FUNGSI PENELITIAN HUKUM
Oleh: Alvi Syahrin
I. Mempelajari hukum sebagai upaya mempelajari konsep-konsep yang berdasarkan konsep-konsep tersebut hukum bekerja dalam proses legislasi maupun regulasi (rule-making) maupun yudisial dan non-yudisial (rule adjudicating). Konsep hukum dalam terminologi Ius (Law) sebaiknya tidak dijumbuhkan dengan konsep peraturan atau lex (Laws). Hukum merupakan sesuatu yang lebih ideal, nilai, tentang keharusan (norma/kaidah) dalam rangka penataan suatu masyarakat, sedangkan peraturan baru ada setelah ia dibuat atau ditetapkan oleh otoritas yang berwenang (negara).
Peraturan sebagai usaha menusia untuk mengeksplisitkan hukum dalam rangka penataan suatu masyarakat melalui perantaraan otoritas yang berwenang. Oleh karena peraturan sebagai produk otoritas yang berwenang, ada kemungkinan peraturan tersebut sewenang-wenang. Dalam hukum tidak boleh ada sewenang-wenang (arbitary), hukum dibangun berdasarkan asas-asas/prinsip-prinsip (Law is governed by principles). Peraturan dinilai kelayakannya berdasarkan hukum, pinsip atau asas. Suatu peraturan harus sesuai dengan hukum supaya dapat berlaku atau mengikat sebagai sebuah keharusan untuk diikuti.
Konsep hukum tidak sama dengan peraturan. Konsep hukum lebih luas dari peraturan. Peraturan hanya sebagai satu diantara manifestasi hukum dan tidak selalu suatu peraturan harus merupakan hukum. Peraturan selalu meninggalkan gap, dan hukum diperlukan untuk menyelaraskan seluruh aspek kehidupan. Sebagai hal yang ideal, hukum berfungsi mengisi gap yang ada dalam peraturan, sebab tidak mungkin pergaulan manusia dapat berlangsung tanpa hukum. Tanpa hukum akan menimbulkan ketidak adanya jaminan atas kepentingan masing-masing orang, dan hanya merupakan "arogansi" jika pergaulan hidup manusia diserahkan sepenuhnya kepada perangkat peraturan dengan dalil peraturan serba lengkap. Hukum secara ideal mengikat semua orang yang menpersoalkan tentang apa yang seharusnya dilakukan setiap orang.
II. Hukum dalam menjalankan fungsinya sebagai penataan terhadap pergaulan hidup manusia, akan bergantung kepada kapasitas ilmu hukum yang dikembangkan oleh kelompok ahli hukum (yuris). Hubungan antara hukum dengan aktivitas yang dijalankan oleh para yuris akan terkait dengan ilmu hukum. Hakekat ilmu hukum sebagai kegiatan untuk menghimpun dan mensistematisasikan material hukum berupa teks otoratif (peraturan perundang-undangan, putusan hakim, hukum tidak tertulis dan doktrin yuris yang berwibawa) yang kegiatan tersebut bertujuan untuk menyelesaikan masalah-masalah hukum (legal problem solving).
Para ahli hukum (yuris) memiliki tugas besar untuk membangun kaidah-kaidah hukum yang kompleks menjadi sebuah sistem yang ideal yakni sistem kaidah yang koheren, non-kontradiktoris dan berkeadilan. Orang tidak boleh berpegang dan bergantung begitu saja pada kata-kata peraturan dengan suatu asumsi bahwa peraturan itu pasti benar, sebab peraturan tidak selalu dapat memberikan preskripsi yang layak dalam penataan kehidupan antar subyek hukum yang didasari pada suatu sistem nilai yang ideal, meskipun secara formal peraturan itu mengikat. Untuk menemukan aturan hukum, doktrin-doktrin hukum dalam rangka mememukan jawaban atas penyelesaian masalah-masalah hukum (legal problem solving) dilakukan penelitian hukum.
Penelitian hukum merupakan sarana pengayaan terhadap ilmu hukum. Kegiatan penelitian hukum menghasilkan ilmu hukum. Penelitian hukum dan ilmu hukum saling memerlukan satu sama lain. Penelitian hukum merupakan aspek aktif atau dinamis dari ilmu hukum, yaitu ilmu hukum sebagai suatu proses. Secara fungsional penelitian hukum dipandang sebagai kelanjutan dari ilmu hukum, dan juga sebaliknya ilmu hukum menjadi dasar bagi penelitian hukum. Dalam penelitian hukum, konsep dasar tentang ilmu hukum menyangkut sistem hukum dan isi ilmu hukum haruslah sudah dikuasai terlebih dahulu, dan selanjutnya penguasan metodologi penelitian sebagai pertanggungjawaban ilmiah terhadap pengemban ilmu hukum.
Penguasaan terhadap konsep dasar ilmu hukum dan konsekuensinya terhadap metodologinya, akan menghindarkan peneliti ilmu hukum dari pandangan ekstrem bahwa ilmu hukum dipelajari semata-mata untuk mengabdi kepada ilmu hukum. Konsep ilmu hukum dan metodologi yang digunakan dalam suatu penelitian memainkan peran yang signifikan agar ilmu hukum dan temuannya tidak terjebak dalam kemiskinan relevansi dan aktualitasnya, sebab ilmu hukum dan penelitian hukum bertujuan untuk menyelesaikan masalah-masalah hukum (legal problem solving) yang muncul di masyarakat serta mengabdi pada kesejahteraan umat manusia.
Para ahli hukum dalam melakukan penelitian hukum secara purposif sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai mengacu kepada tataran tertentu dari ilmu hukum, dan hal tersebut tergantung kepada legal problem atau legal issues penelitian. Tataran penelitian yang dilakukan seorang ahli hukum pada tataran pertama disebut dogmatik hukum yang menyibukkan diri dengan hukum positif (inventarisasi, deskripsi, sistematisasi, interpretasi dan evaluasi hukum positif), selanjutnya pada tataran kedua lebih abstrak lagi (pada tataran teori hukum) yakni penelitian hukum yang dilakukan dengan sasaran: menganalisis konsep hukum, hak, kewajiban, sumber hukum, sanksi dan lain-lain; metodologi atau ajaran metode dari ilmu hukum; kritik terhadap ideologi hukum, dan seterusnya.
III. Ilmu hukum berurusan dengan cara penerapan hukum secara benar, sehingga ilmu hukum menginventarisasi dan mensistematisasikan bahan-bahan hukum/teks otoratif berupa peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan dan doktrin hukum guna menyelesaikan permasalahan hukum, yang proses ini disebut sebagai penelitian hukum. Kekhasan ilmu hukum dalam penelitian hukum menyangkut pemahaman terhadap teks otoritatif atau bahan-bahan hukum. Memahami teks tersebut dalam upaya mengetahui makna dari teks, yang pengetahuaanya diperoleh dengan menginterpretasi teks yang bersangkutan.
Menginterpretasi teks otoritatif atau bahan-bahan hukum yaitu mendistilasi kaidah hukum dari teks yang sekaligus menentukan makna atau jangkauan wilayah keberlakuan (penerapan) kaidah hukum tersebut. Untuk menetapkan apa hukumnya yang seharusnya berlaku bagi suatu situasi berarti memilih kaidah hukum dan maknanya yang paling tepat atau paling dapat diterima dari berbagai kemungkinan kaidah hukum dan maknanya yang dapat didistilasi dari perangkat aturan hukum yang terkait dalam hubungan dengan situasi kemasyarakatan dalam rangka menyelesaikan masalah hukum yang dihadapi secara benar.
Proses pengayaan ilmu hukum melalui penelitian hukum, juga harus dibarengi dengan kegiatan diskursus hukum. Kegiatan diskursus hukum merupakan kegiatan dalam rangka menjaga obyektivitas segala aktivitas berkenaan dengan ilmu hukum atau pengembangan hukum (baik teoritis maupun praktis), yang berupa proses intelektual untuk mempengaruhi pikiran dan tindakan secara langsung, preservasi dan pengembangan tradisi dan nilai-nilai hukum, serta preservasi dan pengembangan tradisi nilai-nilai profesi hukum.
Pengujian kebenaran dari ilmu hukum melalui proses inter-subyektif untuk dapat diterima atau tidak dapat diterima proposisi-proposisi atau argumentasi hukum tersebut oleh para ahli hukum (yuris) sejawat sekeahlian, sehingga teori kebenaran yang paling sesuai untuk ilmu hukum yaitu teori pragmatik yang bertolak dari premis bahwa bahasa hanya memiliki fungsi instrumental untuk sumua orientasi yang mungkin atas dunia. Semua proposisi adalah benar jika proposisinya itu memenuhi fungsinya, dan teorinya yang didukung oleh konSensus dari sebanyak mungkin orang yang terdidik dan terlatih dalam bidang ilmu hukum.
Suatu pendapat atau kesimpulan hukum tepat atau tidak tepat tergantung pada penjelasan yang diberikan untuk mendukung pendapat hukum tersebut. Argumentasi hukum yang diberikan berupa suatu yang sarat dengan nilai, karena proposisi-proposisi yang digunakannya mengandung muatan normatif atau preskriptif berkenaan dengan apa yang seharusnya, sepatutnya, selayaknya atau seadilnya. Dengan demikian pendapat hukum merupakan pendapat tentang kelayakan, yang kegiatan berargumentasinya merupakan proses justifikasi dalam rangka legal problem solving dengan bertumpu pada nalar dan logika.
IV. Penelitian hukum mempunyai fungsi praktikal dan fungsi teoritikal. Fungsi praktikal memberdayakan sistem hukum dalam menyelesaikan problem hukum yang penelitiannya menjadi dasar bagi profesi hukum untuk meligitimasi kasusnya dengan kegiatan argumentasi dengan mengacu kepada bahan-bahan hukum. Sedangkan fungsi teoritikal bertujuan menghasilkan doktrin yang memberikan preskripsi tentang bagaimana interpretasi seharusnya dilakukan terhadap suatu kaidah dalam sistem hukum yang penelitiannya akan lebih banyak mengacu kepada doktrin-doktrin hukum yang dikembangkan oleh yuris terkemuka dalam rangka menghasilkan konsep/teori baru atau mempertajam konsep/teori lama dengan mengacu kepada bahan-bahan hukum yang kebayakan berupa buku-buku hukum seperti treatise, rechtsboek bukan wetboek, tulisan pada jurnal hukum, hasil penelitian hukum dari para yuris.
Bahan Bacaan:
Bernard Arief Sidharta, Refleksi Tentang Struktur Ilmu Hukum: Sebuah penelitian tentang fundasi kefilsafatan dan sifat keilmuan Ilmu Hukum sebagai landasan pengembangan Ilmu Hukum Nasional Indonesia, Mandar Maju, Bandung, 1999.
Johnny Ibrahim, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia Publishing, Malang, 2006.
Paul Scholten, Struktur Ilmu Hukum, (alih bahasa: B. Arief Sidharta), PT. Alumni, Bandung, 2003.
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, 2005.
Sugijanto Darmadi, Kedudukan Ilmu Hukum dalam ilmu dan filsafat: Sebuah eksplorasi awal menuju ilmu hukum yang integralistikdan otonom, Mandar Maju, Bandung, 1998.
Sunaryati Hartono, C.F.G., Penelitian Hukum di Indonesia Pada Akhir Abad ke-20, Alumni, Bandung, 1994.
Titon Slamet Kurnia, Pengantar Sistem HukumIndonesia, Almuni, Bandung, 2009.
Titon Slamet Kurnia, Sri Harini Dwiyatmi, Dyah Hapsari P., Pendidikan Hukum, Ilmu Hukum & Penelitian Hukum di Indonesia: Sebuah reorientasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. 2013.
--o0o--
Tidak ada komentar:
Posting Komentar