang.
Hukum dalam menjalankan fungsinya sebagai penataan terhadap pergaulan
hidup manusia, akan bergantung kepada kapasitas ilmu hukum yang dikembangkan
oleh kelompok ahli hukum (yuris). Hubungan antara hukum dengan aktifitas yang
dijalankan oleh para yuris akan terkait dengan ilmu hukum. Hakekat ilmu hukum sebagai kegiatan untuk
menghimpun dan mensistematisasikan material hukum berupa teks otoratif
(peraturan perundang-undangan, putusan hakim, hukum tidak tertulis dan doktrin
yuris yang beribawa) yang kegiatan
tersebut bertujuan untuk menyelesaikan masalah-masalah hukum (legal problem solving).
Para ahli hukum (yuris) memiliki
tugas besar untuk membangun kaidah-kaidah hukum yang kompleks menjadi sebuah
sistem yang ideal yakni sistem kaedah yang koheren, non-kontradiktoris dan
berkeadilan. Orang tidak boleh berpegang dan bergantung begitu saja pada
kata-kata peraturan dengan suatu asumsi bahwa peraturan itu pasti benar, sebab
peraturan tidak selalu dapat memberikan preskripsi yang layak dalam penataan
kehidupan antar subyek hukum yang didasari pada suatu sistem nilai yang ideal,
meskipun secara formal peraturan itu mengikat. Untuk menemukan aturan hukum,
doktrin-doktrin hukum dalam rangka mememukan jawaban atas penyelesaian
masalah-masalah hukum (legal problem
solving) dilakukan penelitian hukum.
Penelitian hukum merupakan sarana
pengayaan terhadap ilmu hukum. Kegiatan penelitian hukum menghasilkan ilmu
hukum. Penelitian hukum dan ilmu hukum saling memerlukan satu sama lain.
Penelitian hukum merupakan aspek aktif atau dinamis dari ilmu hukum, yaitu ilmu
hukum sebagai suatu proses. Secara fungsional penelitian hukum dipandang
sebagai kelanjutan dari ilmu hukum, dan juga sebaliknya ilmu hukum menjadi
dasar bagi penelitian hukum. Dalam penelitian hukum, konsep dasar tentang ilmu
hukum menyangkut sistem hukum dan isi ilmu hukum haruslah sudah dikuasai
terlebih dahulu, dan selanjutnya penguasan metodologi penelitian sebagai
pertanggungjawaban ilmiah terhadap pengemban ilmu hukum.
Penguasaan terhadap konsep dasar
ilmu hukum dan konsekuensinya terhadap metodologinya, akan menghindarkan
peneliti ilmu hukum dari pandangan ekstrem bahwa ilmu hukum dipelajari
semata-mata untuk mengabdi kepada ilmu hukum. Konsep ilmu hukum dan metodologi
yang digunakan dalam suatu penelitian memainkan peran yang signifikan agar ilmu
hukum dan temuannya tidak terjebak dalam kemiskinan relevansi dan
aktualitasnya, sebab ilmu hukum dan penelitian hukum bertujuan untuk
menyelesaikan masalah-masalah hukum (legal
problem solving) yang muncul di masyarakat serta mengabdi pada kesejahteraan
umat manusia.
Para ahli hukum dalam melakukan
penelitian hukum secara purposif sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai
mengacu kepada tataran tertentu dari ilmu hukum, dan hal tersebut tergantung
kepada legal problem atau legal issues penelitian. Tataran
penelitian yang dilakukan seorang ahli hukum pada tataran pertama disebut
dogmatik hukum yang menyibukkan diri dengan hukum positif (inventarisasi,
deskripsi, sistematisasi, interpretasi dan evaluasi hukum positif), selanjutnya
pada tataran kedua lebih abstrak lagi (pada
tataran teori hukum) yakni penelitian hukum yang dilakukan dengan
sasaran: menganalisis konsep hukum, hak, kewajiban, sumber hukum, sanksi dan
lain-lain; metodologi atau ajaran metode dari ilmu hukum; kritik terhadap
ideologi hukum, dan seterusnya.
Ilmu hukum berurusan dengan cara penerapan hukum secara benar,
sehingga ilmu hukum mengiventarisasi dan mensistematisasikan bahan-bahan
hukum/teks otoratif berupa peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan dan
doktrin hukum guna menyelesaikan permasalahan hukum, yang proses ini disebut
sebagai penelitian hukum. Kekhasan ilmu hukum dalam penelitian hukum menyangkut
pemahaman terhadap teks otoritatif atau bahan-bahan hukum. Memahami teks
tersebut dalam upaya mengetahui makna dari teks, yang pengetahuaanya diperoleh
dengan menginterpretasi teks yang bersangkutan.
Menginterpretasi teks otoritatif
atau bahan-bahan hukum yaitu mendistilasi kaidah hukum dari teks yang sekaligus
menentukan makna atau jangkauan wilayah keberlakuan (penerapan) kaidah hukum
tersebut. Untuk menetapkan apa hukumnya yang seharusnya berlaku bagi suatu
situasi berarti memilih kaidah hukum dan maknanya yang paling tepat atau paling
dapat diterima dari berbagai kemungkinan kaidah hukum dan maknanya yang dapat
didistilasi dari perangkat aturan hukum yang terkait dalam hubungan dengan
situasi kemasyarakatan dalam rangka menyelesaikan masalah hukum yang dihadapi
secara benar.
Proses pengayaan ilmu hukum melalui
penelitian hukum, juga harus dibarengi dengan kegiatan diskursus hukum.
Kegiatan diskursus hukum merupakan kegiatan dalam rangka menjaga obyektivitas
segala aktivitas berkenaan dengan ilmu hukum atau pengembangan hukum (baik
teoritis maupun praktis), yang berupa proses intelektual untuk mempengaruhi
pikiran dan tindakan secara langsung, preservasi dan pengembangan tradisi dan
nilai-nilai hukum, serta preservasi dan pengembangan tradisi nilai-nilai
profesi hukum.
Pengujian kebenaran dari ilmu hukum
melalui proses inter-subyektif untuk dapat diterima atau tidak dapat diterima
proposisi-proposisi atau argumentasi hukum tersebut oleh para ahli hukum
(yuris) sejawat sekeahlian, sehingga teori kebenaran yang paling sesuai untuk
ilmu hukum yaitu teori pragmatik yang bertolak dari premis bahwa bahasa hanya
memiliki fungsi instrumental untuk sumua orientasi yang mungkin atas dunia.
Semua proposisi adalah benar jika proposisinya itu memenuhi fungsinya, dan
teorinya yang didukung oleh konSensus dari sebanyak mungkin orang yang terdidik
dan terlatih dalam bidang ilmu hukum.
Suatu pendapat atau kesimpulan hukum
tepat atau tidak tepat tergantung pada penjelasan yang diberikan untuk
mendukung pendapat hukum tersebut. Argumentasi hukum yang diberikan berupa
suatu yang sarat dengan nilai, karena proposisi-proposisi yang digunakannya
mengandung muatan normatif atau preskriptif berkenaan dengan apa yang
seharusnya, sepatutnya, selayaknya atau seadilnya. Dengan demikian pendapat
hukum merupakan pendapat tentang kelayakan, yang kegiatan berargumentasinya
merupakan proses justifikasi dalam rangka legal
problem solving dengan bertumpu pada nalar dan logika.
Penelitian hukum mempunyai fungsi praktikal dan fungsi teoritikal.
Fungsi praktikal memberdayakan sistem hukum dalam menyelesaikan problem hukum
yang penelitiannya menjadi dasar bagi profesi hukum untuk meligitimasi kasusnya
dengan kegiatan argumentasi dengan mengacu kepada bahan-bahan hukum. Sedangkan
fungsi teoritikal bertujuan menghasilkan doktrin yang memberikan preskripsi
tentang bagaimana interpretasi seharusnya dilakukan terhadap suatu kaidah dalam
sistem hukum yang penelitiannya akan lebih banyak mengacu kepada
doktrin-doktrin hukum yang dikembangkan oleh yuris terkemuka dalam rangka
menghasilkan konsep/teori baru atau mempertajam konsep/teori lama dengan
mengacu kepada bahan-bahan hukum yang kebayakan berupa buku-buku hukum seperti treatise, rechtsboek bukan wetboek,
tulisan pada jurnal hukum, hasil penelitian hukum dari para yuris.
VI.
Penelitian
sosial tentang hukum atau socio-legal
research yang selalu diartikan sebagai penelitian hukum, oleh karena obyek
penelitiannya hukum, namun hukum disini diartikan (ditempatkan) sebagai gejala
sosial yang memandang hukum dari segi luarnya saja dalam arti hanya mengkaitkan
dengan masalah sosial yang penelitiannya menitik beratkan perilaku individu
atau masyarakat dalam kaitannya dengan hukum. Topik penelitian socio-legal research lebih banyak
menyangkut masalah efektifitas aturan hukum, kepatuhan terhadap aturan hukum,
peranan lembaga atau institusi hukum dalam penegakan hukum, implementasi aturan
hukum, pengaruh aturan hukum terhadap masalah sosial tertentu atau sebaliknya,
pengaruh masalah sosial terhadap aturan hukum. Hukum ditempatkan sebagai
variabel terikat dan faktor-faktor nonhukum yang mempengaruhi hukum dipandang
sebagai variabel bebas.
Penelitian sosial tentang hukum memerlukan hipotesis. Untuk menguji
hipotesis tersebut diperlukan data. Apakah data tersebut diperoleh dengan
sampling secara random atau purposive atau mungkin stratified sampling atau
bahkan mungkin tanpa sampel bergantung kepada sifat populasi yang diteliti.
Selanjutnya, teknik pengumpulan data mungkin dengan cara wawancara, obeservasi,
kuesioner, atau cara lainnya yang disediakan oleh metode sosial. Analisis data
yang terkumpul dengan menggunakan metode statistik yang lazimnya disebut
penelitian kuantitatif, yang dapat digunakan Annova, Chi-square atau multiple
Regression dan lainnya. Data dapat juga dianalisis secara kualitatif tanpa
perlu statistik. Hasil yang diperoleh adalah menerima atau menolak hipotesis
yang diajukan. Hasil penelitian sosial tentang hukum lebih memberikan gambaran
(deskripsi) terhadap terjadinya ketidaktertiban, ketidak adilan dan
ketidakpastian dalam penegakan hukum yang disebabkan (dipengaruhi) oleh prilaku
manusia (gejala sosial). Hasil penelitian sosiol tentang hukum ini hanya sampai
kepada memberikan konstribusi sebagai sumber (bahan) hukum, belum sampai kepada
untuk melakukan memecahkan isu hukum yakni memberikan preskripsi mengenai apa
yang seyogianya.
Permasalahan penelitian sosial tentang hukum jika hendak dijadikan
penelitian hukum, maka penelitiannya harus mencakup juga isu-isu hukum yang
muncul, seperti: Apakah ketentuan pemberian hak individual atas bumi, air dan
kekayaan alam bagi perusahaan swasta tidak bertentangan dengan sistem perekonomian
kerakyatan? Apakah negara seharusnya mendapatkan hak (memiliki saham di
perusahanan swasta tersebut) atas pemberian hak individual atas bumi, air dan
kekayaan alam bagi perusahaan swasta? Berapa prosenkah saham yang akan
diperoleh negara pada perusahaan swasta tersebut yang mendapat hak individual
atas bumi, air dan kekayaan alam, dan lain sebagainya. Dengan demikian,
Penelitian hukum harus dilihat dari sudut pandang yuris, yang melakukan
penelitian dengan tujuan untuk legal
problem solving yang akhirnya memiliki manfaat atau faedah bagi masyarakat.
VII.
Penelitian
hukum di dalamnya terdapat beberapa pendekatan, yang dengan pendekatan
tersebut, peneliti akan mendapatkan informasi dari berbagai aspek mengenai isu
yang sedang di coba untuk dicari jawabnya (dipecahkan permasalahannya).
Pendekatan-pendekatan yang digunakan di dalam penelitian hukum, yakni:
pendekatan undang-undang (statuta
approach), pendekatan kasus (case
approach), pendekatan komparatif (comparative
approach), pendekatan historis (historical
approach) dan pendekatan konseptual (conceptual
approach).
Pendekatan undang-undang (statuta
approach) dilakukan
dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan
isu hukum yang sedang ditangani. Pendekatan
perundang-undangan dalam penelitian hukum normatif memiliki kegunaan baik
secara praktis maupun akademis. Bagi penelitian untuk
kegiatan praktis, pendekatan undang-undang ini akan membuka kesempatan bagi
peneliti untuk mempelajari adakah konsistensi dan kesesuaian antara suatu
undang-undang dengan undang-undang lainnya atau antara undang-undang dengan
Undang-Undang Dasar atau regulasi dan undang-undang. Hasil dari telaah tersebut
merupakan suatu argumen untuk memecahkan isu yang dihadapi. Bagi penelitian untuk kegiatan akademis, peneliti
perlu mencari ratio legis dan dasar ontologis lahirnya undang-undang tersebut. Dengan mempelajari ratio legis dan dasar ontologis suatu undang-undang,
peneliti sebenarnya mampu mengungkap kandungan filosofis yang ada di belakang
undang-undang itu. Memahami kandungan filosofis yang ada di belakang
undang-undang itu, peneliti tersebut akan dapat menyimpulkan mengenai ada
tidaknya benturan filosofis antara undang-undang dengan isu yang dihadapi.
Pendekatan kasus (case
approach), dilakukan
dengan cara menelaah kasus-kasus terkait dengan isu yang sedang dihadapi, dan
telah menjadi putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap. Kasus ini dapat
berupa kasus yang terjadi di Indonesia maupun di negara lain. Yang menjadi
kajian pokok di dalam pendekatan kasus adalah rasio decidendi atau reasoning yaitu
pertimbangan pengadilan untuk sampai kepada suatu putusan. Secara praktis
ataupun akademis, pendekatan kasus mempunyai kegunaan dalam mengkaji rasio decidendi atau reasoning tersebut
merupakan referensi bagi penyusunan argumentasi dalam pemecahan isu hukum.
Perlu pula dikemukakan bahwa pendekatan kasus tidak sama dengan studi kasus (case
study). Di dalam pendekatan kasus (case approach), beberapa kasus
ditelaah untuk referensi bagi suatu isu hukum. Sedangkan Studi kasus merupakan
suatu studi dari berbagai aspek hukum.
Pendekatan komparatif (comparative
approach), dilakukan
dengan membandingkan undang-undang suatu negara, dengan undang-undang dari satu
atau lebih negara lain mengenai hal yang sama. Selain itu, dapat juga
diperbandingkan di samping undang-undang yaitu putusan pengadilan di beberapa
negara untuk kasus yang sama. Kegunaan dalam pendekatan ini yakni untuk memperoleh persamaan dan perbedaan di antara
undang-undang tersebut. Hal ini untuk menjawab mengenai isu hukum antara
ketentuan undang-undang dengan filosofi yang melahirkan undang-undang itu.
Dengan demikian perbandingan tersebut, peneliti akan memperoleh gambaran
mengenai konsistensi antara filosofi dan undang-undang di beberapa negara. Hal
ini sama juga dapat dilakukan dengan memperbandingkan putusan pengadilan antara
suatu negara dengan negara lain untuk kasus serupa.
Pendekatan historis (historical
approach) dilakukan
dengan menelaah latar belakang apa yang dipelajari dan perkembangan pengaturan
mengenai isu hukum yang dihadapi. Telaah demikian diperlukan oleh peneliti
untuk mengungkap filosofi dan pola pikir yang melahirkan sesuatu yang sedang
dipelajari. Pendekatan historis ini diperlukan kalau memang peneliti menganggap
bahwa pengungkapan filosofis dan pola pikir ketika sesuatu yang dipelajari itu
dilahirkan, dan memang mempunyai relevansi dengan masa kini.
Pendekatan konseptual (conceptual
approach) beranjak
dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu
hukum. dengan mempelajari pandang-pandangan dan doktrin-doktrin di dalam ilmu
hukum, peneliti akan menemukan ide-ide yang melahirkan pengertian-pengertian
hukum, konsep-konsep hukum, dan asas-asas hukum relevan dengan isu yang
dihadapi. Pemahaman akan pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin tersebut
merupakan sandaran bagi peneliti dalam membangun suatu argumentasi hukum dalam
memecahkan isu yang dihadapi.
Selain
pendekatan-pendekatan yang dikemukakan di atas, ada beberapa pendekatan lainnya
yang digunakan dalam melakukan penelitian hukum, yakni Pendekatan Analitis (analytical
approach) dan Pendekatan Filsafat (Philosophical Approach).
Pendekatan
analisis terhadap bahan hukum yakni untuk mengetahui makna yang dikandung oleh
istilah-istilah yang digunakan dalam aturan perundang-undangan secara
konsepsional, sekaligus mengetahui penerapan dalam praktik dan putusan-putusan
hukum. Hal ini dilakukan melalui dua pemeriksaan. pertama, sang peneliti
berusaha memperoleh makna baru yang terkandung dalam aturan hukum yang bersangkutan.
kedua, mengkaji istilah-istilah hukum tersebut dalam praktek melalui analisis
terhadap putusan-putusan hukum. Pengertian hukum (rechtsbegrip)
menduduki tempat penting, baik yang tersimbolkan dalam kata yang digunakan
maupun yang tersusun dalam sebuah aturan hukum, tidak jarang sebuah kata atau
definisi yang terdapat dalam sebuah rumusan aturan hukum tidak jelas maknanya.
kemungkinan, makna yang pernah diberikan kepada suata kata atau definisi
tersebut sudah tidak memadai, baik oleh perkembangan zaman atau untuk memenuhi
kepentingan sifat sebuah system yang all-inclusive sehingga
diperlukan pemberian makna yang baru pada kata atau definisi yang ada, karena
ketepatan makna diperlukan demi kepastian hukum sementara itu menemukan makna (begrip)
pada kata atau sefinisi hukum merupakan kegiatan keilmuan hukum aspek normatif.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pada dasarnya tugas analisis hukum
adalah menganalisis pengertian hukum, asas hukum, kaidah hukum, sistem hukum,
dan berbagai konsep yuridis. Misalnya, konsep yuridis tentang subyek hukum,
obyek hukum, hak milik, perkawinan, perjanjian, perikatan, hubungan kerja, jual
beli, wanprestasi, perbuatan melanggar hukum, delik dan sebagainya.
Pendekatan
filsafat dilakukan sesuai dengan sifat filsafat yang menyeluruh, mendasar, dan
spekulatif, penjelajah filsafat akan mengupas isu hukum (legal issue)
dalam penelitian hukum secara radikal dan mengupas secara mendalam. Socrates
pernah mengatakan bahwa tugas filsafat sebenarnya bukan menjawap pertanyaan
yang diajukan, tetapi mempersoalkan jawaban yang diberikan. dengan demikian
penjelajahan dalam filsafat meliputi ajaran ontologis, ajaran tentang hakikat,
aksiologis (ajaran tentang nilai), epistimolois (ajaran tentang pengetahuan),
telelogis (ajaran tentang tujuan) untuk menjelaskan secara mendalam sejauh
dimungkinkan oleh pencapaian pengetahuan manusia. Pengetahuan filsafat dimulai
dengan sikap ilmuan yang rendah hati, berani mengoreksi diri, berterus terang
dalam memberikan dasar pembenaran terhadap jawaban atas pertanyaan apakah ilmu
yang dikuasai saat ini telah mencakup segenap pengetahuan yang ada, pada
batasan manakah ilmu itu dimulai dan pada batasan mana ia berhenti, dan apakah
kelebihan dan kekurangan ilmu itu. Berdasarkan ciri filsafat tersebut, penelitian
ini dapat dikatakan sebagai Fundamental Research, yaitu suatu
penelitian yang memperoleh pemahaman yang lebih mendalam terhadap imlikasi
sosial dan efek penerapan suatu aturan perundang-undangan terhadap masyarakat
atau kelompok masyarakat yang melibatkan penelitian terhadap sejarah, filsafat,
ilmu bahasa, ekonomi serta implikasi sosial, dan politik terhadap pemberlakuan
suatu aturan hukum.
VIII.
Untuk
memecahkan isu hukum dan memberikan preskripsi mengenai apa yang seyogianya
dari hasil penelitian hukum, diperlukan sumber-sumber penelitian. Sumber-sumber
penelitian tersebut dapat dibedakan atas sumber-sumber penelitian yang berupa
bahan-bahan hukum primer dan bahan-bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer
merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif (mempunyai otoritas), yang
terdiri dari: perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam
pembuatan perundang-undangan dan putusan hakim. Sedangkan bahan hukum sekunder
berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi,
publikasi tentang hukum yang meliputi: buku-buku teks, kamus-kamus hukum,
jurnal-jurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan pengadilan.
Bahan hukum primer yang berupa perundang-undangan, Undang-Undang Dasar
(UUD) mempunyai otoritas yang tinggi, sebab semua peraturan di bawahnya tidak
boleh bertentangan dengan UUD tersebut, kemudian Undang-undang yang merupakan
kesepakatan bersama antara pemerintah dan rakyat mempunyai kekuatan mengikat
untuk penyelenggaraan kehidupan bernegara, serta Peraturan Daerah yang
mempunyai daya otoritas untuk tingkat daerahnya karena dibuat oleh pemerintah
daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Kemudian lagi, bahan hukum primer
yang otoritasnya di bawah undang-undang, yakni: peraturan pemerintah, peraturan
presiden atau peraturan suatu badan, lembaga atau komisi. Kemudiannya lagi,
putusan pengadilan yang merupakan konkretisasi dari perundang-undangan (law in action).
Bahan hukum sekunder yang berupa buku teks berisi prinsip-prinsip
dasar ilmu hukum dan pandangan-pandangan para sarjana hukum yang melahirkan
preskripsi apa yang seyogianya secara juridis yang berpangkal dari karakter
keilmuan hukum, mempunyai kualifikasi tinggi sebagai tulisan hukum (treatise). Telaah buku-buku klassik
sangat dianjurkan bagi peneliti yang menggunakan pendekatan historis.
Selanjutnya, sebagai penyeimbang buku-buku klassik maupun kontemporer,
artikel-artikel yang dimuat di jurnal-jurnal hukum layak dijadikan bahan hukum
sekunder. Jurnal-jurnal hukum tersebut diutamakan yang memuat pandangan-pandangan
baru mengenai (keilmuan) hukum bukan yang berupa pandangan socsolegal yang
menempatkan hukum hanya sebagai gejala sosial.
Penelitian hukum untuk kegiatan akademis juga memerlukan bahan
nonhukum. Bahan nonhukum ini dapat membantu peneliti mendapatkan pengetahuan
mengenai makna yang ada dalam isu hukum yang berguna untuk menganalisis dan
mengidentifikasi apa sebenarnya hal tersebut dari segi hukum dan dengan
demikian ia dapat memberikan jawaban atas isu hukum tersebut. Penggalian
literatur non hukum berguna bagi peneliti untuk menemukan filosofi dari makna
yang dilakukan yang menjadi isu hukum tersebut.
IX.
Sesuai
dengan karakter ilmu hukum sebagai ilmu yang bersifat preskriptif dan terapan
(inilah hukumnya atas peristiwa konkrit) dalam melakukan penelitian hukum
dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Mengindentifikasi fakta hukum dan mengeliminasi hal-hal yang tidak relevan
untuk menetapkan issue hukum yang hendak dipecahkan; 2. Mengumpulkan
bahan-bahan hukum yang sekiranya dipandang mempunyai relevansi, juga
bahan-bahan nonhukum; 3. Menelaah isu hukum yang diajukan berdasarkan bahan
yang telah dikumpulkan; 4. Menarik kesimpulan dalam bentuk argumentasi yang
menjawab isu hukum.; 5. Memberikan preskripsi berdasarkan argumentasi yang
telah dibangun di dalam kesimpulan.
Langkah-langkah yang dilakukan tersebut sesuai dengan karakter ilmu hukum
sebagai ilmu yang bersifat preskriptif dan terapan. Sebagai ilmu yang bersifat
preskriptif, ilmu hukum mempelajari: tujuan hukum, nilai-nilai keadilan,
validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum dan norma-norma hukum. Sebagai ilmu
terapan, ilmu hukum menetapkan standar prosedur, ketentuan-ketentuan,
rambu-rambu dalam melaksanakan aturan hukum. Oleh karena itulah langkah-langkah
tersebut dapat ditetapkan baik terhadap penelitian untuk kebutuhan praktis
maupun untuk kajian akademis.
Penelitian untuk keperluan praktik hukum, mengindentifikasi fakta hukum, mengelimanasi
hal-hal yang tidak relevan dan menetapkan isu hukum, akan menghasilkan argumentasi hukum.
Argumentasi hukum oleh ahli hukum dituangkan dalam Legal Memorandum (LM) yang dibuat untuk sesama ahli hukum dan sarat
dengan bahasa hukum. Jika untuk klien, argumentasi hukum dituangkan dalam Legal Opinion (LO) dengan bahasa yang
lebih dimengerti oleh klien. Apabila untuk beracara di pengadilan, argumentasi
hukum dituangkan dalam bentuk eksepsi, pledoi, replik (bagi jaksa), kesimpulan
(bagi kuasa penggugat maupun tergugat) maupun putusan hakim. Sebagai langkah
pertama penelitian hukum untuk keperluan praktis adalah mengidentifikasi fakta
hukum dan mengeleminasi hal-hal yang tidak relevan. Sering kasus yang diajukan
klien bercampur antara fakta dan pendapat keinginan klien. Ahli hukum harus
dapat membedakan pendapat dengan fakta. Dengan membedakan fakta hukum dengan fakta
non hukum peneliti dapat menetapkan isu hukum yang hendak dipecahkan. Dalam
penelitian hukum untuk kebutuan praktis ini, posisi masing-masing peneliti
tidaklah netral. Praktisi menyusun argumentasi untuk kepentingan pembelaan.
Jaksa meneliti untuk memperkuat dakwaan walaupun bahan yang yang digunakan
adalah sama. Hakim yang tidak berpihak kepada yang berperkarapun juga tidak
netral, karena hakim akan memenangkan pihak yang secara hukum mampu membuktikan
proposisinya dengan argumentasi yang kuat.
Mengindentifikasi fakta hukum,
mengelimanasi hal-hal yang tidak relevan dan menetapkan isu hukum dalam penelitian
hukum untuk keperluan akademis digunakan untuk menyusun karya akademis. Posisi
peneliti pada langkah ini bersikap netral, bahkan putusan hakim pun bilamana
perlu juga dikritisi dengan dijadikannya sasaran penelitian (dalam penelitian
yang bersifat case study atau yang menggunakan case
approach). Pada tingkat
disertasi, langkah-langkah yang dilakukan tersebut pada tingkatan keilmuan
untuk mengungkap sesuatu yang bersifat filosofis guna membangun teori atau
konsep baru atau menggugurkan teori atau konsep yang ada, bahkan menemukan
asas-asas hukum baru.
Memisahkan fakta hukum yang relevan
dengan hal-hal yang tidak relevan bukan pekerjaan mudah. Sebab dalam keadaan
tertentu, posisi seorang peneliti akan banyak (dapat) mempengaruhi hasil
penelitiannya. Misalnya, seorang karyawan aktivis kaum buruh yang meneliti
tentang outsourcing yang termotivasi
untuk membela kaum buruh, maka hasil penelitiannya lebih dapat dikatakan
sebagai Legal Memorandum yang dikemas dalam karya ilmiah. Saran maupun
rekomendasi yang diberikannya lebih bersifat pembelaan untuk kepentingan
praktis daripada pemikiran secara akademis. Peneliti boleh menerima penelitian
pesanan sepanjang mampu menjaga sikap disinterestedness
terhadap isu hukum yang hendak dipecahkan. Apabila peneliti gagal
bersikap disinterestedness, maka sebagus apapun karya akademis yang
dihasilkan mengandung cacat tersembunyi.
Setelah menetapkan isu hukum, peneliti
menelusuri bahan hukum yang relevan. Apabila peneliti sudah menetapkan
pendekatan perundang-undangan yang akan dipakai (statute approach), maka
yang harus dilakukan adalah mencari perundang-undangan yang terkait.
Perundang-undangan meliputi legislation maupu regulation,
bahkan juga delegated legislation maupun delegated regulation.
Bahkan tidak jarang peneliti juga harus mempelajari UU yang secara tidak
langsung berkaitan dengan isu hukum yang diteliti. Apabila peneliti menetapkan
mendekatan kasus (case study) yang
akan dipakai, maka peneliti harus mengumpulkan putusan-putusan pengadilan yang
berkekuatan tetap mengenai isu hukum yang akan dihadapi. Akan tetapi bukan
berarti hanya landmark dicision yang
perlu diacu melainkan juga yang mempunyai relevansi dengan isu yang dihadapi.
Begitu juga putusan-putusan pengadilan asing yang dapat memberikan inspirasi
bagi peneliti untuk meminjam ratio decidendi putusan itu dalam
memecahkan isu. Apabila peneliti menggunanakan pendekatan historis, maka bahan
hukumnya adalah putusan-putusan pengadilan, peraturan perundangan dan buku-buku
hukum dari waktu ke waktu. Mengenai buku-buku, yang ketersediaannya di
Indonesia sangat kurang, terutama buku-buku klasik, sangat disarankan untuk
menggunakan buku yang ditulis dalam bahasa aslinya, sebab kalau dari buku yang
telah diterjemahkan bisa jadi dalam proses proses penterjemahannya kurang
akurat terutama kalau diterjemahkan oleh penerjemah bukan ahli hukum. Apabila
menggunakan pendekatan komparatif, maka bahan hukum yang dicari adalah perudangan
atau putusan-putusan pengadilan dari negara yang mempunyai sistem hukum yang
sama. Namun apabila isu hukum yang diteliti bersifat universal misalnya tentang
hak kekayaan intelektual dapat saja perbandingan dilakukan dengan negara yang
menganut sistem hukum yang berbeda, hanya saja harus ada reasoning yang
kuat. Apabila peneliti menggunakan pendekatan konseptual, yang harus
dikumpulkan yakni aturan perundang-undangan negara lain ataupun putusan-putusan
pengadilan Indonesia atau putusan-putusan negara lain yang terkait dengan isu
hukum yang diajukan, sebab ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang ada
berlaku saat tersebut belum mengatur tentang isu hukum yang hendak dipecahkan.
Selanjutnya, peneliti harus mengumpulkan (melakukan penelusuran) buku-buku hukum
(treatises) yang banyak menjelaskan
tentang konsep-konsep hukum.
Penelahaan terhadap isu hukum, peneliti
perlu merujuk kepada ketentuan-ketentuan yang relevan guna mendapatkan dasar ontologis dan ratio legis. Selanjutnya, perundang-undangan saja tidak cukup, untuk
itu harus mencari buku-buku hukum yang relevan. Penelaahan isu hukum, yang
pertama kali dilakukan yakni mencari dasar ontologis
dan ratio legis, dan hal tersebut
dapat diketahui dari Naskah Akademis undang-undang yang bersangkutan, sebab dalam
naskah akademis tersebut biasanya diuraikan dasar filosofis maupun teori-teori
yang melatar belakanginya, bahkan juga termasuk kajian yang menyangkut aspek
politik, ekonomi, sosial, budaya biasanya terurai dalam naskah akademis.
Penelitian hukum sebagaimana yang
diketahui bukan untuk menguji hipotesis, sehingga konsekuensinya dalam menarik kesimpulan,
yang ditarik bukan tentang ditolak atau diterimanya suatu hipotesis, akan
tetapi peneliti hukum membuat kesimpulannya dari hasil analisis bahan hukum
baik bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder, bahkan adakalanya juga
memerlukan bahan nonhukum sebagai penunjang peneliti hukum untuk menarik
kesimpulan yang menjawab isu hukum yang diajukan. Peneliti tesis atau disertasi
hukum dapat mengambil kesimpulan yang berupa argumentasi hukum.
Esensial dari penelitian hukum, yakni memberikan
preskripsi apa yang seharusnya. Preskripsi yang diberikan menentukan nilai
penelitian tersebut. Preskripsi yang diberikan di dalam penelitian hukum harus
dapat dan mungkin untuk diterapkan, oleh karena berpegang pada karakter ilmu
hukum sebagai ilmu terapan. Preskripsi yang diberikan bukanlah merupakan
sesuatu yang sudah diterapkan atau yang sudah ada. Oleh sebab itu, yang
dihasilkan oleh penelitian hukum walaupun bukan asas baru atau teori baru,
paling tidak merupakan argumentasi baru. Preskripsi dalam penelitian hukum harus
memperhatikan sifat keilmuan ilmu hukum sebagai ilmu terapan, sehingga
preskripsi (yang berupa saran atau rekomendasi) tersebut harus dapat diterapkan
di alam realitas dan bersifat terukur, bukan bersifat umum, serta tidak terjebak
hanya berupa wishful thinking semata-mata., serta juga tidak berupa saran atau
rekomendasi yang mengada-ada (saran atau rekomendasi harus sejalan dengan
kesimpulan yang telah diambil).
X.
Penelitian
disertasi jika dikaitkan dengan Kerangka Kualifikasi Nasional (KKNI)
sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden RI Nomor 8 Tahun 2012 Tentang
Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia, maka tingkat Magister berada pada
level 8 yakni: a. Mampu
mengembangkan pengetahuan, teknologi, dan atau seni di dalam bidang keilmuannya
atau praktek profesionalnya melalui riset, hingga menghasilkan karya inovatif
dan teruji. b. Mampu memecahkan permasalahan sains, teknologi, dan atau seni di
dalam bidang keilmuannya melalui pendekatan inter atau multidisipliner . c.
Mampu mengelola riset dan pengembangan yang bermanfaat bagi masyarakat dan
keilmuan, serta mampu mendapat pengakuan nasional maupun internasional.
Sedangkan tingkat Doktor berada pada Level 9, yakni: a. Mampu mengembangkan
pengetahuan, teknologi, dan atau seni baru di dalam bidang keilmuannya atau
praktek profesionalnya melalui riset, hingga menghasilkan karya kreatif,
original, dan teruji; b. Mampu memecahkan permasalahan sains, teknologi, dan atau
seni di dalam bidang keilmuannya melalui pendekatan inter, multi atau
transdisipliner. c. Mampu mengelola, memimpin, dan mengembangkan riset dan
pengembangan yang bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan kemaslahatan umat
manusia, serta mampu mendapat pengakuan nasional maupun internasional.
Berdasarkan KKNI tersebut, penelitian pada level Disertasi Ilmu Hukum merupakan
penelitian pegembangan Ilmu Hukum dalam bidang keilmuannya melalui pendekatan
inter, multi atau transdisipliner yang bermanfaat bagi ilmu hukum dan
kemaslahatan umat manusia serta medapat pengakuan nasional maupun
internasional. Sehingga penelitian Disertasi ilmu hukum seyogianya mencakup 3 (tiga) tataran isu hukum yakn mulai darii: 1. isu hukum pada tataran dogmatik hukum, yang terkait/menyangkut ketentuan hukum yang
relevan dengan fakta yang dihadapi; 2. isu hukum pada
tataran teori hukum, yang mengandung konsep hukum, dan 3. isu hukum pada
tataran filosofis, yang terkait/menyangkut asas-asas hukum.
XI.
Teori dalam penelitian, menurut pendapat para ahli
bahwa para peneliti menggunakan teori berbeda dalam berbagai jenis penelitian,
tetapi beberapa jenis teori hadir dalam sebagian besar penelitian sosial. Teori
merupakan seperangkat konstruk (konsep), defenisi, dan proposisi yang berfungsi
melihat fenomena secara sistematik, melalui hubungan antar variabel, sehingga
dapat berguna untuk menjelaskan dan meramalkan fenomena. Teori merupakan sebuah
penjelasan atau sesuatu yang menjelaskan tentang sebuah sistem yang
mendiskusikan bagaimana sebuah fenomena beroperasi dan mengapa fenomena itu
terjadinya seperti itu. Suatu teori akan memperoleh arti yang penting, bila
teori tersebut lebih banyak dapat melukiskan, menerangkan, dan meramalkan
gejala yang ada.
Teori dapat dibedakan dalam 3 macam, yakni: a.
teori yang deduktif, memberi keterangan yang dimulai dari suatu perkiraan atau
pikiran spekulatif tertentu kearah data yang akan diterangkan; b. teori yang
induktif, cara menerangkan yakni dari data ke arah teori, dalam bentuk ekstrim
titik pandang yang positivistik ini dijumpai pada kaum behaviorist; dan c. teori yang fungsional, yang menampakan suatu interaksi pengaruh antara
data dan perkiraan teoritis, yakni data mempengaruhi pembentukan teori dan
pembentukan teori kembali mempengaruhi data. Berdasarkan ketiga macam teori
tersebut, teori dipandang sebagai: a.
teori menunjuk pada sekelompok hukum yang disusun secara logis. Hukum-hukum ini
biasanya memiliki sifat hubungan yang deduktif. Suatu hukum menunjukkan suatu
hubungan antara variabel-variabel empiris yang bersifat ajeg dan dapat diramal
sebelumnya; b. suatu teori juga dapat merupakan suatu rangkuman tertulis
mengenai suatu kelompok hukum yang diperoleh secara empiris dalam suatu bidang
tertentu. Di sini orang mulai dari data yang diperoleh dan dari data yang
diperoleh itu datang suatu konsep yang teoritis (induktif); c. suatu teori juga
dapat menunjuk pada suatu cara menerangkan yang menggeneralisasi. Disini
biasanya terdapat hubungan yang fungsional antara data dan pendapat teoritis.
Suatu teori merupakan suatu konseptualisasi
yang umum. Konseptualisasi atau sistem pengertian ini diperoleh melalui jalan
sistematis. Suatu teori harus dapat diuji kebenarannya, bila tidak, dia bukan
teori. Teori merupakan alur logika atau penalaran yang merupakan seperangkat
konsep, defenisi, dan proposisi yang disusun secara sitematis, yang secara umum
teori tersebut mempunyai fungsi untuk: menjelaskan (explanation), meramalkan (prediction), dan pengendalian (control) suatu gejala. Oleh karena itu, teori memiliki kegunaan
dan fungsi dalam penelitian, diantaranya: a. teori mempersempit/membatasi ruang
atau kawasan dari fakta yang akan dipelajari; b. teori menyarakan sistem
pendekatan penelitian yang disukai untuk mendapatkan makna yang sesungguhnya;
c. teori menyarakan sistem penelitian yang memungkinkan untuk meng-impose data sehingga diklasifikasikan
dalam jalan yang lebih bermakna; d. teori merangkum suatu pengetahuan tentang
suatu objek kajian dan pernyataan yang tidak diinformasikan yang diluar
observasi yang segera; e. teori bisa digunakan untuk memprediksi fakta lebih
jauh yang bisa ditemukan. Dengan demikian, penelitian harus berbekal teori.
Dalam penelitian kuantitatif, teori yang digunakan harus sudah jelas, sebab
teori berfungsi untuk memperjelas masalah yang diteliti, sebagai dasar untuk
merumuskan hipotesis dan sebagai referensi untuk menyususn instrumen
penelitian, sehingga landasan teori dalam proposal penelitian kuantitatif harus
sudah jelas teori apa yang akan dipakai. Artinya, teori berfungsi untuk: a. memperjelas
masalah penelitian; b. dasar merumuskan hipotesis penelitian; c. referensi
untuk menyusun instrumen penelitian; d. menemukan benang baru yang diteliti; e.
menghindari pendekatan yang tidak sesuai; f. memperoleh metode penelitiannya;
g. mengindentifikasi rekomendasi untuk penelitian yang lebih jauh; h. mencari grand theory pendukung.
Teori dalam penelitian menjelaskan, meramalkan
dan mengendalikan fenomena dan objek yang diteliti. Artinya ketika seorang akan
menjelaskan tentang masalah hukum, maka teori yang diambil harus yang
menjelaskan tentang hukum, bukan tentang hal lain di luar hukum. Hal ini
sejalan dengan pandangan socio-legal
yang mengemukakan dasar-dasar-dasar penelitian hukum normatif atau juridis doktriner dengan
non-doktriner atau sociolegal approach merupakan dua
pendekatan yang relevan. Penelusuran terhadap sumber-sumber primer: asas hukum,
undang-undang, jurisprudensi, dan putusan-putusan lembaga hukum yang kompeten,
begitu juga sumber keterangan sekunder: berbagai ajaran hukum dan data-data lapangan
hasil fieldwork. Sedangkan dalam kaitannya dengan pendekatan empirik,
selain peneliti dituntut untuk menguasai asas-asas hukum, doktrin dan
norma-norma hukum material, peneliti juga diharapkan mampu memilih teori-teori
sebagai analisis yang akan dipergunakan dalam penelititannya. Kedua, pendekatan
penelitian ini bukan saja dapat menggunakan model penelitian kualitatif, bahkan
dapat juga menggunakan data-data bersifat kuantitatif. Hal ini terutama akan
relevan bilamana rencana penelitian terkait dengan bidang hukum ekonomi dan
system peradilan pidana. Prinsip-prinsip penelitian hukum dengan pendekatan
sosiologis (empiris) dan upaya-upaya ke arah pencarian
alternatif dalam upaya menjawab problem yang dihadapi oleh penegak hukum dalam
menerapkan hukum di masyarakat. Informasi relevan mengenai segi-segi
operasional dalam melakukan penelitian yang bersifat pencarian fakta dengan
observasi terlibat (fieldwork), atau pendekatan sosiologi dan
antropologi hukum, juga perlu memperoleh perhatian. Selain itu, juga akan
dibahas beberapa tema penting berkaitan dengan teknik merumuskan masalah yang
tepat dan aktual. Mengorganisasi ide-ide utama dan menjabarkan argumentasi dan
membuktikannya dengan fakta-fakta yang vital serta menganalisis fakta-fakta
secara kritis dan mendalam. Mengevaluasi apakah data-data dan analisisnya telah
benar serta sinkron menjawab persoalan utama. Dalam perkuliahan, beberapa dosen
secara khusus juga menerangkan pengalaman dalam melakukan penelitian lapangan
dan proses penulisan disertasinya.
Kalangan peserta program
doktor imu hukum selalu bertanya bagaimana harus mendudukkan teori-teori yang
mereka gunakan dalam penelitian. Di beberapa perguruan tinggi yang menyelenggarakan program doktor ilmu hukum,
ada keharusan bagi peneliti yang tengah menyusun disertasi agar mendudukkan
tiga landasan teoretis untuk topik penelitian mereka, yang disebut teori
dasar/besar (grand theory), teori menengah (middle range-theory),
dan teori aplikatif/ terapan (applied theory). Keharusan ini
menyebabkan timbulnya kesulitan bagi para peneliti tersebut untuk memastikan
mana yang harus diposisikan sebagai teori dasar, menengah, dan aplikatif, serta
apa tolok ukurnya.
Apalagi di dalam disiplin hukum,
tidak ada tolok ukur yang rigid untuk keperluan ini. Kendati demikian, peneliti
dapat menggunakan indikator pemosisiannya dengan memakai strategi kognisi dalam
penyusunan suatu bangunan ilmu.
Suatu
bangunan ilmu lazimnya akan terdiri dari beberapa lapisan. Lapisan paling bawah
adalah fakta. Dalam ilmu hukum pun, fakta tersebut merupakan susunan paling
bawah, yang berdimensi empiris karena terikat pada ruang dan waktu. Selanjutnya,
dalam perkembangannya kemudian fakta yang berdimensi empiris tersebut bisa
diabaikan oleh ilmu hukum (yang bersifat sui
generis) yang berkarakter preskriptif dan terapan (normatif). Itulah
sebabnya, di kenal apa yang disebut dengan fiksi hukum. Ilmu hukum yang
berkarakter normatif itu, tidak semua bangunan kognisinya harus bersumber dari
fakta. Oleh karena ilmu hukum berbeda dengan ilmu-ilmu empiris. Contohnya, “semua
orang dianggap tahu hukum”, jelas pernyataan tersebut tidak faktual, dan hal
tersebut merupakan sebuah anggapan, bahkan suatu fiksi.
Konsep-konsep
lahir dari fakta yang beraneka ragam. Setiap konsep pada hakikatnya merupakan
hasil generalisasi dari fakta-fakta. Konsep dibentuk karena kognisi melakukan
penelaahan dan kemudian pemilahan terhadap fakta-fakta itu. Semua fakta yang
masuk dalam klasifikasi karakteristik yang sama dimasukkan ke dalam satu
konsep. Karakteristik atau ciri-ciri ini merupakan konotasi yang seyogianya
komprehensif atas semua fakta terkait. Dengan perkataan lain, konotasi ini
merupakan komprehensi dari fakta-fakta itu. Ada konsep yang di beri nama dan
ada yang tidak. Nama untuk konsep itu di sebut terma (dari kata “term” atau
“terminology”). Apa terma yang diberikan, sangat bergantung pada bahasa yang
digunakan. Jadi, dengan mengacu pada satu terma, peneliti sekaligus dapat
membayangkan ciri-ciri dari konsep itu dan anggota-anggota yang secara faktual
memenuhi kriteria ciri-ciri itu tadi. Anggota-anggota ini merupakan denotasi
dari konsep tersebut. Sebagai contoh, di dalam satu ruangan di lihat terdapat
fakta telah hadir sebanyak 20 orang. Kognisi peneliti akan mencermati
ciri-ciri mereka dan di tarik kesimpulan ada 10 orang pria dan 10 orang wanita.
Pria dan wanita merupakan terma untuk konsep jenis kelamin. Peneliti tentunya
punya konotasi tentang ciri-ciri untuk bisa disebut pria dan wanita. Berangkat
dari konotasi tadi peneliti dapat menentukan siapa saja dari ke-20 orang itu
yang menjadi anggota (denotasi) kelompok pria dan wanita. Kognisi manusia tentu
tidak akan membatasi diri pada tataran konsep. Kognisi peneliti memiliki
kemampuan menghubungkan konsep-konsep itu, yang di sebut proposisi. Dalam ilmu
hukum, asas-asas hukum biasanya masuk ke dalam tataran ini. Demikian juga
klausula-klausula dalam perjanjian atau peraturan perundang-undangan. Jika peneliti
misalnya, mengacu pada asas legalitas, maka tentu peneliti dapat memahami bahwa
di dalam asas tersebut tidak hanya terdiri dari satu konsep. Ada sejumlah
konsep yang terhubungkan di situ, seperti konsep hukum tertulis (lex
scripta), larangan retroaktif (lex temporis delicti), dan
larangan analogi (lex stricta). Semua konsep itu terhubungkan satu
sama lain. Ilmu hukum sebagai ilmu yang sudah mapan tentu dapat
menjelaskan bagaimana pola hubungan itu.
Suatu
penelitian, menuntut peneliti untuk membangun kerangka konsep. Bangunan kerangka
konsep itu penting untuk membantu peneliti memahami dan menjelaskan tentang
hubungan satu konsep dengan konsep lainnya. Oleh karena rumusan masalah yang diajukan
kerapkali cukup kompleks, maka peneliti sering dituntut untuk membuat beberapa
proposisi sekaligus yang kemudian dijalin menjadi satu aliran berpikir. Jadi,
pada akhirnya terdapat suatu kerangka berpikir, yang sebenarnya merupakan
rangkaian satu proposisi yang terhubung ke proposisi lainnya, sehingga ditemukan
satu landasan kognitif untuk menjawab rumusan masalah yang
diajukan. Rangkaian antar-proposisi ini sesungguhnya dalam skala kecil
sudah merupakan “teori” juga karena sudah memiliki fungsi deskriptif dan
preskriptif. Suatu teori pada hakikatnya merupakan bangunan “inter-related
propositions”. Teori di tataran ini sangat aplikatif untuk
menjawab rumusan masalah yang diajukan. Kalau begitu, kerangka konsep ini
sebenarnya bisa dipakai sebagai ‘applied theory’ dalam
penelitian tersebut.
Kedudukan
posisi teori menengah (middle-range theory) dapat ditemukenali dari
cara peneliti mengalirkan konsep-konsep di dalam proposisi yang ada dalam
kerangka yang sudah peneliti susun. Mungkin pada saat peneliti menyusun
rangkaian konsep dan rangkaian proposisi untuk keperluan menjawab rumusan
masalah, peneliti sebenarnya sudah menggunakan referensi teoretis tertentu.
Sebagai contoh, dalam rumusan masalah penelitian peneliti mempertanyakan
tentang benturan antara asas legalitas dan asas oportunitas dalam kasus “X”.
Setelah konsep-konsep dari kedua asas itu dipetakan, peneliti tentu perlu
memikirkan bagaimana harus mengaitkan keduanya di dalam satu kerangka konsep.
Apakah ada teori yang bisa membantu? Jika ada, maka inilah teori menengah yang
bisa diajukan. Teori di tataran ini, dengan demikian, lebih luas daripada teori
aplikatif. Teori di tataran menengah memiliki kontribusi untuk membantu peneliti
menjelaskan bagaimana hubungan antar-proposisi itu dijalin dalam rangka
mengalirkan konsep-konsep yang peneliti bangun dalam kerangka konsep.
Tataran
teori dasar (grand theory) dari suatu penelitian sudah harus
berhubungan dengan ilmu atau rumpun ilmu hukum terkait. Teori tersebut perkara
pilihan terkait jendela mental yang peneliti gunakan. Walaupun relatif
arbiter, tidak lalu berarti peneliti bisa memilih teori secara sembarangan.
Harus ada pertanggungjawaban ilmiah tentang pilihan-pilihan itu. Biasanya, pada
level ini peran paradigma mulai dirasakan pengaruhnya. Sebagai contoh, dalam
hal peneliti ingin menjawab rumusan masalah tentang perbenturan asas legalitas
dan oportunitas tadi, akan terlihat bahwa jika peneliti menggunakan suatu teori
yang berada dalam area legisme, maka hasilnya bisa sangat berbeda dengan jika
kita memakai teori di area realisme.
Selanjutnya,
yang menjadi persoalannya yakni apakah peneliti harus memulainya dari penentuan
teori dasar menuju ke teori aplikatif; atau sebaliknya dari teori aplikatif
dulu baru menuju ke teori dasar? Pertanyaan ini juga membawa konsekuensi
tersendiri. Sebab, apabila peneliti sudah sejak awal memiliki preferensi
paradigmatis tertentu, misalnya memahami hukum seperti layaknya kaum realis,
akan ada kecenderungan kuat kita mencari konsep-konsep hukum dan kemudian
menyusun kerangka konsep yang sejalan dengan pandangan kaum realis itu.
XII.
Disertasi
merupakan karya ilmiah yang disusun oleh seorang mahasiswa program doktor
sebagai satu syarat kelengkapan untuk memperoleh gelar Doktor (Sarjana Strata
3). Sebagai karya ilmiah, Disertasi harus disusun berdasarkan kaidah-kaidah
keilmuan, baik sejak penyusunan proposal sampai dengan publikasi hasil
penelitiannya. Dengan kata lain, Disertasi harus disusun berdasarkan metodologi
penelitian ilmu hukum. Topik Disertasi harus berkenaan dengan Ilmu Hukum.
Tujuan penulisan disertasi setidaknya untuk membuktikan bahwa mahasiswa yang
bersangkutan: a. memiliki pemahaman tentang Ilmu Hukum, baik pada aspek nilai
yang mendasari, norma yang eksis, dan realitas empiris yang muncul dalam
masyarakat; b. dapat menjabarkan Ilmu Hukum tersebut secara logis, sistematis
dan metodologis; c. menganalisis data, membuat kesimpulan dan rekomendasi atas
hasil-hasil penelitiannya; dan d. menguasai dan mampu menerapkan Ilmu Hukum
berkenaan dengan masalah yang sedang diteliti dan menemukan cara pemecahannya.
Setiap Universitas yang
menyelenggarakan pendidikan dokror ilmu hukum mempunyai pedoman penulisan
disertasi yang berbeda satu dengan lainnya. Walaupun ada perbedaan dalam sistematika
dalam penulisannya, tetapi substansi penelitiaannya haruslah di bidang
keilmuaan ilmu hukum, ilmu lain di luar ilmu hukum hanya sebagai ilmu bantu
bagi ilmu hukum, dan hasil penelitian dari ilmu lain tersebut hanyalah
menghasilkan sumber bahan hukum dan bukan hukumnya (inilah hukumnya atas
peristiwa kokrit) akan tetapi hanya menggambarkan beginilah masyarakat menerapkan hukum (gejala sosial).
FORMAT PENULISAN DISERTASI
A. PROPOSAL PENELITIAN
Proposal
Penelitian untuk Disertasi terdiri dari 3 (tiga) bagian, yaitu Bagian
Awal, Bagian Utama dan Bagian Akhir. Jumlah
halaman Proposal Penelitian untuk Disertasi ditentukan antara 25 – 30 halaman.
A.1. Bagian Awal, terdiri
dari :
· Halaman Judul
Halaman
ini memuat nama lembaga, lambang UGM, maksud usulan penelitian, judul
penelitian, nama dan nomor mahasiswa, serta nama program studi, nama
tempat/kota dan waktu pengajuan usulan penelitian (lihat contoh)
· Halaman
Persetujuan
Halaman ini memuat persetujuan Promotor dan Ko-promotor, lengkap dengan
tanda tangan dan tanggal persetujuan. (lihat contoh)
A.2. Bagian Utama, terdiri
dari :
· Latar Belakang
Masalah
Latar belakang masalah mengandung penjelasan tentang
keinginan-tahuan peneliti terhadap sesuatu kebenaran baru dari berbagai aspek
ilmu hukum, atau pentingnya masalah yang dihadapi untuk dipecahkan. Diyakini
bahwa kebenaran baru ataupun pemecahan masalah tersebut selama ini belum pernah
terjawab, dan hanya akan terjawab melalui penelitian yang akan dilakukannya.
· Perumusan
Masalah
Perumusan masalah merupakan kristalisasi dari uraian pada latar belakang masalah dan
mencerminkan ruang-lingkup dari penelitian. Lazimnya, masalah yang akan
diteliti tersebut dirumuskan dalam kalimat tanya.
· Tujuan
Penelitian
Tujuan penelitian berisi uraian yang menggambarkan arah dan capaian (goal) yang ingin
dicapai melalui penelitian. Isinya bukan sekedar menjawab permasalahan saja,
melainkan juga menggambarkan kontribusi ilmiah yang dapat diberikan terhadap
perkembangan ilmu hukum, baik pada tataran teoretis maupun praktis.
· Keaslian
Penelitian
Keaslian penelitian berisi uraian yang menggambarkan perkembangan dari
penelitian-penelitian terdahulu untuk topik serupa atau yang terdapat relasi
dengan topik yang akan diteliti. Uraian harus menggambarkan bahwa penelitian
yang akan dilakukan itu berbeda sekaligus merupakan penelitian baru dan asli
(orisinal) sehingga hasilnya dapat melengkapi penelitian-penelitian terdahulu.
· Kegunaan
Penelitian
Kegunaan penelitian.
Secara garis besar harus dapat ditunjukkan kegunaan hasil penelitian itu untuk
2 (dua) hal, yaitu : (1). Untuk pengembangan ilmu hukum; dan (2). Untuk
kemaslahatan kehidupan manusia.
· Tinjauan
Pustaka
Menguraikan secara sistematis mengenai azas-azas hukum, peraturan
perundang-undangan, pendapat para pakar, hasil-hasil penelitian terdahulu yang
ada kaitannya dengan penelitian yang sedang dilakukan. Hasil kajian/tinjauan
pustaka dikemukakan secara kritis dan sistematis sehingga membentuk pola pikir
tertentu yang mengarah terbentuknya teori baru. Dengan kata lain, tinjauan
pustaka merupakan upaya melakukan teoresasi. Pola pikir inilah yang nantinya
akan digunakan sebagai alat (pisau) untuk menganailis permasalahan-permasalahan
yang telah dirumuskan sebelumnya. Pola pikir digambar dalam bentuk bagan atau
skema. Dalam bagan atau skema harus telah tergambar dengan jelas kedudukan,
jumlah dan hubungan antar variabel. Hasil kajian pustaka yang dikemukakan
hendaknya diambil dari sumber aslinya.
· Kerangka Teori
Landasan teori, berisi pilihan terhadap satu atau
beberapa teori yang secara argumentatif dipandang cocok untuk digunakan sebagai
pisau analisis untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan. Tidak
tertutup kemungkinan, teori yang telah ada diditerima dan digunakan secara
utuh, namun dapat juga dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan peneliti. Segala
pilihan tesebut harus disertai argumentasi ilmiah.
· Hipotesis
(jika ada)
Hipotesis, merupakan jawaban/kesimpulan sementara. Hipotesis ini dirumuskan berdasarkan pola pikir yang
terbentuk dari tinjuan pustaka, atau kesimpulan sementara yang diperoleh
melalui analisis berdasarkan teori yang dipilihnya. Fungsi hipotesis adalah
memberikan arah dan mengendalikan proses penelitian agar sesuai dengan tujuan penelitian.
Kualitas Disertasi tidak ditentukan oleh terbukti atau tidaknya suatu
hipotesis. Artinya, hipotesis tidak mesti harus terbukti sama dengan kesimpulan
akhir setelah dilakukan penelitian.
· Cara
Penelitian
= Bahan/Materi Penelitian
Ilmu hukum
merupakan ilmu untuk manusia dan kemanusiaan. Oleh karenanya, bahan/materi
penelitian ilmu hukum dapat berupa keseluruhan realitas kehidupan manusia.
Bahan/materi tersebut meliputi :
– Nilai-nilai (baik nilai teologis
maupun filosofis);
– Norma-norma hukum (baik tertulis
maupun tak tertulis);
– Realitas hukum empiris (baik
fakta maupun fenomena).
= Data Penelitian
Data
merupakan bagian dari realitas yang telah dipilih untuk diteliti. Jenisnya bisa
kualitatif atau kuantitatif. Peneliti harus mampu merancang validitas dan
kecukupan data berdasarkan metode tertentu.
= Alat Pengumpulan Data
Alat
pengumpulan data berupa benda-benda yang berfungsi memudahkan peneliti
memperoleh data. Peneliti harus menjelaskan alat yang digunakan, disertai
argumentasi yang sesuai dengan data yang akan dikumpulkan.
= Cara Pengumpulan Data
Secara
garis besar cara pengumpulan data dapat dilakukan dengan 3 (tiga) cara, yaitu :
observasi, wawancara dan eksplorasi. Peneliti dapat memilih salah satu atau
gabungan dari cara-cara tersebut sesuai dengan jenis data dan tipe penelitian.
= Analisis Data
Analisis
data pada dasarnya merupakan upaya untuk menjelaskan dan memaknakan data,
dengan menggunakan alat bantu (pisau analisis) berupa teori. Peneliti harus
mampu menjelaskan bagaimana penggunaan pola pikir yang telah dibangun atau
teori yang telah dipilih untuk mengalisis data. Uraian harus sistematis dan
logis.
= Penarikan Kesimpulan
Secara
garis besar penarikan kesimpulan dapat dilakukan dengan metode induktif atau
deduktif. Pilihan terhadap metode tersebut harus disertasi argumentasi yang
sinkron dengan tipe penelitian dan penggunaan kesimpulan tersebut.
A.3. Bagian Akhir, terdiri
dari :
· Daftar Pustaka
Daftar
pustaka berisi informasi tentang berbagai sumber yang telah digunakan sebagai
rujukan dalam menulis karya ilmiah, baik berupa: buku, jurnal, majalah, koran,
perundang-undangan, internet ataupun sumber lain.
· Lampiran (jika
ada)
· Daftar Riwayat
Hidup
Daftar
riwayat hidup (biodata, curriculum vitae) mahasiswa memuat hal-hal sebagai
berikut:
– Nama lengkap dan gelar akademik,
– Tempat dan tanggal lahir,
– Pangkat dan Jabatan,
– Riwayat pendidikan (mulai masuk sampai lulus),
– Karya ilmiah,
– Pertemuan ilmiah yang dihadiri, dan
– Penghargaan ilmiah (bila ada).
B. DISERTASI
Disertasi
pada dasarnya juga terdiri dari 3 (tiga) bagian, yaitu Bagian
Awal, Bagian Utama dan Bagian Akhir. Disertasi
secara kualitatif tidak ditentukan jumlah halamannya. Namun umumnya tidak
kurang dari 100 halaman.
B.1. Bagian Awal, terdiri
dari :
· Halaman Sampul
Depan
Halaman
ini memuat nama lembaga, lambang UGM, judul Disertasi, maksud Disertasi, nama
dan nomor mahasiswa, serta nama Program Studi, nama tempat/kota dan waktu
pengajuan Disertasi (lihat contoh)
· Halaman Judul
Memuat
tulisan sama dengan Halaman Sampul Depan, tetapi diketik di atas kertas putih.
· Halaman
Persetujuan
Memuat
persetujuan Promotor dan Ko-promotor, lengkap dengan tanda tangan dan tanggal
persetujuan. (lihat contoh)
· Halaman
Pengesahan
Memuat
pengesahan dari para Dosen Penguji serta diketahui oleh Ketua Program Studi dan
Dekan lengkap dengan tanda tangan dan tanggal pengesahan. (lihat lampiran 4)
· Kata Pengantar
Memuat
uraian singkat tentang maksud Disertasi, penjelasan-penjelasan lain yang
diperlukan dan ucapan terima kasih. Kata pengantar tidak mengemukakan hal-hal
yang bersifat ilmiah.
· Daftar Isi
Memuat
gambaran secara menyeluruh mengenai isi Disertasi dan merupakan petunjuk bagi
yang ingin melihat langsung suatu bab atau sub bab dengan mencantumkan nomor
halaman.
· Abstract dan
Intisari
Abstract
ditulis dalam bahasa Inggris. Intisari ditulis dalam bahasa Indonesia.
Masing-masing tidak lebih dari satu halaman. Ditulis dengan spasi tunggal.
Isinya memuat 3 (tiga) komponen yang masing-masing dikemukakan dalam satu
alenia, yaitu : latar belakang, tujuan dan permasalahan yang diteliti; metode
penelitian; dan hasil penelitian. Pada bagian akhir dicantumkan kata kunci (key
words).
· Daftar Tabel
(jika ada)
· Daftar
Lampiran (jika ada)
B.2. Bagian Utama, terdiri
dari :
· Pendahuluan
Memuat
latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, keaslian
penelitian, kegunaan penelitian, cara penelitian dan sistematika Disertasi (lihat
kembali dalam Usulan Penelitian).
· Tinjauan
Pustaka
Bab
ini berisi elaborasi terhadap pustaka dalam jumlah yang lebih banyak dan lebih
mendalam daripada uraian yang telah dikemukakan dalam proposal (lihat
kembali panduan dalam proposal).
· Landasan Teori
Bab
ini berisi penjelasan dan pandangan kritis peneliti terhadap teori yang telah
dipilih untuk pisau analisis dalam mengolah data. Uraian harus lebih tajam dan
mendalam daripada yang tersaji dalam proposal (lihat kembali panduan dalam
proposal).
· Hasil
Penelitian dan Pembahasan
Bagian
ini memuat penjabaran hasil penelitian dan pembahasan terhadap permasalahan
yang telah dirumuskan sebelumnya.
Hasil
penelitian dan pembahasan ini dapat dikemukakan dalam beberapa Bab tersendiri,
sesuai dengan substansi, jumlah dan macam variabel, serta tetap konsisten
terhadap jumlah dan sistematika permasalahan.
· Penutup
Bab
ini berisi 2 (dua) komponen, yaitu :
–
Kesimpulan
Memuat
pernyataan singkat dan tepat yang dijabarkan dari hasil penelitian dan
pembahasan untuk menjawab permasalahan yang dirumuskan.
– Saran
Memuat
pertimbangan yang diusulkan atas dasar hasil penelitian dan pertimbangan penulis.
Saran hendaknya jelas sasarannya dan aplikatif.
B.3. Bagian Akhir, terdiri dari :
· Daftar Pustaka
Memuat
pustaka yang diacu dalam Disertasi dan disusun ke bawah menurut abjad
nama akhir penulis pertama (lihat kembali panduan proposal).
· Indeks Istilah
Indeks
Istilah bertujuan memberikan panduan yang spesifik, juga mampu menentukan
lokasi sumber informasi dengan efisien dan dapat digunakan untuk mencari
sumber-sumber informasi lain yang berkaitan.
Contoh:
Korupsi
halaman 80, 125, 158, dan seterusnya.
Terorisme
halaman 90, 201, dan seterusnya.
· Indeks Subyek
Indeks
subyek merupakan indeks yang merujuk pada nama pengarang atau pemilik teori
yang disebut dalam buku.
Contoh:
M
Moeljatno
halaman 124, 200, 245, dan seterusnya.
Contoh:
S
Sudikno
Mertokusumo halaman 76, 110, 210, dan seterusnya.
· Glosarium
Glosarium
merupakan suatu daftar alphabetis istilah dalam suatu ranah pengetahuan
tertentu yang dilengkapi dengan definisi untuk istilah-istilah tersebut atau
dalam suatu bahasa yang didefinisikan dalam bahasa lain, atau diberi sinonim
(atau paling tidak sinonim terdekat) dalam bahasa lain.
Contoh:
Res
judicata pro veritate habetuur : keputusan hakim harus dianggap benar atau dihormati sebelum ada
putusan lain di tingkat pengadilan di atasnya yang mengkoreksi putusan
tersebut.
· Lampiran (jika
ada)
C. TATA CARA PENULISAN
C.1. Bahan dan Ukuran
· Naskah dibuat di atas kertas HVS 80 mg.
· Ukuran kertas adalah kwarto ukuran A-4
(21,5 x 29,7 cm).
· Sampul menggunakan kertas manila
berwarna hitam.
C.2. Pengetikan
· Naskah diketik dengan huruf Times New
Roman 12
· Pemakaian huruf miring hanya
untuk pengetikan kata yang belum baku dalam bahasa Indonesia.
· Jarak baris tulisan dalam naskah adalah
2 spasi, kecuali untuk kutipan, catatan kaki, tabel, keterangan gambar dan daftar
pustaka diketik dengan jarak 1 spasi.
· Batas tepi atas dan kiri adalah 4 cm,
sedangkan batas tepi bawah dan kanan adalah 3 cm.
· Pengetikan alinea baru
dimulai pada ketukan yang ke-6 dari batas tepi kiri.
· Gambar atau tanda yang tidak terdapat
pada mesin ketik/komputer, digambar atau ditulis dengan tinta cina.
· Bab diberi nomor dengan angka Romawi
besar dan judulnya diketik dengan huruf besar (kapital) semua dengan jarak 4 cm
dari tepi atas dan seimbang dari tepi kanan-kiri tanpa diakhiri dengan tanda titik.
· Sub bab diketik dengan huruf kapital
(huruf pertamanya) dan diberi nomor urut dengan angka Arab tanpa diakhiri
dengan tanda titik.
· Anak sub bab ditulis mulai dari ketikan
ke-enam diikuti dengan tanda titik. Kalimat yang menyusul kemudian diketik ke belakang
dalam satu baris dengan anak sub bab.
C.3. Penomoran Halaman
· Bagian awal dalam Disertasi diberi nomor urut
dengan menggunakan angka romawi kecil ( i, ii, iii, iv, v dan seterusnya) dan
diketik pada bagian tengah bawah.
· Bagian utama dan bagian akhir dalam Disertasi diberi nomor angka
arab dan ditempatkan di sebelah kanan atas dengan jarak 3 cm dari tepi kanan
dan 1 ½ cm dari tepi atas.
· Tabel dan gambar diberi nomor urut dengan angka
arab.
· Bab baru tidak perlu diberi nomor halaman
tetapi tetap diperhitungkan.
C.4. Bahasa
· Bahasa yang digunakan adalah bahasa
Indonesia baku yang baik dan benar.
· Bentuk orang pertama atau orang kedua
(saya, kami, kita, engkau) tidak boleh digunakan, melainkan harus dibuat
kalimat pasif. Kata ganti diri ”saya” menggunakan kata ”penulis”.
· Istilah yang digunakan merupakan istilah
Indonesia yang sudah dibakukan dan apabila terpaksa memakai istilah asing,
harus dicetak miring.
· Kata penghubung tidak boleh digunakan
untuk memulai suatu kalimat.
· Kata depan ke dan di maupun tanda baca
harus digunakan dengan
C.5. Kutipan dan Catatan Kaki
Kutipan
dapat dibedakan menjadi kutipan langsung dan kutipan tidak langsung. Kutipan
langsung harus sama dengan aslinya, sedangkan kutipan tidak langsung merupakan
hasil penyimpulan dari literatur tertentu atas pendapat orang atau sumber
lainnya dengan menggunakan kalimat sendiri.
Kutipan
langsung yang panjangnya lima baris atau lebih diketik dengan cara mengosongkan
4 ketukan dari garis batas (margin) sebelah kiri dalam satuan baris dan tidak
diberi tanda petik dengan menggunakan spasi tunggal. Kutipan langsung
yang panjangnya kurang dari lima baris dimasukkan dalam teks dan diketik biasa
dengan menggunakan tanda petik (“) pada awal dan akhir kalimat. Penulisan
kutipan tidak langsung dilakukan sama dengan cara menuliskan alinea pada
umumnya.
Setiap
kutipan harus diberi nomor pada akhir kutipan dengan angka arab yang diketik ½
spasi di atas garis ketikan teks naskah. Nomor kutipan harus berurut sampai
akhir bab.
Kutipan
atas pendapat yang bersumber pada tulisan orang lain yang dirujuk dalam
Disertasi harus disebutkan sumbernya dengan menggunakan catatan kaki (footnote).
Catatan kaki ini menunjukkan dan menginformasikan sumber kutipan. Catatan kaki
dapat digunakan pula untuk memberikan komentar atau keterangan tambahan
mengenai sesuatu yang dikemukakan dalam teks.
Catatan
kaki ditulis di bagian bawah halaman teks yang dimulai pada ketukan ke-delapan
dari garis batas tepi kiri. Jarak catatan kaki dengan kalimat terakhir
dari teks adalah 4 satuan jarak baris 4 (spasi) dengan disela oleh garis
pemisah sepanjang 5 cm (16 ketukan) yang dimulai pada batas kiri. Catatan
kaki diberi nomor urut sesuai dengan nomor kutipan dan diketik dengan satu
satuan jarak baris serta ditempatkan di halaman yang sama dengan kutipannya.
Penulisan
catatan kaki dilakukan dengan mencantumkan nama pengarang, tahun terbit, judul
buku, nama penerbit, kota, dan halamannya. Jika nama pengarang terdiri dari 2
(dua) orang, maka keduanya harus dicantumkan dalam catatan kaki. Jika nama
pengarang terdiri dari 3 (tiga) orang atau lebih, maka cukup nama akhir dari
pengarang pertama yang ditulis dan dibelakangnya ditulis “et all”
(artinya dengan orang lain), tetapi dalam daftar pustaka harus dicantumkan
semua nama pengarangnya. Judul buku dalam catatan kaki harus diketik dengan
cetak miring.
Penulisan
catatan kaki dapat dilakukan pula dengan menggunakan singkatan ibid,
op.cit. dan loc.cit. Ibid merupakan singkatan
dari ibidem yang artinya dalam halaman yang sama. Ibid digunakan
dalam catatan kaki apabila kutipan diambil dari sumber yang sama dan belum
disela oleh sumber lain. Op.cit.merupakan singkatan dari opera
citato yang artinya dalam keterangan yang telah disebut. Op.cit.digunakan
dalam catatan kaki untuk menunjuk kepada sumber yang sudah disebut sebelumnya
secara lengkap, tetapi telah disela dengan sumber lain dan halamannya
berbeda. Loc.cit. merupakan singkatan dari loco citato yang
artinya pada tempat yang sama telah disebut. Loc.cit. digunakan
dalam catatan kaki apabila hendak menunjukkan kepada halaman yang sama dari
sumber yang sama yang sudah disebut terakhir, tetapi telah disela oleh sumber
lain.
Penggunaan ibid tidak
perlu menuliskan nama pengarangnya, karena penggunaan ibid tersebut
hanya dilakukan ketika sumber yang telah dikutip belum disela dengan sumber
yang lainnya. Sebaliknya, penggunaan op.cit. dan loc.cit tetap
harus menulis nama pengarangnya yang diikuti dengan tulisan op.cit. atau loc.cit.
C.4. Daftar Pustaka
· Daftar pustaka disusun menurut abjad
nama akhir pengarang. Nama pengarang yang terdiri lebih dari satu orang harus
ditulis semua. Nama pengarang yang lebih dari satu suku kata, cukup ditulis
nama akhirnya dan diikuti tanda koma, singkatan nama depan, tengah dan
seterusnya yang semuanya diberi titik.
· Gelar kesarjanaan dari pengarang tidak
perlu dituliskan di dalam daftar pustaka.
· Daftar pustaka ditulis dari tepi kiri.
Apabila lebih dari satu baris, maka baris berikutnya masuk indensasi dan
jaraknya adalah satu spasi. Jarak sumber pustaka yang satu dengan lainnya
adalah 2 spasi.
· Daftar pustaka disusun secara alphabetis
dan ditulis dengan memperhatikan ketentuan sebagai berikut :
o Buku. Penulisannya dimulai dengan nama pengarang, tahun penerbitan, judul buku
(dicetak miring), penerbit dan tempat penerbitan.
o Makalah. Penulisannya dimulai dengan nama
pengarang, judul makalah (diawali dan diakhiri dengan tanda petik), nama
forumnya/seminar (dicetak miring), tempat, tanggal dan tahun.
o Artikel Suatu Jurnal. Penulisannya dimulai dengan nama
penulis artikel, judul artikel (dimulai dan diakhiri dengan tanda petik), nama
jurnal (dicetak miring), volume, nomor dan tahun.
o Karangan/ Esai dalam suatu Buku Kumpulan
Karangan/ Kumpulan Esai.
Penulisannya dimulai dengan nama pengarang, judul karangan/esai (dimulai dan
diakhiri dengan tanda petik), nama editor, tahun penerbitan, judul buku
(dicetak miring), penerbit dan tempat penerbitan.
o Internet. Penulisannya dimulai dengan nama
pengarang, judul tulisan (dimulai dan diakhiri dengan tanda petik), tempat
tulisan dimuat (dicetak miring), nama website, tanggal diakses.
Ø
UNIVERSITAS DIPONEGORO
• NASKAH
DISERTASI (KELAYAKAN/ PRA-PROMOSI/ PROMOSI)
Sistematika
Penulisan Naskah Disertasi:
1. Halaman
judul (cover) luar dan dalam
2. Lembar
Persetujuan Pembimbing
3. Pernyataan
Orisinalitas
4. Abstrak
5. Abstract
6. Ringkasan
7. Summary
8. Kata
Pengantar
9. Daftar
Isi
10. Glosari
(Glossary)
11. Daftar
singkatan (jika ada)
12. Daftar
Tabel
13. Bab
I : Pendahuluan
• Latar
Belakang
• Fokus
Studi dan Permasalahan
• Kerangka
Pemikiran
• Tujuan
dan Kontribusi Penelitian
• Proses
Penelitian
• Sistematika
Penulisan
• Orisinalitas
Penelitian
14. Bab
II : Kerangka Teoretik
15. Bab
III, IV, dst : Membahas temuan penelitian menggunakan teori yang sudah dipilih
16. Bab
V : Rekontruksi teori/ model/ sistem/ konsep yang ditawarkan
17. Bab
VI : Penutup
·
Simpulan
·
Rekomendasi
18. Daftar
Pustaka
19. Daftar
Indeks
20. Lampiran
(jika ada)
Ketentuan
Naskah Disertasi:
1. Jenis
dan ukuran kertas adalah HVS putih 80 mg ukuran A4 (21 x 29,7 cm)
2. Cover
berwarna biru (warna identitas UNDIP) dengan tulisan warna emas
3. Antara
bab yang satu dengan bab lain diberi pembatas kertas doorslag warna biru muda
dengan siluet logo UNDIP
4. Setiap
kutipan diberikan keterangan sumber kutipan dengan menggunakan footnote dengan
format: nama penulis, judul buku/ makalah, tahun, kota, penerbit, halaman
5. Sumber
pustaka yang dijadikan rujukan minimal 20, diutamakanjurnal terkini dan buku
referensi dengan komposisi 75% pustaka primer dan 25% jurnal
Ketentuan
Penulisan Naskah Disertasi:
1. Pengetikan
-
Menggunakan huruf Times New Roman dengan ukuran
sebagai berikut:
a. Ukuran
font 12 untuk isi naskah
b. Ukuran
font 16 dan tebal judul pada cover
c. Ukuran
font 12 dan tebal untuk nama penulis pada cover
d. Ukuran
font 14 dan tebal untuk lembaga pada judul
e. Ukuran
font 10 dan tebal untuk tulisan lain pada judul
-
Bilangan dan satuan
a. Bilangan
ditulis dalam angka (misal 19) kecuali diawal kalimat ditulis dengan huruf
b. Bilangan
desimal ditandai dengan koma (misal 54,3)
c. Satuan
ukuran ditulis dalam singkatan resmi tanpa tambahan titik
-
Jarak baris
a. Jarak
antar baris adalah dua spasi
b. Jarak
antar penunjuk bab (misalnya BAB I) dengan tajuk bab (misalnya PENDAHULUAN)
adalah dus spasi
c. Jarak
antara tajuk bab (judul bab) dengan teks pertama isi naskah atau antara tajuk
bab dengan tajuk sub bab adalah empat spasi
d. Jarak
antara sub bab (judul bab) dengan baris pertama teks isi naskah adalah dua spasi
e. Tiap
alinea teks isi naskah diketik menjorok ke dalam (ke kanan)
f. Jarak
antara baris akhir teks isi dengan tajuk sub berikutnya adalah empat spasi
g. Jarak
antara teks dengan tabel, gambar, grafik, atau diagram adalah tiga spasi
h. Alinea
baru diketik menjorok ke dalam (ke kanan dari pias (marjin) kiri teks isi
naskah; jarak antara alinea adalah dua spasi
i. Petunjuk
bab dan tajuk bab selalu diketik pada halama baru
-
Batas Tepi
a. Tepi
atas : 4 cm dari
tepi kertas
b. Tepi
bawah : 3 cm dari tepi kertas
c. Tepi
kiri : 4 cm
dari tepi kertas
d. Tepi
kanan : 3 cm dari
tepi kertas
2. Bahasa
Bahasa
yang dipakai ialah Bahasa Indonesia baku (Ejaan Yang Disempurnakan). Sejauh
mungkin diusahakan untuk menggunakan kalimat lengkap subjek, predikat, objek
dan keterangan bila diperlukan. Kalimat dibuat pasif tanpa orang pertama (saya)
atau orang kedua (kamu). Digunakan istilah dalam bahasa Indonesia. Apabila
belum tersedia, dapat menggunakan istilah asing dan diketik miring/ Italic.
Boleh juga dilakukan terjemahan dan dalam kurung ditulis istilah aslinya.
3. Penomoran
-
Halaman
a. Bagian
awal sampai daftar isi diberi nomor halaman dalam angka Romawi kecil
b. Bagian
utama diberi nomor halaman dalam angka Arab
c. Nomor
halaman diketik 3 cm dari tepi kanan dan 1,5 cm dari tepi bawah
-
Bab, Anak Bab, dan Paragraf
a. Penomoran
bab menggunakan angka Romawi kapital di tengah halaman (misalnya BAB I)
b. Penomoran
sub bab menggunakan angka Arab diketik pada pinggir sebelah kiri (misalnya 2.1,
2.2, dst)
c. Penomoran
anak sub bab disesuaikan dengan nomor bab (misalnya 2.1.1, 2.1.2, dst)
d. Penomoran
bukan sub bab dilakukan dengan angka Arab dan tanda kurung, misalnya 10, 20
dst. Untuk anak sub bab bukan sub bab adalah (1), (2), dst.
-
Tabel dan Gambar diberi nomor urut dengan angka
Arab (1, 2, 3, dst)
-
Persamaan diberi nomor Arab dalam kurung dekat
batas tepi kanan
-
Bagian Inti/ Teks
Penomoran
mulai Bab I (PENDAHULUAN) sampai dengan bab terakhir (PENTUP) menggunakan angka
Arab (1, 2, dan seterusnya) diletakkan pada pias sebelah kanan atas, berjarak
tiga spasi dari margin atas (baris pertama teks pada halaman itu) dan angka
terakhir nomor halaman itu lurus dengan margin kanan. Nomor halaman diteruskan
ke Daftar Pustaka, Riwayat Hidup dan Lampiran-lampirannya. Pada tiap halaman
yang bertajuk, mulai dari Bab I sampai dengan bab terakhir nomor halaman
diletakkan pada halaman bawah persis ditengah, berjarak dua spasi dari margin
bawah.
Ø
UNIVERSITAS PADJADJARAN
I.
PENULISAN USULAN PENELITIAN DISERTASI
A.
Penelitian Kuantitatif atau Nalar Deduktif-Hipotetikal
JUDUL
Bab I PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penelitian
Rumusan Masalah
atau Identifikasi Masalah
Tujuan Penelitian
Kegunaan Penelitian atau Manfaat Penelitian
Bab II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
Kajian Pustaka
Kerangka Pemikiran
Hipotesis
Bab III Metodologi
Daftar Pustaka
Lampiran
B.
Penelitian Kualitatif atau Nalar Induktif-Nonhipotetikal
JUDUL
LATAR BELAKANG PENELITIAN
KAJIAN LITERATUR
FOKUS PENELITIAN ATAU PERNYATAAN MASALAH
METODOLOGI
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
II.
PENULISAN TESIS / DISERTASI
A.
Penelitian Kuantitatif atau Nalar Deduktif-Hipotetikal
Judul
Lembar Pengesahan
Lembar Pernyataan Abstract/Abstrak
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Tabel, Daftar Gambar,
Daftar Lambang, Daftar
Singkatan, dan Daftar
Lampiran
Bab I Pendahuluan
Latar Belakang Penelitian
Rumusan Masalah atau Identifikasi Masalah
Tujuan Penelitian
Kegunaan Penelitian atau Manfaat Penelitian
Bab II Kerangka Pemikiran, Hipotesis dan Metode
Penelitian
Kerangka Pemikiran
Hipotesis
Metode Penelitian
Bab III
DESKRIPSI
OBJEK/ LOKASI PENELITIAN
Bab IV SUBSTANSI PROPOSISI HOPOTESIS 1 ~ 11
Bab V SUBSTANSI PROPOSISI HOPOTESIS 2 ~ 11
Bab VI SUBSTANSI PROPOSISI HOPOTESIS 3 ~ 11
Bab VII Simpulan dan Saran
- Simpulan
- Saran
Daftar Pustaka
Lampiran
B.
Penelitian Kualitatif
atau Nalar
Induktif-Nonhipotetikal
Judul
Lembar Pengesahan
Lembar Pernyataan
Abstract/Abstrak
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Tabel, Daftar Gambar,
Daftar Lambang, Daftar
Singkatan, dan Daftar La mpiran
Bab I Pendahuluan
1.1.
Latar Belakang Penelitian
1.2.
Fokus Penelitian/ Pernyataan Masalah
1.3.
Metodologi
BAB II Deskripsi Objek/
Lokasi Penelitian
BAB III, IV, V Substansi Fokus
Penelitian/ Pernyataan Masalah
BAB VI Simpulan dan Saran
-
Simpulan
-
Saran
Daftar Pustaka
Lampiran
Ø
UNIVERSITAS INDONESIA
Format
1.
Naskah Proposal Riset
Sampul Proposal Riset diberi warna putih dan
dijilid. Kalimat-kalimat pada halaman sampul ini harus ditempatkan di tengah,
diketik simetris. Judul tidak diperkenankan menggunakan singkatan, kecuali nama
atau istilah (contoh: PT, UD, CV) dan tidak disusun dalam kalimat tanya serta
tidak perlu ditutup dengan tanda baca apa pun. Pada Halaman Sampul diketik
dengan font Times New Roman 12pt (kecuali judul 14pt) dicetak tebal, dan
ditulisdengan huruf capital (kecuali penulisan Sub Judul):
Halaman sampul naskah Proposal Riset secara
berturut-turut berisikan:
a. Logo
Makara (warna kuning)dengan diameter 2,5 cm;
b. Kata-kata
UNIVERSITAS INDONESIA (di bawah logo)
c. Judul
Disertasi
d. Sub
judul, ditulis dengan huruf kapital pada awal kata (title case) dan cetak tebal
(bold);
e. Tulisan:
PROPOSAL DISERTASI
f. Nama
lengkap penulis (tanpa gelar dan tidak disingkat);
g. Nomor
Pokok Mahasiswa;
h. Fakultas
i. Program
Studi
j. Kota
k. Bulan
dan Tahun dituliskan dalam angka dengan format 4 (empat) digit (contoh: Januari
2016)
-
Rancangan Naskah Disertasi (untuk Ujian Hasil
Riset/Pra Promosi)
Sampul
naskah penelitian Rancangan Naskah Disertasidiberi warna putih dan dijilid.
Kalimat-kalimat pada halaman sampul ini harus ditempatkan di tengah, diketik
simetris. Judul tidak diperkenankan menggunakan singkatan, kecuali nama atau
istilah (contoh: PT, UD, CV) dan tidak disusun dalam kalimat tanya serta tidak
perlu ditutup dengan tanda baca apa pun. Pada Halaman Sampul diketik dengan
font Times New Roman 12pt (kecuali judul 14pt) dicetak tebal, dan ditulis
dengan huruf capital (kecuali penulisan Sub Judul):
Halaman
sampul Rancangan Naskah Disertasi secara berturut-turut berisikan:
a. Logo
Makara (kuning) dengan diameter 2,5 cm;
b. Kata-kata
UNIVERSITAS INDONESIA (di bawah logo)
c. Judul
Disertasi
d. Sub
judul dengan huruf kapital pada awal kata (title case) dan cetak tebal (bold);
e. Kata-kata
RANCANGAN NASKAH DISERTASI
f. Tujuan
disusunnya Tugas Akhir, sebagaimana dapat dilihat pada contoh berikut: “Naskah
ini diajukan untuk diuji pada UJIAN HASIL RISET/PRA PROMOSI sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Doktor
Ilmu Hukum”
g. Nama
lengkap penulis (tanpa gelar dan tidak disingkat);
h. Nomor
Pokok Mahasiswa;
i. Fakultas
j. Program
Studi
k. Kota
Bulan dan Tahun, dituliskan dalam angka dengan format 4 (empat) digit (contoh:
Januari 2016)
2. Naskah
Disertasi untuk Sidang Promosi
Secara
garis besar, disertasi dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) bagian yaitu: bagian
awal, bagian isi, dan bagian akhir.
Bagian
awal disertasi terdiri atas:
a. Halaman
Sampul
b. Halaman
Judul
c. Halaman
Pernyataan Orisinalitas
d. Halaman
Promotor dan Penguji Naskah Disertasi
e. Halaman
Pengesahan
f. Kata
Pengantar dan Ucapan Terima Kasih (jika diperlukan)
g. Halaman
Pernyataan Persetujuan Publikasi Karya Ilmiah untuk Kepentingan Akademis
h. Abstrak
(dalam bahasa Indonesia dan Inggris)
i. Daftar
Isi
j. Daftar
Singkatan
k. Daftar
Tabel (jika tabel lebih dari satu)
l. Daftar
Lampiran (jika diperlukan)
ad. a Halaman Sampul
(a). Penulisan di halaman
sampul diketik simetris di tengah (center). Judul tidak diperkenankan
menggunakan singkatan, kecuali nama atau istilah (contoh: PT, UD, CV) dan tidak
disusun dalam kalimat tanya serta tidak perlu ditutup dengan tanda baca apa
pun. Pada Halaman Sampul diketik dengan font Times New Roman 12pt (kecuali
judul 14pt) dicetak tebal, dan ditulis dengan huruf kapital:
-
Logo UI : Logo Universitas Indonesia dengan
diameter 2,5 cm
-
Kata-kata “UNIVERSITAS INDONESIA” di bawah logo
-
Judul
-
Jenis atau jenjang Tugas Akhir (disertasi)
-
Nama
-
NPM
-
Fakultas
-
Program Studi
-
Nama Kota
-
Bulan dan Tahun disahkannya Tugas Akhir dan
dituliskan dalam angka dengan format 4 (empat) digit (contoh: Januari 2016)
(b). Informasi yang dicantumkan pada punggung halaman sampul adalah:
jenis tugas akhir, dan judul tugas akhir. Informasi yang dicantumkan seluruhnya
menggunakan huruf kapital, dengan jenis huruf Times New Roman 12 poin, dan
ditulis di tengah punggung halaman sampul (center alignment).
(c). Halaman sampul muka tidak boleh diberi siku
besi pada ujung-ujungnya.
(d). Sampul naskah Disertasi diberi warna coklat
tua dan dijilid.
ad. b Halaman
Judul
Secara
umum informasi yang diberikan pada Halaman Judul sama dengan Halaman Sampul,
tetapi pada Halaman Judul, dicantumkan informasi tambahan, yaitu untuk tujuan
dan dalam rangka apa karya ilmiah itu disusun. Halaman Judul Tugas Akhir,
secara umum, adalah sebagai berikut :
-
Format Halaman Judul sama dengan Halaman Sampul,
hanya ada penambahan keterangan tujuan disusunnya Tugas Akhir sebagai berikut:
“Untuk dipertahankan di hadapan
Senat Akademik Universitas
Indonesia
di bawah pimpinan Dekan
Fakultas Hukum UI
[Nama Dekan]
guna memperoleh gelar Doktor
dalam Ilmu Hukum
pada Fakultas Hukum Universitas
Indonesia
Hari Tanggal”
-
Semua huruf ditulis dengan spasi tunggal (single
line spacing) dan ukuran sesuai dengan contoh di bawah.
ad. c Halaman
Pernyataan Orisinalitas
Halaman
ini berisi pernyataan tertulis penulis bahwa tugas akhir yang disusun adalah
hasil karyanya sendiri dan ditulis dengan mengikuti kaidah penulisan ilmiah.
Halaman Pernyataan Orisinalitas ditulis dengan tipe Times New Roman 12 poin.
ad. d Halaman
Promotor dan Penguji Naskah Disertasi
Halaman
ini berisi keterangan nama Promotor, Ko-Promotor dan Penguji yang secara
berturut-turut berisikan:
1. Tulisan:
“Promotor/Dewan Penguji” (uppercase)
2. Tulisan:
“Disertasi ini dipertahankan di hadapan Tim Penguji di bawah pimpinan Dekan
Fakultas Hukum Universitas Indonesia”
3. Tulisan:
“Promotor/Penguji” (title casedan bold);
4. Nama
Promotor;
5. Tulisan:
“Ko-Promotor/Penguji” (title case dan bold);
6. Nama
Ko-Promotor;
7. Tulisan:
“Tim Penguji” (title case dan bold);
8. Nama
Penguji;
9. Nama
Penguji, dst.
ad. e Halaman
Pengesahan
Halaman
Pengesahan berfungsi untuk menjamin keabsahan karya ilmiah atau pernyataan
tentang penerimaan disertasioleh institusi penulis. Halaman Pengesahan Tugas
Akhir ditulis dengan spasi tunggal (single line spacing), tipe Times New Roman
12 poin sesuai dengan contoh di bawah ini.
ad. f Kata
Pengantar
Halaman
Kata Pengantar memuat pengantar singkat atas karya ilmiah. Ucapan Terima Kasih
disatukan dalam Kata Pengantar, memuat ucapan terima kasih atau penghargaan
kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam penyusunan disertasi.
Sebaiknya, ucapan terima kasih atau penghargaan tersebut juga mencantumkan
bantuan yang mereka berikan, misalnya bantuan dalam memperoleh masukan, data,
sumber informasi, serta bantuan dalam menyelesaikan tugas akhir, dan tetap
menggunakan bahasa baku. Halaman Kata Pengantar atau Ucapan Terima Kasih
Disertasi, secara umum, adalah sebagai berikut:
(1)
Semua huruf ditulis dengan tipe Times New Roman
12 poin, spasi 1,5 (1,5 line spacing).
(2)
Judul Kata Pengantar atau Ucapan Terima Kasih
ditulis dengan tipe Times New Roman 12 poin, dicetak tebal dan huruf kapital.
(3)
Urutan pihak-pihak yang diberi ucapan terima
kasih dimulai dari pihak luar, lalu keluarga atau teman. Nama pihak yang diberi
ucapan terima kasih ditulis secara lengkap dan benar, bukan nama panggilan atau
nama kecil.
(4)
Jarak antara judul dan isi Kata Pengantar dan
Ucapan Terima Kasih adalah 2 x 2 spasi.
ad. g Halaman
Pernyataan Persetujuan Publikasi Karya Ilmiah untuk Kepentingan Akademis
Halaman
ini berisi pernyataan dari mahasiswa penyusun disertasi yang memberikan
kewenangan kepada Universitas Indonesia untuk menyimpan, mengalih
media/formatkan, merawat, dan memublikasikan tugas akhir untuk kepentingan
akademis. Artinya, Universitas Indonesia berwenang untuk memublikasikan suatu
disertasi hanya untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan, sedangkan hak
cipta tetap pada penulis. Contoh Lembar Pernyataan dapat dilihat pada contoh.
Halaman Pernyataan, secara umum, adalah sebagai berikut:
(1) Semua
huruf ditulis dengan tipe Times New Roman 12 poin dengan spasi 1,5 (1,5 line
spacing) dan ukuran sesuai dengan contoh di bawah
(2) Khusus
untuk judul Lembar Pernyataan Persetujuan Publikasi Karya Ilmiah untuk
Kepentingan Akademis ditulis dengan tipe Times New Roman 12 poin, dicetak tebal
dan huruf besar (kapital) dengan spasi tunggal (single line spacing)
ad. h Abstrak
Abstrak
berisi ulasan singkat dari permasalahan yang dikaji, latar belakang
permasalahan, tujuan dan manfaat, metode yang digunakan, hasil penelitian,
serta kesimpulan. Setiap Disertasi mempunyai abstrak yang berfungsi sebagai
satu kesatuan informasi yang utuh bagi pembaca tentang inti karya ilmiah atau
Disertasi. Abstrak ini panjangnya tidak lebih dari satu halaman dan ditulis dalam
bahasa Indonesia dan diterjemahkan dalam bahasa Inggris masing-masing satu
halaman. Dibagian bawah kalimat terakhir dari abstrak dituliskan beberapa kata
kunci (key words) dari kata atau frase yang dipergunakan dalam Disertasi.
Abstrak
tersebut dibuat juga dalam CD dengan Program MS Word dan diserahkan kepada
Sekretariat Program Pascasarjana FHUI. Ketentuan penulisan Abstrak adalah
sebagai berikut:
(1) Abstrak
adalah sari Disertasi.
(2) Abstrak
terdiri dari 75 hingga 250 kata dalam satu paragraf, diketik dengan tipe Times
New Roman 12 pt, spasi tunggal (single line spacing).
(3) Abstrak
disusun dalam dua bahasa, yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.
(4) Jika memungkinkan, pengetikan untuk abstrak
bahasa Indonesia dan Inggris diletakkan dalam satu halaman.
(5) Nama Mahasiswa (tanpa NPM) dan Program Studi
ditulis di atas abstrak dengan tambahan informasi berupa Skripsi
(6) Di
bagian bawah Abstrak dituliskan Kata Kunci. Untuk Abstrak dalam Bahasa
Indonesia, Kata Kunci ditulis dalam Bahasa Indonesia dan untuk Abstrak dalam Bahasa
Inggris, Kata Kunci ditulis dalam Bahasa Inggris (dicari padanan katanya).
(7) Semua
istilah asing, kecuali nama, dicetak miring (italic).
(8) Isi
abstrak ditentukan oleh keilmuan masing-masing.
ad. i Daftar
Isi
Daftar
Isi berisi semua bagian yang membentuk kesatuan kajian dan disusun teratur
menurut nomor halamannya. Biasanya, agar daftar isi ringkas dan jelas, sub bab
derajat ke dua dan ke tiga boleh tidak ditulis. Halaman Daftar Isi Skripsi
secara umum adalah sebagai berikut:
(1) Semua
huruf ditulis dengan tipe Times New Roman 12 poin dengan spasi tunggal (single
line spacing).
(2) Khusus
untuk judul tiap bab ditulis dengan Times New Roman 12 poin, dicetak tebal dan
huruf kapital.
(3) Jarak
antara judul dengan isi Daftar Isi 3 spasi. Contoh Daftar Isi dapat dilihat di
bawah ini.
-
DAFTAR ISI
-
Halaman
-
HALAMAN JUDUL
-
PERNYATAAN ORISINALITAS
-
HALAMAN PROMOTOR DAN PENGUJI NASKAH DISERTASI
-
HALAMAN PENGESAHAN
-
KATA PENGANTAR
-
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
-
ABSTRAK
-
ABSTRACT
-
KATA PENGANTAR
-
DAFTAR ISI
-
DAFTAR SINGKATAN
-
DAFTAR TABEL/GAMBAR (jika ada)
-
DAFTAR LAMPIRAN
BAB
1 : PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
B.
Perumusan Masalah
1. ....
2. ....
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
E. Kerangka Konsep
F. Definisi Operasional
G. Metode Penelitian
H. Sistematika Penulisan
BAB 2 : TINJAUAN KEPUSTAKAAN
BAB 3 : PEMBAHASAN PERMASALAHAN I (dapat lebih dari satu sesuai dengan
rumusan masalah)
A.
(Sub bab)
1. ...
2. ...
a. ...
1)
...
a)
...
(1)
...
(a)
dst.
b.
...
B.
(Sub bab)
C.
dst (posisi penomoran sub-sub bab sejajar rata kiri)
BAB 4: PEMBAHASAN PERMASALAHAN II
(dapat lebih dari satu sesuai dengan rumusan masalah)
BAB 5: PEMBAHASAN PERMASALAHAN III (dapat lebih dari satu sesuai dengan
rumusan masalah)
BAB 6: PENUTUP
A.
Simpulan
B.
Saran
DAFTAR
PUSTAKA
BIODATAPENULIS
LAMPIRAN
3. Bagian
Isi Disertasi
Isi
tugas akhir disampaikan dalam sejumlah bab. Jumlah bab pendahuluan sampai
dengan kesimpulan ditentukan oleh fakultas atau bidang studi sesuai kebutuhan.
Bagian tubuh/pokok memuat uraian/penjabaran/analisa yang dilakukan oleh penulis.
Penjabaran mencakup latar belakang permasalahan, pokok permasalahan, tujuan
penelitian, tinjauan pustaka, kerangka konsepsional/definisi operasional,
metode penelitian, dan sistematika penulisan. Sistematika yang umumnya dipakai
dalam penulisan Disertasi adalah sebagai berikut:
Bab 1: Pendahuluan
A.
Subbab Derajat Kesatu
1. Subbab Derajat kedua Butir
yang Pertama
2. Subbab Derajat kedua Butir yang Kedua
a. Subbab Derajat ketiga Butir yang Pertama
1) Subbab Derajat keempat
a) Subbab Derajat kelima
(1) Subbab Derajat keenam
(a) dst.
Ketentuan
penulisan untuk setiap bab
a.
Setiap bab dimulai pada halaman baru dan
penomoran catatan kaki dimulai kembali dari nomor satu.
b.
Judul bab seluruhnya diketik dengan huruf
kapital, simetris di tengah (center), cetak tebal (bold), tanpa garis bawah,
tidak diakhiri tanda titik, dan satu spasi simetris tengah (center), jika lebih
dari satu baris.
c.
Judul bab selalu diawali penulisan kata ‘BAB’
lalu angka Arab yang menunjukkan angka dari bab yang bersangkutan dan ditulis
dengan huruf kapital, tipe Times New Roman, 12 poin, dan cetak tebal (bold).
d.
Perpindahan antar bab tidak perlu diberi sisipan
halaman khusus.
e.
Suatu yang bukan merupakan subordinat dari judul
tulisan harus ditulis dengan sandi berikut :
-
Bullet atau huruf: jika tidak akan dirujuk di
bagian lain dari tugas akhir, bentuknya bebas, asalkan berupa bentuk dasar
(bulat, kotak, tanda minus), dan konsisten dalam keseluruhan tugas akhir.
-
Huruf: jika akan dirujuk di bagian lain dari
tugas akhir, harus digunakan huruf untuk menghindari kerancuan dengan
penggunaan angka untuk bab dan subbab. Bentuknya bebas, asalkan konsisten dalam
keseluruhan tugas akhir. Contoh: a. atau a) atau (a). Ini merupakan derajat
terakhir, dalam arti tidak boleh memiliki sub perincian di dalamnya.
4. Bagian
Akhir Disertasi
Bagian
ini terdiri dari:
a.
Daftar pustaka
b.
Biodata Penulis
c.
Lampiran (jika ada)
ad. a Daftar
Pustaka
Daftar
pustaka mencakup secara lengkap sumber informasi yang telah digunakan dalam
tulisan. Daftar pustaka memuat semua literatur yang dikutip penulis, termasuk
bahan-bahan yang tidak diterbitkan dan tidak diperoleh di perpustakaan. Daftar
pustaka tersebut diketik dengan jarak satu spasi. Skripsi maupun tesis tidak
dapat dijadikan sumber acuan.
Dianjurkan
agar 70% daftar pustaka yang digunakan merupakan terbitan terbaru (minimal
terbitan 2 tahun terakhir) dari jurnal ilmiah internasional. Jenis media yang
makin berkembang memungkinkan penulis untuk mencari sumber informasi dari
berbagai jenis media. Perkembangan itu diikuti oleh perkembangan berbagai
format penulisan kutipan dan daftar pustaka. Kecuali dijadikan objek
penelitian, sumber-sumber berikut tidak boleh dijadikan referensi:
a. Wikipedia
dan sejenisnya
b. Blog
individu, media jurnalisme warga (citizen journalism media)
c. Media
sosial
ad. b Biodata
Penulis
Untuk
biodata ditulis maksimal satu halaman yang memuat nama dan gelar, tempat dan
tanggal lahir, pendidikan hingga mencapai gelar terakhir, pengalaman kerja dan
status jabatan/pekerjaan terakhir, yang dilampirkan setelah lampiran-lampiran
utama. Biodata Penulis diletakkan setelah Daftar Pustaka.
ad. c Lampiran
Lampiran
memuat informasi-informasi penunjang, yaitu antara lain hal-hal yang dianggap
perlu tetapi tidak langsung dibahas di dalam naskah. Kelompok-kelompok lampiran
yang berbeda dapat disebut sebagai lampiran A, B, C, dst. Lampiran tidak diberi
nomor halaman.
5. Format
Pengetikan
Agar
penulisan karya tulis sempurna, setelah isi dan bentuk lahiriah disusun dengan
cara yang semestinya, penulis juga harus mempertahankan teknik penulisan
berdasarkan persyaratan yang lazim.
a. Margin/pias
(batas pinggir pengetikan).
Batas pengetikan adalah 4 cm untuk tepi kiri, 3 cm untuk tepi kanan,
3cm untuk tepi atas dan 3 cm untuk tepi bawah. Nomor bab diketik 6,5 cm dari
tepi atas dan judul bab dimulai 8 cm dari tepi atas.
b. Pemisahan/
pemenggalan kata.
Pemenggalan kata ditandai garis penghubung pada suku kata sebelumnya.
Garis penghubung tidak ditempatkan di bawah suku kata yang dipenggal. Seorang
penulis juga harus memperhatikan adanya awalan atau akhiran dari sebuah kata
yang dipenggal. Jika terlalu renggang, dapat dilakukan pemenggalan suku kata
secara manual dengan memperhatikan tatacara dan aturan pemenggalan suku kata
menurut kaidah bahasa.
c. Spasi/kait.
Jarak antara baris dengan baris 1,5 spasi, sedangkan untuk catatan
kaki, daftar pustaka dan kutipan langsung yang lebih dari empat baris
dipergunakan spasi rapat (satu spasi).
Awal alinea dimulai menjorok/masuk ke dalam sebanyak 5-7 ketikan,
jarak antar alinea tetap 1,5 spasi.
Sedangkan jarak antara judul bab dan naskah 3 spasi.
d. Nomor
halaman
Halaman pendahuluan ditandai dengan angka Romawi kecil, sedangkan
halaman-halaman selanjutnya menggunakan nomor dengan angka Arab. Nomor halaman
dapat dicantumkan pada sudut kanan atas.Nomor halaman di setiap awal bab tidak
dicantumkan, tetapi tetap diperhitungan.
e. Judul.
Judul bab ditulis di bagian tengah atas dengan huruf kapital dan tidak
digaris bawahi atau tidak ditulis di antara tanda kutip. Judul bab juga tidak
diakhiri dengan tanda titik.
f. Huruf
kursif (italic)
Huruf miring berfungsi menggantikan garis bawah. Huruf miring biasanya
digunakan untuk:
a) Penekanan
sebuah kata atau kalimat;
b) Menyatakan
judul: buku, majalah, surat kabar, atau peraturan;
c) Menyatakan
kata atau frasa asing (bahasa di luar bahasa Indonesia baku). Contoh:
-
Menurut Grotius, sebuah negara dapat berperang
hanya untuk empat tujuan.
-
Dalam karyanya De Jure Belli ac Pacis Libri Tres (Of Laws of War and Peace), Grotius menuliskan teorinya mengenai
justifikasi negara untuk perang.
-
Teori tersebut disebut jus ad bellum.
g. Penulisan
angka
Untuk menuliskan angka dalam tulisan bilangan sampai dengan sepuluh,
ditulis dengan huruf. Bilangan lebih dari sepuluh, ditulis dengan angka. Angka
tidak boleh dipergunakan untuk mengawali sebuah kalimat. Adapun ketentuan
khusus mengenai penulisan angka antara lain sebagai berikut:
i.)
Penulisan tahun, tanggal, dan waktu: Tahun 2016;
tahun 1980-an.
ii.) Penulisan
pecahan: Satu pertiga; dua perlima; seperenam; 37/109
iii.) Penulisan
persentase: 49%
iv.) Penulisan
nomor telepon: (021) 7270003;
v.) Penulisan
alamat: Kampus FHUI Gedung A Lantai 2 Depok 16424, Jawa Barat;
vi.) Penulisan
nomor halaman: halaman 63.
h. Penulisan
kutipan Dalam penulisan karya tulis ilmiah, seorang penulis sering meminjam
pendapat, atau ucapan orang lain yang terdapat pada buku, majalah, bahkan bunyi
pasal dalam peraturan perundang-undangan. Untuk itu seorang penulis harus
memperhatikan prinsip-prinsip mengutip, yaitu:
a)
Tidak mengadakan pengubahan naskah asli yang
dikutip. Kalaupun perlu mengadakan pengubahan, seorang penulis harus memberi
keterangan bahwa kutipan tersebut telah diubah. Caranya adalah dengan memberi
huruf tebal, atau memberi keterangan dengan tanda kurung segi empat;
b)
Bila dalam naskah asli terdapat kesalahan,
penulis dapat memberikan tanda [sic!] langsung di belakang kata yang salah. Hal
itu berarti bahwa kesalahan ada pada naskah asli dan penulis tidak bertanggung
jawab atas kesalahan tersebut;
c)
Apabila bagian kutipan ada yang dihilangkan,
penghilangan itu dinyatakan dengan cara membubuhkan tanda elipsis (yaitu dengan
tiga titik). Penghilangan bagian kutipan tidak boleh mengakibatkan perubahan
makna asli naskah yang dikutip.
6. Cara
mengutip:
a. Kutipan
langsung terdiri dari tiga baris atau kurang
Cara menulis kutipan langsung yang panjangnya sampai dengan tiga baris,
adalah sebagai berikut:
a) kutipan
diintegrasikan dengan naskah;
b) jarak
antara baris dengan baris 1,5 spasi;
c) kutipan
diapit dengan tanda kutip;
d) akhir
kutipan diberi nomor urut penunjukan yang diketik setengah spasi ke atas.
b. Kutipan
langsung terdiri lebih dari tiga baris
Sebuah kutipan langsung yang terdiri lebih dari tiga baris, ditulis
sebagai berikut:
a) kutipan
dipisahkan dari naskah dengan jarak 3 spasi;
- jarak antara baris dengan baris satu spasi;
- kutipan tidak diapit tanda kutip;
- akhir kutipan diberi nomor urut penunjukan yang diketik setengah
spasi ke atas;
- seluruh kutipan diketik menjorok ke dalam antara 5-7 ketikan;
Berikut
adalah contoh cara menuliskan catatan kaki dan daftar pustaka:
I.
B U K U
A. Buku
yang ditulis oleh satu pengarang:
1 Huala Adolf, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional,
cet. 2, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), hlm. 19.
Adolf,
Huala. Hukum Penyelesaian Sengketa
Internasional. Cet. 2. Jakarta: Sinar Grafika, 2006.
B.
Buku yang ditulis oleh dua pengarang:
2 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkat, ed. 1, cet. 10, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007), hlm. 61.
Soekanto,
Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian
Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat. Ed.1. Cet. 10.Jakarta: RajaGrafindo
Persada, 2007.
C. Buku
yang ditulis oleh tiga pengarang:
3 Tri
Hayati, Harsanto Nursadi dan Andhika Danesjvara, Hukum Administrasi Pembangunan Pendekatan dari Sudut Hukum dan
Perencanaan, (Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia,
2005), hlm. 7.
Hayati,
Tri, Harsanto Nursadi dan Andhika Danesjvara. Hukum Administrasi Pembangunan Pendekatan dari Sudut Hukum dan
Perencanaan.Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia,
2005.
D. Buku
yang ditulis oleh lebih dari tiga pengarang:
4 Sri Mamudji, et al., Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, (Jakarta: Badan Penerbit
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005), hlm. 5.
Mamudji,
Sri. et al. Metode Penelitian dan
Penulisan Hukum. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia,
2005.
E. Buku
yang disunting oleh satu editor:
5 Achie Sudiarti Luhulima, ed., Pemahaman Bentuk-bentuk Tindak Kekerasan
Terhadap Perempuan dan Alternatif Pemecahannya, (Bandung: Alumni, 2000),
hlm. 90.
Luhulima,
Achie Sudiarti. ed. Pemahaman Bentuk-bentuk
Tindak Kekerasan Terhadap Perempuan dan Alternatif Pemecahannya. Bandung:
Alumni, 2000.
F. Buku
yang disunting oleh dua editor:
6 Edward Aspinall dan Garry van Klinken, eds., The State and Illegality in Indonesia,
(Leiden: KITLV Press, 2011), hlm 15.
Aspinall,
Edward dan Garry van Klinken. eds. The
State and Illegality in Indonesia. Leiden: KITLV Press, 2011
G. Buku
yang disunting lebih dari tiga editor atau lebih:
7
John D Kelly, et.al., eds., Anthropology and Global Counterinsurgency,
(Chicago: University of Chicago Press, 2010), hlm. 67-83.
Kelly,
John D.et.al.eds. Anthropology and Global
Counterinsurgency. Chicago: University of Chicago Press, 2010.
H.
Terjemahan/Saduran:
8
Gary Goodpaster, Panduan Negosiasi dan Mediasi [A
Guide to Negotiation and Mediation],diterjemahkan oleh Nogar Simanjuntak,
(Jakarta: Proyek ELIPS, 1999), hlm. 41.
Goodpaster,
Gary. Panduan Negosiasi dan Mediasi [A Guide to Negotiation and Mediation].
Diterjemahkan oleh Nogar Simanjuntak. Jakarta: Proyek ELIPS, 1999.
I. Bab/chapter
dari buku yang merupakan kumpulan karangan dari satu penulis:
9
Mardjono Reksodiputro, “Masih Adakah Harapan Reformasi di Bidang
Hukum?” dalam Pembaharuan Hukum
Kumpulan Karangan Alumni FHUI, (Jakarta: ILUNI-FHUI, 2004), hlm. 197.
Reksodiputro,
Mardjono. “Masih Adakah Harapan Reformasi
di Bidang Hukum?” Dalam Pembaharuan Hukum Kumpulan Karangan Alumni FHUI.
Jakarta: ILUNI-FHUI, 2004. Hlm. 193-208.
J. Bab/chapter
dari buku yang merupakan kumpulan karangan dari beberapa penulis dan disunting
oleh editor
10
Tim Lindsey, "The Criminal State: Premanisme and the New Indonesia," dalam
Indonesia Today: Challenges of History,
ed. Grayson J. Lloyd dan Shannon L. Smith, (Singapore: ISEAS, 2001), 290.
Lindsey,
Tim. "The Criminal State: Premanisme
and the New Indonesia." Dalam Indonesia Today: Challenges of History,
diedit oleh Grayson J. Lloyd dan Shannon L. Smith, 283-297. Singapore: ISEAS,
2001.
K.
Buku terbitan lembaga/organisasi:
11 Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen
Kehakiman, Lokakarya Masalah Pembaharuan
Kodifikasi Hukum Pidana Nasional Buku I, (Jakarta: Badan Pembinaan Hukum
Nasional, 1984), hlm. 89.
Departemen
Kehakiman, Badan Pembinaan Hukum Nasional. Lokakarya
Masalah Pembaharuan Kodifikasi Hukum Pidana Nasional Buku I. Jakarta: Badan
Pembinaan Hukum Nasional, 1984.
L.
Buku tanpa Impresum (Nama Kota, Nama Penerbit,
Tahun Terbit)
Jika
nama kota tidak dicantumkan, diganti dengan s.l. (sine loco)
Jika
nama penerbit tidak dicantumkan, diganti dengan s.n. (sine nominee)
Jika
tahun terbit tidak dicantumkan, diganti dengan s.a. (sineanno)
14
A. B. Lubis, Perbuatan Melawan Hukum, [s.l.: s.n., s.a.], hlm. 5.
Lubis,
A. B. Perbuatan Melawan Hukum. [s.l.:
s.n., s.a.].
II. ARTIKEL
A.
Jurnal/Majalah
15 Topo Santoso, “Prospek dan Urgensi Uji Materiil UU No. 32
Tahun 2004,” Hukum dan Pembangunan 3 (Juli–September 2004), hlm. 259.
Santoso,
Topo. “Prospek dan Urgensi Uji Materiil
UU No. 32 Tahun 2004.” Hukum dan Pembangunan 3 (Juli–September 2004). Hlm.
58–267.
B.
Harian:
17 Imam Prihadiyoko, “Pertanyaan Rakyat, untuk Siapa Pemilu Itu?”
Kompas, (10 Maret 2009), hlm. 6.
Prihadiyoko,
Imam. “Pertanyaan Rakyat, untuk Siapa
Pemilu Itu?” Kompas. (10 Maret 2009). Hlm. 6.
III. KITAB SUCI & HADIS
19 Al Qur’an, diterjemahkan oleh Tim Departemen Agama
Republik Indonesia, (Jakarta: Departemen Agama Republik Indonesia, 1984), Surat
An Nisa (4): 78.
Al Qur’an. diterjemahkan oleh Tim
Departemen Agama Republik Indonesia. Jakarta: Departemen Agama Republik
Indonesia, 1984. Surat An Nisa (4): 78.
IV. SKRIPSI / TESIS / DISERTASI:
20
Luhut M. P. Pangaribuan, “Lay Judges dan Hakim Ad Hoc,”
(Disertasi Doktor Universitas Indonesia, Jakarta, 2009), hlm.282.
Pangaribuan,
Luhut M. P. “Lay Judges dan Hakim Ad
Hoc.” Disertasi Doktor Universitas Indonesia. Jakarta, 2009.
V. MAKALAH
21 Takdir Rahmadi, “Peraturan
Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 tentang Mediasi di Pengadilan: Prosedur
Penyusunan, Lingkup Muatannya dan Kaitannya dengan Mediasi di Luar Pengadilan,”
(makalah disampaikan pada Seminar Sehari tentang Legalisasi Institusional Dewan
Pers Sebagai Lembaga Mediasi Sengketa Pers, Jakarta, 5 Februari 2009), hlm. 8.
Rahmadi,
Takdir. “Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 tentang Mediasi di
Pengadilan: Prosedur Penyusunan, Lingkup Muatannya dan Kaitannya dengan Mediasi
di Luar Pengadilan.” Makalah disampaikan pada Seminar Sehari tentang Legalisasi
Institusional Dewan Pers Sebagai Lembaga Mediasi Sengketa Pers, Jakarta, 5
Februari 2009.
VI. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN:
22
Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945, Ps.
33 ayat (3).
Indonesia.
Undang-Undang Dasar1945.
VII. Dokumen
Internasional:
23 Perserikatan
Bangsa-Bangsa, Convention Relating to the Status of Refugees, UNTS 189 (1951),
hlm. 137, Ps. 1.
Perserikatan
Bangsa-Bangsa. Convention Relating to the Status of Refugees. UNTS 189 (1951).
VIII. PUTUSAN
PENGADILAN DAN LEMBAGA PENYELESAIAN SENGKETA LAIN:
24 Pengadilan
Negeri Jakarta Selatan, Putusan No. 123/Pdt.G/2013/PN.Jkt.Slt., hlm. 34.
Pengadilan
Negeri Jakarta Selatan. Putusan No. 123/Pdt.G/2013/PN.Jkt.Slt.
IX. INTERNET:
25 D. T. Hartono, “Bisakah Pasar
Modal Sebagai Lahan Money Laundering?”
http://www.bapepam.go.id/old/ layanan/ warta/2005
pebruari/money+laundering.pdf, diakses 22 Maret 2009.
Hartono,
D. T.“Bisakah Pasar Modal Sebagai Lahan Money
Laundering?” http://www.bapepam.go.id/old/layanan/warta/2005_pebruari/money+laundering.pdf.
Diakses 22 Maret 2009.
X. PENGULANGAN:
Dalam
menuliskan sumber kutipan pada catatan kaki, tidak jarang seorang penulis harus
mengambil dari beberapa sumber yang sama. Untuk itu ada beberapa macam cara
penggunaannya:
a.
Ibid.
Ibid.
adalah singkatan dari ibidem artinya
pada tempat yang sama, penggunaaannya yaitubila kutipan diambil dari sumber
yang sama dengan sumber kutipan sebelumnya, tanpa disisipi sumber lain.
Contoh:
1
Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum di
Indonesia pada Akhir Abad Ke 20 (Bandung: Alumni,1994), hlm. 6.
2 Ibid.,
hlm. 63.
b. Op. cit.
Op. cit.
adalah singkatan dari opere citato
artinya pada karya yang telah dikutip; penggunaannya ialah jika sumber kutipan
sama dengan sumber kutipan sebelumnya yang sudah disisipi sumber lain.
Contoh:
1
Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, cet. 4,
(Yogyakarta: Liberty, 2007), hlm. 27.
2
Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara Darurat, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2007),
hlm. 101.
3 Mertokusumo, op.
cit., hlm.51.
c.
Loc.
cit.
Loc. cit.
adalah singkatan dari loco citato,
artinya pada tempat yang telah dikutip, cara penggunaanya:
(1) Apabila kutipan berasal dari buku yang telah
disisipi sumber lain tetapi dikutip dari halaman yang sama. (Lihat contoh
catatan kaki no. 1 dan 3 pada contoh berikut).
(2) Apabila kutipan berasal dari artikel majalah atau
surat kabar yang telah disisipi sumber lain. (Lihat contoh catatan kaki no. 2
dan 4).
Contoh:
1
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkat, ed. 1, cet. 10,(Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007), hlm. 61.
2
Sri Mamudji, et al., Metode Penelitian dan Penulisan Hukum,
(Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005), hlm. 5.
3 ...., loc.
cit
4 ..., loc. cit., hlm. 8.
Bahan bacaan:
Achmad Ali dan
Wiwie Heryani, Menjelajah Kajian Empiris
terhadap Hukum, Kencana, Jakarta, 2012.
Bernard Arief
Sidharta, Refleksi Tentang Struktur Ilmu
Hukum: Sebuah penelitian tentang fundasi kefilsafatan dan sifat keilmuan Ilmu
Hukum sebagai landasan pengembangan Ilmu Hukum Nasional Indonesia, Mandar
Maju, Bandung, 1999.
Elly Erawaty, Bayu
Seto Hardjowahono, Ida Susanti (Editor), Beberapa
Pemikiran Tentang Pembangunan Sistem Hukum Nasional Indonesia: Liber Amicorum
untuk Prof. Dr. CFG. Sunaryati Hartono, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2011.
I Made Pasek
Diantha, Metodologi Penelitian Hukum
Normatif dalam Justifikasi Teori Hukum, Kencana, Jakarta, 2017.
Johnny Ibrahim, Teori & Metodologi Penelitian Hukum
Normatif, Bayumedia Publishing, Malang, 2006.
John Z. Loudoe, Menemukan Hukum melalui Tafsir dan Fakta,
Bina Akasara, Jakarta. 1985.
Mukti Fajar dan
Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian
Hukum Normatif & Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010.
Paul Scholten, Struktur Ilmu Hukum, (alih bahasa: B.
Arief Sidharta), PT. Alumni, Bandung, 2003.
Peter Mahmud
Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana,
Jakarta, 2016.
Salim H. HS dan
Erlies Septiana Nurbani, Penerapan Teori
Hukum Pada Penelitian Tesis dan Disertasi, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2013.
Sugijanto Darmadi, Kedudukan Ilmu Hukum dalam ilmu dan
filsafat: Sebuah eksplorasi awal menuju ilmu hukum yang integralistikdan otonom,
Mandar Maju, Bandung, 1998.
Sunaryati Hartono,
C.F.G., Penelitian Hukum di Indonesia
Pada Akhir Abad ke-20, Alumni, Bandung, 1994.
Titon Slamet
Kurnia, Pengantar Sistem Hukum Indonesia,
Almuni, Bandung, 2009.
Titon Slamet
Kurnia, Sri Harini Dwiyatmi, Dyah Hapsari P., Pendidikan Hukum, Ilmu Hukum & Penelitian Hukum di Indonesia:
Sebuah reorientasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. 2013.
Zainuddin Ali, H., Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2009.
Makalah:
Chairul Huda, Asas Tiada Pidana Tanpa Kesalahan,
Makalah, Pelatihan Hukum Pidana dan Kriminologi "Asas-asas Hukum Pidana
dan Kriminologi serta Perkembangan Dewasa ini", Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta, 23 -27 Februari 2014.
Eddy O.S. Hiariej,
Asas legalitas dan perkembangannya dalam
hukum Pidana, Makalah, Pelatihan Hukum Pidana dan Kriminologi
"Asas-asas Hukum Pidana dan Kriminologi serta Perkembangan Dewasa
ini", Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 23 -27 Februari 2014.
Komariah Emong
Sapardjaja, MelawanHukum dalam Hukum
Pidana, Makalah, Pelatihan Hukum Pidana dan Kriminologi "Asas-asas
Hukum Pidana dan Kriminologi serta Perkembangan Dewasa ini", Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta, 23 -27 Februari 2014.
Mardjono Reksodipoetro, Tindak Pidana Korporasi dan Pertanggungjawabannya: Perubahan Wajah
Pelaku Kejahatan di Indonesia, Makalah, Pelatihan Hukum Pidana dan
Kriminologi "Asas-asas Hukum Pidana dan Kriminologi serta Perkembangan
Dewasa ini", Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 23 -27 Februari 2014.
Yuk Merapat Best Betting Online Hanya Di AREATOTO
BalasHapusDalam 1 Userid Dapat Bermain Semua Permainan
Yang Ada :
TARUHAN BOLA - LIVE CASINO - SABUNG AYAM - TOGEL ONLINE ( Tanpa Batas Invest )
Sekedar Nonton Bola ,
Jika Tidak Pasang Taruhan , Mana Seru , Pasangkan Taruhan Anda Di areatoto
Minimal Deposit Rp 20.000 Dan Withdraw Rp.50.000
Proses Deposit Dan Withdraw ( EXPRES ) Super Cepat
Anda Akan Di Layani Dengan Customer Service Yang Ramah
Website Online 24Jam/Setiap Hariny
Halototo
BalasHapusSiswi SMA di Perkosa
Para sarjana hukum mempunyai cara berpikir yang khas yaitu juridisch denken berdasarkan konsep, asas dan sistematika hukum yang dikenalnya.
BalasHapusplease visit link Tel-U
halo
BalasHapusPenelitian hukum merupakan suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi.
BalasHapusvisit Tel-U